Dokter RSUD Sekayu Dianiaya

Polisi Segera Tetapkan Tersangka Kasus Dokter RSUD Sekayu Dimaki-Dipaksa Keluarga Pasien Buka Masker

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PENETAPAN TERSANGKA -- Kasat Reskrim Polres Muba AKP M Afhi Abrianto didampingi Kanit Pidsus IPTU Dobi saat ditemui setelah upacara HUT RI Ke-80 di Lapangan Rumah Dinas Bupati Muba, Minggu (17/8/2025). Dobi mengatakan akan ada penetapan tersangka kasus viral dokter RSUD Sekayu diintimidasi keluarga pasien.

TRIBUNSUMSEL.COM, SEKAYU -- Kasat Reskrim Polres Muba, AKP M Afhi Abrianto mengatakan pihaknya akan segera melakukan penetapan status tersangka terkait insiden persekusi nakes di RSUD Sekayu.

Kasus tersebut kini dalam tahap penyelidikan dan Polres Muba telah memanggil pihak-pihak terkait, dalam hal ini pelapor dan terlapor untuk diperiksa dan dimintai keterangan.

Untuk kasus ini, penyidik menggunakan Pasal 335 KUHP yang mengatur tentang tindak pidana pemaksaan.

Lebih spesifik, pasal ini mengatur tentang perbuatan memaksa orang lain untuk melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan. 

Dikatakan Afhi, saksi dari pelapor yang dipanggil mulai dari perawat, petugas keamanan hingga direksi rumah sakit.

Sementara dari terlapor juga sudah dipanggil dan masih menunggu pengembangan kasus sembari menunggu penetapan tersangka.

"Sekarang masih dalam pemeriksaan saksi dan secepatnya akan penetapan tersangka. Sampai saat ini belum ada tahap mediasi, jadi kasus ini masih berjalan sesuai SOP," ujarnya, Minggu (17/8/2025).

Baca juga: Pertemuan Tak Hentikan Proses Hukum, RSUD Sekayu Pastikan Laporan dr Syahpri ke Polisi Tetap Jalan

Baca juga: Reaksi dr. Tirta Soal Kasus Menimpa Dokter RSUD Sekayu yang Diintimidasi Keluarga Pasien VIP

Disinggung mengenai terlapor, pihaknya telah melakukan pemeriksaan pada Jumat lalu, dan terlapor memenuhi panggilan. 

"Terlapor sudah kita panggil dan memenuhi panggilan yang kita sampaikan. Sampai saat ini masih berjalan penyelidikan," ungkapnya.

Selain memeriksa keempat saksi, Polres Muba juga melakukan olah TKP untuk menyelidiki peristiwa tersebut.

"Masyarakat tidak perlu khawatir, karena proses penyelidikan kasus pemaksaan dengan ancaman kekerasan ini akan terus berjalan. Konstruksi pasal yang diterapkan dalam kasus ini adalah pasal 335 KUHP yakni pemaksaan dengan ancaman kekerasan," jelasnya.

Kemenkes Turun Tangan

Kementerian Kesehatan RI mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh keluarga pasien terhadap dr. Syahpri Putra Wangsa, Sp.PD, yang saat itu tengah menjalankan tugas pelayanan kesehatan di RSUD Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. 

Diketahui dr. Syahpri dipaksa oleh keluarga pasien untuk melepas masker dan mendapatkan kekerasan verbal.

Tindakan ini telah menghalangi dr. Syahpri dalam menjalankan prosedur pencegahan penularan penyakit infeksius yang merupakan bentuk kekerasan verbal dan berpotensi membahayakan keselamatan semua pihak. 

"Saya turut prihatin terhadap kejadian kekerasan verbal dan fisik yang dialami oleh dokter Syahpri di RSUD Sekayu, Provinsi Sumatera Selatan," kata Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin dalam keterangan video yang diposting di media sosial @bgsadikin.

Menurutnya, pada tanggal 12 Agustus kemarin, beliau mendapatkan tindakan kekerasan secara verbal dan fisik oleh keluarga pasien. 

"Saya ingin menegaskan kembali kepada seluruh masyarakat Indonesia bahwa kekerasan dan pelecehan terhadap siapapun tidak dapat ditolerir," katanya

Menteri Kesehatan sangat menghargai tenang medis seperti Dokter Syahpri, seorang dokter subspesialis yang bersedia bersedia mengabdi di Kabupaten Sekayu yang berlokasi 4 jam tempuh dari kota Palembang mendapat perlakuan tersebut.

