Pencuri Lukai Warga di OKU Timur
Dijanjikan RSUD Martapura Berobat Gratis, Korban Penusukan di OKU Timur Kaget Dapat Kuitansi Tagihan
Dijanjikan akan dibebaskan biaya pengobatan oleh Direktur RSUD Martapura OKU Timur, Ahyar korban penusukan kini dapat tagihan biaya berobat
Penulis: CHOIRUL RAHMAN | Editor: Shinta Dwi Anggraini
Ringkasan Berita:
- Korban penusukan yang dijanjikan berobat gratis oleh RSUD Martapura justru dapat tagihan Rp 1,3 juta
- Keluarga korban merasa kecewa dengan adanya tagihan tersebut
- Direktur RSUD Martapura mengaku terkejut dengan adanya kuitansi biaya berobat itu
TRIBUNSUMSEL.COM, MARTAPURA -- Dijanjikan akan dibebaskan biaya pengobatan oleh Direktur RSUD Martapura OKU Timur, Ahyar (22) korban penusukan saat berusaha menggagalkan aksi pencurian malah kini mendapat tagihan biaya rumah sakit.
Keluarga Ahyar menerima tagihan biaya perawatan dari pihak rumah sakit sebesar Rp1,3 juta.
Di mana dalam foto yang beredar tertulis kwitansi ambulans rujuk ke RS Charitas sebesar Rp 587.000.
Lalu kuitansi biaya pendaftaran dan biaya konsul sebesar Rp 95.000. Selanjutnya terdapat juga nota pelayanan IGD sebesar Rp 659.000.
Padahal sebelumnya, Pelaksana Tugas Direktur RSUD Martapura, dr. Irfan, telah memastikan secara terbuka bahwa biaya perawatan korban tindak pidana akan digratiskan.
Sebelumnya, pada Rabu malam, 8 Oktober 2025, Ahyar mengalami luka tusukan saat mencoba menghentikan gerak pelaku 'gerandong' alias upaya pencurian di Gang Porka, Kelurahan Pasar Martapura, Kabupaten OKU Timur.
Aksi heroik itu membuatnya harus dilarikan ke rumah sakit karena luka serius yang diderita.
Ahyar sempat menjalani perawatan medis intensif di RSUD Martapura lalu dirujuk ke RS Charitas Belitang.
Baca juga: Gagalkan Aksi Pencurian, 2 Warga OKU Timur Masuk Rumah Sakit Ditusuk Sajam Pelaku
Baca juga: Keberanian Pemuda di OKUT, Hadang Pencuri Motornya, Pelaku Sempat Keluarkan Pisau, Korban Terluka
Namun, di tengah masa pemulihan, kabar mengejutkan datang pada Jumat malam, 10 Oktober 2025.
Ayah korban, Yono, menerima pesan WhatsApp dari seorang staf RSUD Martapura berisi foto kuitansi tagihan perawatan sebesar Rp1.301.000.
“Kami kaget, karena sebelumnya kami dengar langsung kalau biaya pengobatan korban gerandong digratiskan,” kata Yono dengan nada kecewa.
Beberapa waktu sebelumnya, dr. Irfan menyatakan bahwa RSUD Martapura mengambil kebijakan memberikan layanan medis gratis kepada korban tindak pidana.
“Setiap korban tindak pidana berhak mendapatkan penanganan medis segera tanpa harus memikirkan biaya,” ujarnya.
Menurutnya, kebijakan itu berlandaskan prinsip pelayanan publik dan perlindungan korban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Dalam praktiknya, RSUD Martapura memberikan perawatan tanpa biaya terlebih dahulu, kemudian melakukan pengajuan biaya ke negara melalui mekanisme resmi, seperti ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) atau instansi terkait.
“Bagi kami, menyelamatkan nyawa dan memberikan rasa aman jauh lebih penting. Urusan biaya bisa diproses kemudian,” tambahnya.
Kabar soal biaya pengobatan korban sebenarnya sempat mereda setelah pernyataan dari Kapolres OKU Timur . Ia menegaskan bahwa pihak kepolisian akan menanggung seluruh biaya perawatan dan pengobatan dua korban aksi gerandong.
“Kita akan tanggung biaya perawatan dan pengobatan,” ujarnya belum lama ini.
Menanggapi polemik ini, dr. Irfan mengaku terkejut. Ia membenarkan bahwa ada oknum pegawai RSUD yang tanpa izin dan instruksi mengirimkan foto kuitansi kepada keluarga Ahyar.
“Sampai hari ini tidak ada satu rupiah pun yang ditagihkan atau dibayarkan,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa kuitansi yang beredar merupakan bagian dari proses administrasi internal, bukan bentuk penagihan resmi.
“Itu hanya bagian dari pencatatan. Kami akan membantu proses agar biaya tersebut bisa ditanggung negara,” jelasnya.
Insiden ini membuka celah buruknya sistem komunikasi internal di RSUD Martapura. Di saat pimpinan sudah mengambil kebijakan yang berpihak pada korban, justru ada pegawai yang bertindak di luar instruksi.
Akibatnya, keluarga korban yang tengah dalam kondisi tertekan harus menanggung ketidakpastian informasi.
Pihak rumah sakit berjanji akan memperbaiki sistem koordinasi dan memastikan tidak ada lagi kesalahpahaman serupa.
“Kami berkomitmen memberikan pelayanan terbaik, terutama bagi korban tindak pidana, tanpa membebani biaya perawatan,” kata dr. Irfan.
Baca berita menarik lainnya di Google News
Ikuti dan bergabung di saluran WhatsApp Tribunsumsel
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.