Sidang Korupsi PUPR OKU

Peran Kepala BPKAD OKU di Rapat Pembahasan Kasus Fee Pokir DPRD Dicecar Oleh Jaksa KPK Dalam Sidang

Penulis: Rachmad Kurniawan
Editor: Slamet Teguh
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

SIDANG - Tiga orang saksi kasus dugaan korupsi fee proyek pokir DPRD OKU dengan terdakwa Nopriansyah mantan Kadis PUPR bersama tiga anggota DPRD OKU Umi Hartati, Ferlan Juliansyah dan M Fahrudin memberi keterangan saat sidang di PN Palembang, Rabu (20/8/2025). Jaksa KPK tanyakan peran Kepala BPKAD OKU Setiawan.

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Jaksa KPK RI menanyakan perihal kapasitas Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) OKU, Setiawan, yang diduga 'mendorong' agar rapat pembahasan anggaran pokir mencapai kuorum.

Hal tersebut ditanyakan jaksa saat sidang pemeriksaan saksi kasus dugaan korupsi proyek Pokok Pikiran (Pokir) DPRD OKU yang menjerat empat orang terdakwa Nopriansyah dkk, di Pengadilan Negeri Palembang, Rabu (20/8/2025).

Persidangan hari itu beragendakan pemeriksaan enam saksi, di antaranya mantan Pj Bupati OKU M Iqbal Alisyahbana, Wakil Ketua DPRD OKU Rudi Hartono dan Parwanto.

Jaksa KPK menanyakan peran Setiawan kepada saksi Rudi Hartono, yang disebut Setiawan turut mengundang anggota DPRD untuk hadir dalam rapat pembahasan anggaran, bahkan di luar jalur kedinasan.

Saksi Rudi Hartono mengaku pernah dipanggil Setiawan ke salah satu hotel di Baturaja.

Tujuannya, agar anggota DPRD bisa hadir penuh dalam rapat sehingga tercapai kuorum.

"Saya tiba-tiba dihubungi untuk hadir dan ketika sampai disana sudah ada Kadis PUPR Nopriansyah dan pak Setiawan," ujar Rudi dalam sidang.

Namun Rudi menegaskan ia tidak mengetahui kapasitas resmi Setiawan untuk mengundangnya.

"Kurang paham saya pak," sambungnya.

Baca juga: Sidang Kasus Fee Pokir DPRD OKU, M Iqbal Alisyahbana Ngaku Tak Pernah Sebut Soal Dana Aspirasi

Baca juga: Keluar Duit Miliaran, 2 Pemberi Suap Kasus Fee Pokir DPRD OKU Divonis 1,5 Tahun dan 2 Tahun Penjara

Lalu kesaksian M Iqbal Alisyahbana, Pj Bupati OKU saat itu, menilai dinamika politik menjelang Pilkada menjadi faktor utama lambatnya pengesahan RAPBD 2025.

Menurutnya, DPRD terbelah ke dalam dua kubu besar, yakni Kubu Bertaji (Bersama Teddy–Marjito) dan Kubu YPN YESS (Yudi Purna Nugraha–Yenny Elita).

Perpecahan inilah yang membuat rapat-rapat tidak kuorum hingga berimbas pada proyek pokir senilai Rp 45 miliar.

Dalam kasus ini diketahui keempat terdakwa disebut menerima uang suap senilai Rp 3,7 miliar dari M Fauzi alias Pablo dan Ahmad Sugeng Santoso.

Jaksa penuntut umum KPK RI menjerat keempatnya dengan dakwaan primair pasal 11 UU Nomor 31 RI Tahun 1999 tentang Tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 KUHP. Serta dakwaan subsider pasal 12 huruf a dan huruf b UU nomor 31 RI tahun 1999 Jo Pasal 55 KUHP.

Keempat terdakwa dijerat pasal tersebut karena sebagai penerima suap dari Ahmad Sugeng Santoso dan M Fauzi alias Pablo yang sudah disidangkan terlebih dulu.

"Bahwa perbuatan terdakwa bersama dengan Umi Hartati, Ferlan Juliansyah, dan M Fahrudin menerima uang sejumlah Rp 1,5 miliar dari Ahmad Sugeng Santoso dan Rp 2,2 miliar dari M Fauzi alias Pablo. Perbuatan terdakwa melanggar, sebagaimana diatur pasal 11 dan 12 huruf a dan huruf b Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 KUHP, " ujar jaksa KPK saat membaca dakwaan, pada 4 Agustus 2025 lalu.

 

 

 

Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News

Ikuti dan bergabung dalam saluran whatsapp Tribunsumsel.com

Berita Terkini