Kapal Zahro Express Terbakar

Separuh Penumpang Kapal Zahro Express Tidak Terdaftar Dalam Manifes Penumpang

Jumlah penumpang ini dua kali lipat dari daftar penumpang di manifes yang jumlahnya 100-an orang.

Editor: Hartati
Andri Donnal Putera/Kompas.com
Tim SAR mengangkut jenazah yang hangus terbakar dari kapal Zahro Express di Pelabuhan Muara Angke, Jakarta Utara, Minggu (1/1/2017) siang. 

TRIBUNSUMSEL.COM, JAKARTA - Kapal penumpang Zahro Express yang terbakar saat mengangkut ratusan penumpang menuju Pulau Tidung, Minggu (1/1/2017) kemarin, merupakan kapal yang sering melayani perjalanan wisatawan ke area sekitar Kepulauan Seribu.

Namun, kondisi kapal ternyata tidak sebaik yang diperkirakan meskipun nakhoda telah mendapatkan surat izin berlayar.

Ardita (26) menceritakan pengalamannya saat bepergian ke Pulau Tidung dengan Zahro Express pada 24 Desember 2016 lalu.

Ia memilih kapal ini berdasarkan rekomendasi salah satu pemandu wisata di Pulau Tidung.

"Kalau ke Kepulauan Seribu biasanya selalu naik (kapal) yang ekonomi yang harganya sekitar Rp 45.000. Kemarin kebetulan bawa rombongan keluarga besar, dari nenek sampai cicit, jadi naik Zahro yang katanya eksekutif pakai AC. Biar mereka nyaman," kata Ardita kepada Kompas.com, Senin (2/1/2017) pagi.

Saat menaiki Zahro Express pada 24 Desember itu, Ardita melihat penumpang sangat ramai.

Hal yang membedakan kapal Zahro Express dengan kapal-kapal lain adalah tersedia tempat duduk cukup banyak, mulai dari dek bawah hingga dek atas kapal.

Bagian dek bawah kapal dilengkapi fasilitas AC secara penuh. Ruangan di dek bawah pun tertutup.

Hanya bagian di pinggir kapal yang terbuka, sedangkan di dek atas, hanya satu ruangan yang ber-AC.

Selebihnya, tempat duduk biasa di bagian luar yang beratap.

Saat naik kapal tersebut, karena penumpang terlalu ramai, Ardita cuma bisa berdiri di pinggir kapal dekat dek bawah.

Saat berada di sana, Ardita menemukan sesuatu pada bagian kapal Zahro Express.

"Waktu itu kebetulan angin kencang dan ombak tinggi. Kebetulan saya datang kesiangan, jadi enggak dapat kursi di dek atas atau bawah. Saya duduk di pinggir kapal. Itu pegangannya sudah koyak karena besi bawahnya karatan. Kalau nyender di sana bisa patah besinya dan kecebur," tutur Ardita.

Terkait tiket, Ardita beserta rombongan dikenakan harga per orangnya Rp 79.000. Harga ini terhitung lebih mahal dari tarif kapal-kapal lain karena Zahro Express memiliki fasilitas AC.

Bicara lebih lanjut soal penjualan tiket, menurut Ardita, tidak semua penumpang menerima tiket meski telah membayar.

Biasanya, yang pasti mendapat tiket adalah kepala rombongan atau seseorang yang dipercaya mengurus satu rombongan dalam kapal tersebut.

Cara seperti ini, disebut Ardita, lazim dilakukan oleh pengelola kapal-kapal di Kepulauan Seribu.

"Kalau mau tahu jumlah penumpang ya dari tiket lembaran yang terjual saja. Tapi data penumpang enggak ada. Itu juga belum termasuk anak kecil atau anak yang naik tapi enggak pakai tiket," ujar Ardita.

Sejumlah pihak mulai menyoroti adanya ketidakcocokan antara jumlah penumpang sebenarnya di kapal Zahro Express saat terbakar dengan jumlah penumpang yang terdaftar dalam manifes surat izin berlayar.

Surat izin berlayar kapal Zahro Express dikeluarkan oleh Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Muara Angke pada Minggu pagi, dengan izin perjalanan dari Pelabuhan Muara Angke menuju Pulau Tidung.

Dari informasi yang dihimpun, ada 200-an penumpang di dalam kapal tersebut.

Jumlah penumpang ini dua kali lipat dari daftar penumpang di manifes yang jumlahnya 100-an orang.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta masih berupaya menghimpun data penumpang yang sebenarnya guna memberi kepastian kepada keluarga dan kerabat korban kapal terbakar.

 Penulis: Andri Donnal Putera/Kompas.com

Sumber: Kompas
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved