Berita Nasional

Komentar Menteri Keuangan Purbaya Terkait Gerakan Donasi Uang Rp1000 Per Hari Digagas Dedi Mulyadi

Kebijakan gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi perihal iuran donasi Rp 1.000 per hari turut dikomentari menteri keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.

Editor: Moch Krisna
(KOMPAS.com/ISNA RIFKA SRI RAHAYU)
MENKEU - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (11/9/2025). Curhat Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa soal gaji yang diterimanya sebagai Menteri Keuangan lebih kecil dari gaji saat menjadi Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). 

Ia menjelaskan, ajakan tersebut berangkat dari keprihatinan terhadap warga yang kesulitan memenuhi biaya pendukung saat berobat, meski layanan rumah sakit saat ini sudah gratis.

"Banyak orang yang rumah sakitnya gratis tetapi tidak punya biaya untuk ongkos ke rumah sakitnya. Tidak punya biaya untuk nungguin di rumah sakitnya. Tidak punya biaya untuk bolak-balik kemoterapi," kata Dedi.

Dedi mendorong gerakan gotong royong dimulai dari tingkat RT. Warga bisa menabung seribu rupiah per hari di kotak kecil di depan rumahnya, seperti tradisi jimpitan. Dana tersebut kemudian dikelola bendahara lingkungan dan digunakan membantu warga yang kesulitan. 

"Setiap bulan harus dilaporkan pada seluruh penyumbang. Di setiap RT sudah ada grup WA sekarang. Di RW ada grup WA. Sangat mudah," ucapnya.

 

 Dikritik Warga 

Beberapa warga menilai program ini membebani masyarakat yang sudah dikenai pajak. Ada juga yang mempertanyakan transparansi dan potensi unsur paksaan, terutama bagi pelajar dan ASN.

Sebagian mengaku pasrah. Sebagian mengaku mendukung. Namun, ada juga yang mengaku ragu.

Satu di antara warga asal Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Edi Kusnaedi (35) mengaku sangat mendukung program rereongan ini meski masih ragu dengan pelaksanaannya.

"Seribu rupiah itu kan kecil sekali. Tapi kalau dikumpulkan banyak orang, pasti hasilnya besar. Bisa bantu anak-anak sekolah atau orang sakit yang tidak mampu," ujar Edi kepada Tribun Jabar, Sabtu (4/10/2025).

Namun, program yang baik akan berakhir buruk jika pelaksanaannya tidak sesuai dengan yang seharusnya. 

"Apakah uangnya benar-benar sampai ke masyarakat atau tidak? Kita sering dengar bantuan tidak tepat sasaran. Jadi mekanismenya harus jelas, transparan, dan gampang diakses publik. Kalau itu bisa dibuktikan, pasti banyak orang yang mau ikut," katanya. 

Berbeda dengan Edi, Enung (40) mengaku keberatan dengan program baru ini. Program seperti ini, ujarnya, rawan disalahgunakan.

"Terus terang saya kurang setuju. Seribu memang kecil, tapi kalau tiap hari dikumpulkan se-Jawa Barat kan jumlahnya besar sekali. Kalau tidak ada pengawasan ketat, ya rawan dikorupsi," ujar Enung, warga Kecamatan Soreang, ini.

Enung berharap Pemprov Jabar bisa mengkaji kembali kebijakan tersebut, terutama pada mekanisme pengawasannya.

Sumber: Tribunnews
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved