Alasan Demokrat Tolak Revisi UU KPK
KPK tidak memerlukan SP3 karena sejak awal sangat berhati-hati dalam menetapkan seorang tersangka.
TRIBUNSUMSEL.COM, JAKARTA - Fraksi Partai Demokrat di DPR mengubah sikap terkait revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Kini, F-Demokrat tidak ingin UU KPK Direvisi.
Koordinator Juru Bicara Partai Demokrat Ruhut Sitompul mengatakan, revisi yang bergulir saat ini bukannya menguatkan, tapi justru akan melemahkan KPK jika direalisasikan.
Ruhut mencontohkan pemberian kewenanganan kepada KPK untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) suatu perkara.
Menurut Ruhut, KPK tidak memerlukan SP3 karena sejak awal sangat berhati-hati dalam menetapkan seorang tersangka.
Terbukti, sejak berdiri hingga saat ini, semua tersangka akhirnya divonis bersalah di pengadilan.
"Dari 2002 sampai sekarang belum ada satupun yang bebas murni," kata Ruhut di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (10/2/2016).
Ruhut juga mengaku tidak setuju dengan aturan penyadapan yang harus melalui izin dewan pengawas. Menurut Ruhut, KPK selama ini pun sangat hati-hati dalam melakukan penyadapan.
"KPK menyadap ada SOP-nya. Tidak asal-asalan," ucap anggota Anggota Komisi III DPR itu.
Ruhut justru khawatir nantinya penyadapan yang dilakukan KPK akan bocor jika harus mendapatkan izin dari dewan pengawas.
Menurut dia, orang-orang di dewan pengawas juga hanya manusia biasa yang tidak akan bebas dari kepentingan.
"Pasti akan bocor," ucap Ruhut.
Ketua DPP PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno sebelumnya mengkritik sikap Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono yang "balik badan" soal revisi UU KPK.
Anggota F-Demokrat di Badan Legislasi DPR, Khatibul Umam Winaru, dalam rapat Baleg dengan agenda penyampaian pandangan mini fraksi pada Rabu (10/2/2016), menyatakan fraksinya menyetujui revisi UU KPK.
Namun, setelah itu, SBY menginstruksikan Demokrat untuk menolak revisi tersebut.
"Ini menarik. Karena SBY pernah mengatakan KPK lembaga super body, lembaga yang kewenangannya luar biasa sehingga seakan akan hanya bertanggung jawab kepada Tuhan," kata Hendrawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (11/2/2016).