Jelutung, Keraguan dan Kepedulian Lingkungan (Bagian 1)
Sebanyak 1000 bibit Jelutung yang sudah ditanam sejak tiga bulan lalu terlihat mulai tumbuh subur.

Pemikiran Didi khususnya, jika mengandalkan Jelutung nantinya yang belum pasti maka tidak akan bisa diandalkan untuk kebutuhan sehari-hari, namun setidaknya dia dan warga lain mau menjaga alam sekitar dari kerusakan lingkungan.
Ketua Sarekat Hijau Indonesia (SHI) Sumatera Selatan, Sudarto Marel juga mengungkapkan keraguan petani yang menanam Jelutung itu adalah sebuah hal kewajaran. Sebab petani belum yakin dengan pohon Jelutung itu saat ini.
Namun pihaknya berusaha untuk meyakinkan kepada petani bahwa Jelutung jelas merupakan komoditas yang bagus, juga mampu menjaga alam lingkungan khususnya lahan gambut.
"Jelutung itu hanya salah satu jenis kayu yang bisa dimanfaatkan selain bernilai secara ekonomis juga bisa menjaga gambut dari kerusakan. Karena Jelutung tempatnya di alam yang mengandung air. Hal itu jelas beda dengan pohon karet misalnya, yang ditanam di lahan yang kering," katanya.
Peneliti Madya Bidang Silvikultur dari Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Palembang, Ir Bastoni mengungkapkan Jelutung merupakan vegetasi lokal. Tanaman yang cocok sebagai tanaman restorasi lahan gambut yang rusak.
Jelutung memenuhi syaat sebagai tanaman yang ekologis dan ekonomis. Jelutung memiliki karakter dapat tumbuh digenangan air. Jelutung menghasilkan biomassa, getah, serta memiliki produktivitas tinggi sehingga memiliki nilai ekonomi bagi masyarakat.
"Masih banyak tanaman lokal yang bisa sebagai tanaman retorasi gambut, diantaranya sagu, ramin, medang, gelam dan sebagainya," ujarnya.
Suplai ikan asin terbesar
Ogan Komering Ilir (OKI) memiliki hutan gambut yang sangat luas. Kata tokoh pemuda Pedamaran sekaligus pegiat lingkungan, Saripudin Gusar luas lahan Pedamaran sebesar 150 ribu hektare. 120 ribu hektare merupakan lahan gambut, dan 30 ribu hektare merupakan daratan.
Dari 120 ribu hektare lahan gambut, sekitar 89 ribu hektare dikuasai delapan perusahaan konsesi bergerak dalam izin konsesi sawit. Sementara dari luasan lahan gambut di tempat itu, yang dimiliki warga hanya satu persen saja.
Selama ini, lahan gambut hanya dimanfaatkan saja oleh warga diantaranya sebagai tempat mencari ikan, hingga sebagai bahan kerajinan. Pedamaran terkenal dengan kerajinan tikar dari purun.
"Tahun 1982 dulu, warga Pedamaran itu sangat terkenal dengan penghasil ikan asin terbesar di Indonesia. Ikan diambil dari hutan gambut yang sangat luas. Kemudian pemanfaatan lebak Purun, sebagai bahan utama pembuat kerajinan tikar dan sebagainya. Pedamaran terkenal dengan hasil kerajinan tikar. Itu salah satu contoh manfaat hutan gambut bagi warga sini," kata dia.
Kini, pihaknya akan menjaga kelestarian alam sekitar jangan sampai pemerintah mengeluarkan izin konsesi di lahan gambut lagi. Selain itu mereka akan mengajukan ke pemerintah untuk mengelola lahan gambut sebagai cetak sawah baru.
"Dari pada perusahaan yang mengelola, lebih baik masyarakat yang megelola lahan gambut. Kami akan ajukan cetak sawah baru," kata dia.