OPINI
Polwan dalam Kesetaraan Gender
Selain itu, budaya yang terdapat dalam masyarakat juga masih kurang mendukung terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender.
Oleh Kapolres Musi Rawas, AKBP Chaidir, SIK, M.Si, MPP
KETENTUAN perlakuan terhadap wanita di Indonesia sesungguhnya telah terdapat dalam Pancasila yang merupakan falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Dalam falsafah negara tersebut telah menempatkan wanita pada keluhuran harkat dan martabatnya baik sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa maupun sebagai warga negara dan sumber daya insani pembangunan yang mempunyai kedudukan, hak, kewajiban, tanggung jawab, peranan dan kesempatan yang sama dengan pria sehingga dapat berperan dalam segala bidang kehidupan dan segenap kegiatan pembangunan.
Strategi peningkatan peranan wanita dalam perkembangannya di Indonesia selama ini lebih menekankan pada paradigma wanita dalam mengejar ketertinggalannya dibandingkan dengan pria dalam pembangunan di segala bidang. Pendekatan pembangunan yang diarahkan dalam pemberdayaan wanita lebih menekankan pada pembangunan ekonomi dan belum secara khusus mempertimbangkan manfaat pembangunan secara adil terhadap wanita dan laki-laki. Sehingga telah memberikan kontribusi terhadap timbulnya ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender atau dikenal dengan istilah kesenjangan gender (gender gap).
Pengalaman ini menunjukkan bahwa walaupun telah banyak kemajuan dalam peningkatan kedudukan dan peran wanita dalam pembangunan, namun upaya tersebut dirasakan masih perlu dilanjutkan, dan dikembangkan, serta dimantapkan.
Kesenjangan gender di berbagai bidang pembangunan menunjukan masih rendahnya peluang yang dimiliki wanita untuk bekerja dan berusaha mencapai cita-cita sesuai keinginannya, serta rendahnya akses mereka terhadap sumber daya ekonomi, teknologi, dan informasi. Meskipun penghasilan wanita pekerja memberikan kontribusi yang cukup berarti terhadap penghasilan dan kesejahteraan keluarga, wanita masih dianggap sebagai pencari nafkah tambahan keluarga.
Selain itu, budaya yang terdapat dalam masyarakat juga masih kurang mendukung terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender. Keadaan ini antara lain ditandai dengan masih banyaknya kalangan masyarakat Indonesia yang menganggap bahwa pekerjaan-pekerjaan rumahan (domestik), seperti memasak, merawat orang sakit, mengurus dan mendidik anak adalah sebagai tugas dan tanggung jawab yang harus diemban oleh seorang wanita.
Untuk memperkecil kesenjangan tersebut, maka Polri dalam upaya dan semangat reformasinya telah mengkaji segala kebijakan-kebijakan, strategi, dan program-program kegiatannya baik yang dikembangkan saat ini, maupun pada masa yang akan datang harus mampu mengintegrasikan perbedaan-perbedaan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, permasalahan wanita dan pria ke dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan serta evaluasi dari seluruh kebijakan dan program kegiatan tersebut.
Fungsi persamaan gender dalam organisasi Polri ditujukan agar Polwan dalam melaksanakan tugas-tugasnya dapat disamakan dengan pelaksanaan tugas yang diemban oleh polisi pria, sehingga Polwan juga dapat eksis dan berperan dalam tugas-tugas pokok Polri.
Perkembangan teknologi, komunikasi, transportasi, dan sebagainya tidak hanya menimbulkan kemajuan berbagai bidang, tetapi juga menyisakan dampak negatif dengan berbagai bentuknya yang semakin kompleks yang menjadi tantangan tugas pokok Polri.
Oleh karena itu, peran Polwan tidak tepat lagi hanya sebagai tenaga pendukung dan staf administrasi. Tetapi harus menjadi bagian dalam melaksanakan tugas pokok Polri, terutama dalam melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang mungkin kurang tepat bila ditangani oleh polisi pria, seperti penggeledahan terhadap tersangka wanita. Atau pemeriksaan saksi korban kejahatan dalam rumah tangga, kasus traficking in person, perpolisian masyarakat, dan lain-lain, termasuk berperan dalam melaksanakan tugas-tugas sebagai kepala kesatuan wilayah, maupun dalam penugasan khusus.
Dengan demikian Polwan dapat memiliki kesempatan yang sama dalam membangun Polri menuju polisi sipil dan demokratis dan berperan dalam menampilkan citra polisi yang lebih humanis. Karena wanita dianggap dapat mewakili karakter petugas polisi yang bernuansa humanis seperti ramah, sopan, peka terhadap permasalahan orang lain, dan sifat humanis lainnya.
Hal ini menjadi salah satu indikator yang menunjukkan pendayagunaan reformasi kepolisian. Diharapkan dengan keunggulan yang dimiliki wanita tersebut akan mendorong polisi lainnya untuk menampilkan citra positf kepada masyarakat, dan bukan sebaliknya justru Polwan yang terimbas oleh sifat-sifat negatif dari sebagian polisi yang masih belum menampilkan kesan reformis.
Meskipun di satu sisi Polri memerlukan sifat-sifat yang bernuansa keramahan dan kesopanan, tetapi dalam hal melaksanakan tugas penegakan hukum, sebagai petugas polisi, Polwan harus memiliki ketegasan, bukan kekerasan dalam menjalankan peraturan serta tidak melakukan kompromi terhadap pelaku kejahatan.
Telah banyak kontribusi yang diberikan kepada bangsa Indonesia oleh kaum wanitanya. Hal ini telah dengan munculnya tokoh-tokoh wanita Indonesia baik sebagai pejuang maupun tokoh-tokoh pembangunan, seperti RA Kartini, Cut Nyak Dien, Dewi Sartika, Christina Martha Tiahahu, Malahayati dan lain-lain. Mereka telah mampu melakukan hal-hal terbaik dan luar biasa bagi bangsa dan negara.
Pada era sekarang ini, kemampuan wanita sebagai manajer telah banyak dibuktikan di segala bidang. Oleh karena itu, para Polwan harus segera menjawab perkembangan dunia tersebut dengan memotivasi diri untuk meningkatkan kinerja dan berprestasi dalam melaksanakan tugas Polri. Sehingga polisi wanita Indonesia akan mempunyai kesempatan yang sama besarnya dengan polisi pria.