Berita Viral

Empat Fakta Kebijakan Dedi Mulyadi Minta ASN dan Warga Donasi Rp1000 Per Hari, Panen Kritikan

Deretan fakta soal donasi Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menggagas program "Rereongan Sapoe Sarebu" berupa  iuran Rp1.000 per hari untuk

Penulis: Laily Fajrianty | Editor: Moch Krisna
(Kompas.com/Faqih Rohman Syafei)
DEDI MULYADI - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi saat ditemui di Makodam III Siliwangi, Jalan Aceh, Kota Bandung, Minggu (5/10/2025). 

TRIBUNSUMSEL.COM - Deretan fakta soal donasi Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menggagas program "Rereongan Sapoe Sarebu" berupa  iuran Rp1.000 per hari untuk memperkuat pemenuhan hak dasar di bidang pendidikan dan kesehatan masyarakat kurang mampu.

SE itu ditandatangani secara elektronik oleh Dedi pada 1 Oktober 2025 dan ditujukan kepada Bupati/Wali Kota se-Jawa Barat, Kepala Perangkat Daerah di lingkungan Pemda Provinsi Jabar, serta Kantor Wilayah Kementerian Agama Jabar.

Berikut faktanya yang dirangkum Tribunsumsel.com, Senin (6/10/2025).

 

1. Bersifat Sukarela

Program ini bersifat sukarela, namun surat edaran resmi telah dikirim ke bupati, wali kota, dan instansi pemerintah se-Jawa Barat.

Donasi dikumpulkan di unit kerja, sekolah, atau komunitas. Dana disalurkan melalui rekening khusus di Bank BJB. Pengelolaan dilakukan secara transparan oleh penanggung jawab lokal.

Nantinya, dana akan digunakan untuk biaya sekolah, seragam, buku untuk pelajar kurang mampu. Pengobatan warga yang tidak memiliki BPJS atau akses medis. 

Dedi Mulyadi menegaskan tidak ada kebijakan pemerintah provinsi yang mewajibkan pengumpulan uang Rp 1.000 dari masyarakat, ASN, atau pelajar. 

Menurut Dedi, ajakan itu murni gerakan sukarela untuk menumbuhkan solidaritas sosial. 

"Yang ada adalah gubernur mengajak, menghimbau seluruh jajaran pemerintah untuk sama-sama membangun solidaritas sosial," ujar Dedi dalam rekaman video yang diterima Kompas.com, Senin (6/10/2025). 

Ia menjelaskan, ajakan tersebut berangkat dari keprihatinan terhadap warga yang kesulitan memenuhi biaya pendukung saat berobat, meski layanan rumah sakit saat ini sudah gratis.

"Banyak orang yang rumah sakitnya gratis tetapi tidak punya biaya untuk ongkos ke rumah sakitnya. Tidak punya biaya untuk nungguin di rumah sakitnya. Tidak punya biaya untuk bolak-balik kemoterapi," kata Dedi.

Dedi mendorong gerakan gotong royong dimulai dari tingkat RT. Warga bisa menabung seribu rupiah per hari di kotak kecil di depan rumahnya, seperti tradisi jimpitan. Dana tersebut kemudian dikelola bendahara lingkungan dan digunakan membantu warga yang kesulitan. 

"Setiap bulan harus dilaporkan pada seluruh penyumbang. Di setiap RT sudah ada grup WA sekarang. Di RW ada grup WA. Sangat mudah," ucapnya.

Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved