Jenis Kekerasan yang Harus Kamu Ketahui Hingga Bisa Mencegahnya Agar Tidak Lebih Buruk Lagi
Masalahnya, seringkali seseorang tidak menyadari bahwa perbuatan pasangannya sudah mengarah pada tindak kekerasan.
Kekerasan jenis ini lebih terselubung daripada tindakan menyakiti fisik, tetapi memiliki dampak yang lebih menyakitkan bagi korban.
“Faktor utama dari kekerasan emosional adalah membuat pasangan merasa “kecil” dan malu. Pelaku tidak pernah memukul, tetapi selalu membuat pasangannya merasa seperti ‘sampah',” kata pemilik Feminist Jurist Network (DeFEMde), Marina Ganzarolli, seperti dilansir buzzfeed.com, Minggu (23/4/2017).
Dia pun memberi contoh beberapa kalimat yang biasa dilontarkan dalam kekerasan psikologis, di antaranya “jika kamu tidak melakukannya, berarti kamu tidak mencintai aku” atau “kalau kamu tidak melakukannya, aku akan meninggalkan kamu”.
Lebih lanjut, pelaku juga kerap mengatakan bahwa tidak ada orang lain yang akan mencintai, menerima, dan menginginkan korban selain mereka.
Saat berargumen, tak jarang pelaku juga akan menaikkan volume suaranya hingga membentak korban dengan kata-kata kasar.
Berhati-hati lah, karena kekerasan verbal sangat besar kemungkinannya berubah menjadi kekerasan fisik di masa mendatang.
Contoh lain dari kekerasan emosional adalah pelaku mengontrol segala aspek kehidupan dan pilihan pasangannya.
Mulai dari cara berpakaian hingga pengeluaran bulanan korban pun mereka atur.
Mereka juga kerap mendikte ke mana sang kekasih boleh dan tidak boleh pergi.
Selain itu, pelaku kekerasan emosional juga sering melarang pasangannya berbicara dengan orang lain tanpa didampingi mereka.
Bahkan, tak jarang sang kekasih tidak boleh berteman dengan lawan jenis.
Jika korban sudah merasa kesal atau ingin melaporkan pelaku, imbuh Ganzarolli, biasanya akan muncul tahap yang disebut “bulan madu.”
Pada fase ini, pelaku seringkali menunjukkan penyesalan, mengaku bahwa sikap mereka tidak baik, berjanji akan segera berubah, dan pergi terapi.
Umumnya, mereka juga akan membelikan hadiah, menyatakan rasa cinta, menghargai, dan mendengarkan omongan pasangannya dengan baik.
Pada tahap tersebut, pelaku berubah dari “katak” menjadi seorang “pangeran”.