Perencanaan Partisipatif Kunci Sukses Pembangunan
Anggota DPD RI Siska Marleni menegaskan, bahwa UU No. 25/2004 harus direvisi.
Penulis: Arief Basuki Rohekan | Editor: Weni Wahyuny

Laporan Wartawan Tribunsumsel.com, Arief Basuki Rohekan
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG,-- Lembaga perencanaan seperti Bappenas dan Bappeda, di samping melaksanakan fungsinya sebagai lembaga yang menyiapkan rencana-rencana pembangunan, juga harus melakukan upaya pengembangan kelembagaan agar mampu melaksanakan perencanaan partisipatif.
Pernyataan tersebut ditegaskan oleh Anggota Komite IV DPD RI Siska Marleni saat menggelar dialog publik bertajuk Rancangan Undang-Undang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (RUU SPPN) di Kantor Perwakilan DPD RI Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel).
Dalam kesempatan tersebut, hadir juga akademisi Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya (Unsri) Dr Febrian, Riza Pahlawi dari Bappeda Provinsi Sumsel, dan Syahrullah dari Biro Hukum & HAM Setda Provinsi Sumsel.
Peserta dialog publik terdiri dari akademisi dari STIE Rahmaniyah Sekayu, Universitas Muhammadiyah, Universitas Bina Darma, Universitas Tridinanti, Universitas IGM, Universitas Palembang dan Universitas Taman Siswa.
Anggota DPD RI Siska Marleni menegaskan, bahwa UU No. 25/2004 harus direvisi.
“Lembaga perencanaan seperti Bappenas dan Bappeda, di samping melaksanakan fungsinya sebagai lembaga yang menyiapkan rencana-rencana pembangunan, juga harus melakukan upaya pengembangan kelembagaan agar mampu melaksanakan perencanaan partisipatif, serta sekaligus menumbuhkan budaya perencanaan dengan pelibatan masyarakat secara lebih intensif.” Paparnya.
Terdapat tiga pertimbangan pentingnya perencanaan partisipatif. Pertama, identifikasi siapa pemangku kepentingan perencanaan tersebut, yang tentunya sangat berbeda pada tingkat (level) perencanaan yang berbeda. Pada tingkat nasional misalnya, adalah sesuatu yang tidak mungkin untuk mengundang seluruh kelompok masyarakat se-Indonesia untuk berbondong-bondong ke Jakarta.
“Kedua, apa peran kewajiban dan haknya. Hal tersebut akan berujung pada pertanyaan tentang keterwakilan masyarakat (representativeness). Tanpa ada sesuatu pedoman akan hal-hal tersebut, kemungkinan 'perencanaan partisipatif' malah akan menjadi masalah baru ketimbang menjadi mekanisme perencanaan yang lebih demokratis dan terdesentralisasi” ujarnya, anggota Badan Akuntabilitas Publik DPD RI ini.
Terakhir, bagaimana usulan-usulan program pembangunan dari tingkat bawah (grass roots) dapat secara konsisten diusung dan dikawal ke tingkat yang lebih atas.