Pilpres 2014
Tawa dan Tangis di Persidangan Mahkamah Konstitusi
Meski merupakan forum resmi, persidangan di Mahkamah Konstitusi tak jarang diselingi dengan gelak tawa.
Mendengar jawaban Slamet itu, Patrialis kembali berkelakar. "Jangan perintahkan hakim. Hakim yang minta harusnya," ujar Patrialis sambil tersenyum dan kembali diikuti tawa hadirin.
Saksi dari wilayah Jepara, Jawa Tengah, Bendot Widoyo, yang menjawab serba tidak tahu terhadap pertanyaan hakim MK juga mengundang gelak tawa.
Awalnya, Bendot menguraikan telah terjadi dugaan politik uang dengan pembagian mi instan dan uang Rp 5.000 untuk menggiring warga memilih Jokowi-JK.
Namun, saat MK memperdalam keterangan tersebut, Bendot kewalahan menjawab.
"Apa Anda tahu siapa yang bagi-bagi mi instan? Kapan dibaginya? Di mana pembagiannya?" tanya hakim Fadlil.
"Enggak tahu, saya cuma dapat laporan dari tim relawan," jawab Bendot Polos.
Saksi Rahmatullah Al Amin dari Surabaya, yang sempat menangis dalam persidangan, juga sempat mengundang tawa, meskipun tawa kali ini agak kecil dan tertahan.
Rahmatullah dalam sidang tersebut bermaksud memberikan bukti berupa kliping dari sebuah surat kabar. Namun, hakim Hamdan Zoelva enggan menggubris bukti tersebut karena menganggap pemberitaan media bisa saja salah.
Tak menyerah, Rahmat tetap berusaha untuk menunjukkan bukti tersebut kepada Hamdan. Saat itulah dia sempat menitikkan air mata dan berbicara terisak.
"Ini saya bawa suara teman-teman di Surabaya Yang Mulia. Ini benar, saya punya buktinya," kata Rahmat dengan suara yang mulai terdengar parau. Melihat sikap Rahmat tersebut, bukannya merasa kasihan, hadirin justru banyak yang tersenyum dan tertawa tertahan.
Suara tawa tersebut sepertinya tak cukup kuat untuk didengar Rahmat yang tetap terus memohon kepada Hamdan untuk melihat bukti yang dia miliki.
Rahmat baru berhenti bicara ketika Hamdan mengancamnya akan dikeluarkan dari ruangan karena telah mengganggu jalannya sidang.