 Tenang medis berhak untuk mendapatkan perlindungan dan rasa aman, saat menjalankan tugas dan setiap bentuk kekerasan tidak dapat dibenarkan dalam kondisi apapun. 

Saat ini, saya sudah menugaskan tim Kemenkes untuk memberi dukungan penuh terhadap langkah hukum yang diambil oleh dokter Syahpri dan RSUD Sekayu. Saya dukung sepenuhnya kasus ini harus dituntaskan melalui jalur hukum untuk memberikan efek jera," katanya. 

Sementara itu berdasarkan rilis dari kementerian kesehatan, menegaskan keselamatan dan keamanan tenaga kesehatan dilindungi oleh undang-undang. Hal itu diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Tenaga kesehatan dan tenaga medis berhak mendapatkan perlindungan hukum dalam menjalankan tugasnya, yang dijamin oleh undang-undang.

Ia juga menjelaskan dokter dalam menjalankan tugas berdasarkan standar profesi, prosedur operasional baku (SOP), dan standar pelayanan kesehatan yang berlaku di masing-masing fasilitas kesehatan.

Fasilitas kesehatan, lanjutnya, harus menjadi tempat yang aman, tidak hanya bagi pasien tetapi juga bagi para tenaga medis yang bekerja di dalamnya.

Lebih lanjut, Kemenkes mengimbau masyarakat agar menghormati profesi tenaga kesehatan dan tidak bertindak di luar batas jika merasa tidak puas terhadap pelayanan.

"Jika masyarakat mengalami ketidakpuasan dalam pelayanan, kami mohon agar tidak menggunakan cara-cara kekerasan," kata Menkes.

Menkes berharap insiden serupa tidak kembali terjadi di fasilitas kesehatan lainnya. Ia mengajak semua pihak untuk menciptakan lingkungan pelayanan yang aman, bermartabat, dan saling menghormati.

Tim Kemenkes saat ini sudah berada di Sekayu sebagai bentuk dukungan terhadap proses hukum yang diambil oleh dr Syahpri.

Penjelasan Keluarga Pasien

Setelah viral video dokter di RSUD Sekayu Muba, Sumsel bernama dr Syahpri Putra Wangsa yang dimaki dan dipaksa melepas masker oleh keluarga pasien. Kini, Ismet Syaputra, keluarga pasien tersebutpun muncul dan memberikan penjelasan.

Ia mengaku kecewa karena sang ibu yang dirawat di RSUD Sekayu harus menunggu dokter hingga empat hari sejak masuk rumah sakit.

Padahal ia ingin mendapatkan pelayanan cepat sehinga menempatkan ibunya di kamar VIP.

 “Kami datang hari Jumat, rujukan dari Klinik Smart Medica. Ibu saya dirawat karena diabetes komplikasi. Kondisinya membaik, sadar, demam turun, gula darah stabil setelah dirawat di RSUD Sekayu. Tapi kami diminta menunggu dokter sampai hari Selasa,” ujar Ismet, Rabu (13/8/2025).

Menurutnya, pelayanan yang diberikan tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan.

Ingin pelayanan VIP yang diterima sama seperti pelayanan BPJS. 

“Kami memilih pelayanan umum atau VIP karena ingin pelayanan maksimal. Kalau dokter tidak ada saat akhir pekan, apa bedanya dengan BPJS. Sedangkan VIP saja seperti ini,” ungkapnya.

Kekecewaan Ismet bertambah ketika mengetahui hasil pemeriksaan dahak ibunya yang ia klaim sudah tersedia sejak Sabtu, namun baru dicek pada Selasa.

 Saat menanyakan tindak lanjut perawatan, ia mengaku hanya mendapat jawaban untuk bersabar.

“Bagaimana saya bisa bersabar melihat ibu saya terbaring sakit. Saya tersulut emosi dan meminta dokter melepas masker untuk memastikan beliau benar dokter atau bukan,” ungkap Ismet.

Ismet menilai, pengalaman ini menjadi catatan penting bagi pihak rumah sakit agar pasien VIP benar-benar mendapat pelayanan sesuai harapan. 

"Kalau statusnya VIP, mestinya penanganan dan fasilitasnya juga maksimal, bukan malah menunggu berhari-hari,”ungkapnya.

