Kontroversi Bupati Bireun Aceh, Keluarkan Larangan Wanita & Lelaki Non Muhrim Tak Boleh Satu Meja
Pemerintah Kabupaten Bireuen, Provinsi Aceh, kembali mengeluarkan ketentuan kontroversial.
Ketentuan-ketentuan baru itu bertajuk 'standarisasi warung kopi/cafe dan restoran sesuai syariat Islam' yang disahkan oleh Bupati Bireuen, Saifannur, pada Kamis (30/8).
Perempuan dan pria diperbolehkan duduk satu meja di warung kopi atau restoran jika mereka muhrim (suami-isteri atau saudara sedarah). Perempuan juga bisa dilayani di atas pukul 21.00 jika ditemani suami atau anggota keluarganya.
Kebijakan tersebut segera menjadi pembicaraan dan ditentang sejumlah kalangan masyarakat, yang menganggap bupati Bireun sudah terlalu berlebihan membuat aturan tentang syariat.
Murni, aktivis perempuan dari lembaga GASAK, misalnya, menilai kebijakan bupati Bireun tersebut membatasi ruang lingkup pekerja perempuan.
"Pemerintah jangan asal mengeluarkan kebijakan. Bagaimana dengan kami yang misalnya punya tamu dari luar dan memang harus ketemu di warung kopi atau kafe," kata, Murni kepada wartawan di Aceh, Hidayatullah, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Rabu (5/9).

Menurut Murni, hampir seluruh ketentuan baru dikeluarkan bupati ini tidak masuk akal, karena diskriminatif terhadap kaum perempuan, padahal mereka juga banyak yang harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
"Untuk tidak melayani perempuan setelah pukul 21.00 WIB, dan mengharamkan perempuan duduk satu meja dengan laki-laki, itu tidak masuk akal. (Kalau masalahnya zinah) Memangnya perempuan saja yang berbuat dosa (sehingga dibatasi hanya sampai jam 21.00)? Lalu, sesama laki-laki juga bisa bermaksiat, kali," cetusnya.
Hal lain, dia menambahkan, haram atau halal merupakan kewenangan lembaga ulama yang punya otoritas fatwa, bukan dari bupati.
Pendapat senada diutarakan salah seorang pengusaha, Syarifah Reynisa.
Dia mengaku lebih banyak menghabiskan waktu di luar, seperti warung kopi atau kafe, untuk rapat dengan rekanannya. Larangan pemerintah dinilainya membatasi kaum hawa untuk berkembang.
"Rapat di tempat terbuka seperti kafe atau warung kopi kan lebih santai. Terus kalau dilarang siapa yang akan membantu ekonomi keluarga kami? Apa pak bupati ?" kata Syarifah.

Sementara itu, Kepala Dinas Syariat Bireuen, Jufliwan, mengatakan ketentuan tersebut sebenarnya sudah ada sejak 2017, namun edarannya baru disebarkan pada akhir Agustus 2018 yang ditandatangani oleh Bupati Bireuen.
"Kita selalu melakukan imbauan dan memberikan sosialisasi untuk mencegah terjadinya perilaku mungkar di Bireuen," kata Jufliwan, Kepala Dinas Syariat Islam Kabupaten Bireuen.
Menurut Jufliwan, imbauan yang dikeluarkan oleh pemerintah semata-mata demi menjaga kehormatan perempuan.
"Kalau suami istri nggak masalah, ini hanya imbauan dan kami akan selalu mengimbau. Belum ada sanksi bila pemilik warung atau kafe tidak menaatinya. Namun apabila kedapatan dan ada bukti, baru diproses," jelas Jufliwan.