SMAN 5 memiliki 12 ruang kelas untuk siswa kelas I, dengan kapasitas maksimal 36 orang per kelas.
Namun, hasil pengecekan pada 21 Juli menemukan setiap kelas terisi hingga 43 murid.
"Saya temukan harusnya satu ruang belajar 36 murid, ternyata ada 43 murid tiap kelas," jelas Bihan.
Salahkan Operator dan Warga Bihan menilai permasalahan terjadi karena banyak masyarakat yang langsung menemui operator penerimaan. Menurutnya, hal itu membuat jumlah siswa membengkak di luar aturan.
"Kesalahannya terletak pada berbondong-bondongnya masyarakat menemui operator. Saya sudah ingatkan operator untuk tidak menambah calon siswa, namun itu masih dilanggar," ujarnya dalam rapat bersama orangtua, DPRD, dan Pemprov Bengkulu.
Meski begitu, Bihan membantah mengetahui adanya dugaan permainan uang dalam penerimaan siswa baru.
"Enggak tahu saya kalau ada permainan uang," tegasnya.
Hingga kini, belum ada kepastian solusi bagi 72 siswa yang sudah terlanjur belajar namun tak tercatat dalam Dapodik.
Para orangtua berharap pemerintah daerah dan pihak sekolah segera mengambil langkah agar anak-anak mereka bisa kembali belajar tanpa beban.
Nasib 42 Siswa
Selain itu, Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu bersama pihak sekolah dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) membentuk tim khusus untuk menempatkan 42 siswa yang menjadi korban carut marut Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMAN 5 Kota Bengkulu.
Tim ini diharapkan dapat memastikan seluruh siswa tetap bersekolah tanpa melanggar aturan yang berlaku.
Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu bersama pihak terkait sepakat membentuk tim khusus untuk menangani kasus tersebut.
Hal ini terungkap usai rapat konsolidasi tertutup dengan pihak sekolah dan Dikbud Provinsi Bengkulu, yang juga diikuti oleh wali murid 42 siswa, Rabu (20/8/2025).
Anggota DPRD Provinsi Bengkulu, Sri Astuti, mengatakan tim ini terdiri dari perwakilan berbagai pihak agar keputusan yang diambil lebih adil.