Penjelasan dr Syahpri

Sementara itu, dr Syahpri, mengatakan situasi mulai memanas saat ia hendak memasuki ruangan perawatan. 

"Perawat menyampaikan kepada saya keluarga pasien emosi. Perawat yang bertugas memberi tahu bahwa keluarga pasien sedang marah-marah. Saat itu saya minta perawat siaga,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa perawat dan dokter jaga adalah perpanjangan tangan dokter penanggung jawab atau spesialis, karena tidak mungkin selalu berada di rumah sakit setiap saat. 

"Saya meminta keluarga pasien bersabar dan menjelaskan alasan tetap memakai masker. Kenapa saya memakai masker, karena dari hasil rontgen dan radiologi ditemukan bercak pada paru-paru pasien yang diindikasikan TBC, salah satu penyakit yang sulit ditangani. Pemakaian masker itu SOP pemeriksaan indikasi penyakit TBC,” jelasnya.

Syahpri mengaku sempat meminta satu perawat bersiap merekam dan perawat lainnya memanggil petugas keamanan. 

“Dalam perjalanan medis, kami sering mendapat ancaman, jadi perlu antisipasi. Keluarga pasien tetap meminta saya melepas masker, saya bilang kalau buka masker di luar saja sesuai SOP. Tapi mereka tetap memaksa dan melepas masker saya,” tuturnya.

Setelah kejadian itu, ia meminta petugas keamanan untuk berjaga di sekitar tenaga kesehatan karena keluarga pasien masih menunjukkan emosi. 

"Saya minta petugas keamanan untuk menjaga perawat karena saat itu masih emosi, saya khawatir terhadap adik-adik nakes yang semuanya perempuan,"tutupnya.

Terpisah, Plt Direktur RSUD Sekayu drg Dina Krisnawati Oktaviani MKes menyebutkan pasca kejadian tersebut pasien atas nama Rita yang merupakan keluarga yang melakukan tindakan kepada dokter telah mendapat perawatan.

"Pasien atas nama Rita masih dilakukan perawatan di RSUD Sekayu diruangan VIP, pelayanan maksimal tetap kita berikan. Kita  kesampingkan dahulu peristiwa ini, karena layanan kesehatan harus tetap diberikan kepada pasien,"ungkpanya. 

Viral

Media sosial dihebohkan dengan video berdurasi 41 detik yang diunggah akun media sosial Muba Akor  memicu perdebatan publik. 

Rekaman tersebut memperlihatkan momen di ruang perawatan RSUD Sekayu, saat seorang dokter tengah memeriksa pasien, namun mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari keluarga pasien.

Dalam video, terlihat keluarga pasien meminta dokter melepas masker yang dikenakannya.

Permintaan tersebut ditolak secara halus oleh sang dokter karena bertentangan dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) rumah sakit. 

Namun, situasi memanas ketika salah satu anggota keluarga pasien diduga memegang bagian belakang leher dokter sambil memaksa membuka masker.

Meski akhirnya dokter tersebut membuka maskernya, tindakan itu dilakukan dalam tekanan, dengan tangan keluarga pasien masih terlihat menyentuh tubuhnya.

Momen ini sontak menuai kecaman dari warganet yang menilai tindakan tersebut sebagai bentuk ketidaksopanan dan pelanggaran terhadap hak tenaga kesehatan.

Komentar publik pun membanjiri unggahan video tersebut. Akun @Apri Yanti menulis,

“Setiap tindakan pasti ada SOP. Walaupun kita mau, kita juga harus mengikuti prosedur. Sangat disayangkan tindakan itu, padahal bisa dikomunikasikan dengan baik.”

Akun @Ardie Bewe turut menyuarakan dukungan,

“Dokter itu benar, RSUD harus klarifikasi. Tidak boleh dokter dipaksa membuka masker saat bekerja, apalagi dengan cara seperti itu.”

Sementara akun @Iin Parlina menyampaikan,

“Saya tahu dr. Syafri, beliau subspesialis. Dokternya baik, sekolahnya jelas. Tolak segala bentuk ketidaksopanan dan kekerasan terhadap tenaga kesehatan.”

Mayoritas netizen berharap kejadian serupa tidak terulang, dan menegaskan pentingnya kenyamanan serta perlindungan bagi tenaga medis dalam menjalankan tugasnya.

 

 

Baca artikel menarik lainnya di Google News

Ikuti dan bergabung di saluran WhatsApp Tribunsumsel

Berita Terkini