Laporan wartawan Sripoku.com Apriansyah
TRIBUNSUMSEL.COM,PALI - Pemerintah Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) tak main-main dalam upayanya menjadikan Candi Bumi Ayu sebagai ikon wisata sejarah dan budaya.
Melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Pemkab PALI menggelar diskusi terpumpun bertajuk “Candi Bumi Ayu ke Depan” yang dilangsungkan di Gedung Koleksi Candi Bumi Ayu, Kecamatan Tanah Abang, Selasa (22/7/2025).
Diskusi ini menghadirkan berbagai narasumber dan pemangku kepentingan, mulai dari pakar budaya, tokoh masyarakat, hingga akademisi, sebagai bentuk komitmen lintas sektor dalam pengembangan situs bersejarah ini.
Dalam paparannya, peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dr. Sondang M. Siregar, menjelaskan bahwa Candi Bumi Ayu merupakan satu dari sedikit kompleks percandian Hindu tertua yang ada di Sumatera Selatan.
Bahkan, posisinya sangat strategis dalam jejak peradaban Hindu di Nusantara bagian barat.
“Candi ini merupakan bukti nyata eksistensi peradaban Hindu di Sumatera, bahkan sebelum Majapahit berkembang di Jawa. Keberadaan arca-arca seperti Durga Mahisasuramardhini, Ganesha, dan Agastya menunjukkan kekayaan kosmologi dan filosofi yang dapat dikembangkan sebagai daya tarik wisata edukatif,” ujar Sondang.
Ia menekankan pentingnya dokumentasi dan identifikasi arca yang belum diberi keterangan jelas agar bisa dimanfaatkan sebagai ikon visual Kabupaten PALI.
“Penting untuk mengidentifikasi secara rinci seluruh arca yang ada di situs ini. Jangan sampai tinggal sebagai artefak diam, tapi harus hidup dalam narasi publik dan promosi wisata,” katanya.
Baca juga: Dipadati Ribuan Pengunjung, Candi Bumi Ayu di Pali Jadi Primadona Wisatawan Saat Libur Lebaran
Baca juga: Mengenal Festival Candi Bumi Ayu di PALI, Bakal Digelar Akhir Mei 2024
Senada dengan Sondang, Kristanto Jannuardi selaku Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VI Sumsel menilai bahwa Candi Bumi Ayu menyimpan potensi ekonomi dan kebudayaan yang sangat besar.
Menurutnya, pengembangan kawasan cagar budaya ini tidak cukup hanya dari aspek pelestarian situs, namun juga perlu dukungan dari sisi infrastruktur pariwisata.
“Kawasan Candi Bumi Ayu ke depan bisa didesain lebih interaktif dan ramah wisatawan. Misalnya, dengan membangun taman tematik, spot swafoto yang bernuansa sejarah, panggung terbuka budaya, serta tempat penginapan dan sentra oleh-oleh,” jelas Kristanto.
Ia juga mendorong adanya pembuatan buku panduan situs yang mudah dipahami oleh pelajar dan wisatawan umum, agar edukasi sejarah tidak terasa kaku.
“Kalau bisa dibuat dalam bentuk visual storytelling yang menarik, bahkan bisa dikembangkan ke bentuk film pendek atau animasi edukatif,” tambahnya.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten PALI, Novita Febriyanti, menegaskan bahwa diskusi ini merupakan langkah awal konkret menuju revitalisasi dan promosi Candi Bumi Ayu sebagai destinasi unggulan.
“Kami ingin Candi Bumi Ayu menjadi ikon Kabupaten PALI, tidak hanya secara fisik tapi juga dalam ingatan kolektif masyarakat. Kami akan mulai dari edukasi, termasuk memperkenalkan nama-nama arca dan sejarah candi kepada pelajar dan warga sekitar,” terang Novi.
Menurutnya, kerja sama antara pemerintah ,masyarakat, dan lembaga budaya menjadi kunci keberhasilan pengembangan situs ini secara berkelanjutan.
Diskusi yang berlangsung hangat dan interaktif itu juga dihadiri sejumlah tokoh, di antaranya Camat Tanah Abang H. Darmawan, SH, Kepala Desa Bumi Ayu Saprin, Kepala Desa Tanah Abang Selatan Ahmad Sartono, SH, serta Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Andi Patahhila, dan Kepala SMPN 1 Tanah Abang Suparmanto.
Sementara itu, tokoh masyarakat setempat juga turut menyampaikan harapan agar pengembangan kawasan Candi Bumi Ayu turut menyentuh kepentingan warga, terutama dalam hal pemberdayaan ekonomi dan keterlibatan aktif masyarakat lokal dalam kegiatan wisata.
“Kami siap mendukung, asal pelestarian ini juga memberi ruang bagi warga untuk ikut ambil bagian, seperti menjadi pemandu wisata, pengrajin suvenir, atau pengelola homestay,” ungkap seorang tokoh masyarakat yang hadir dalam forum diskusi tersebut.
Diskusi ini diharapkan bukan menjadi ajang seremonial belaka, tetapi sebagai tonggak awal penguatan identitas budaya lokal dan peningkatan ekonomi masyarakat melalui sektor pariwisata berbasis sejarah.
Jika dikelola dengan serius dan inklusif, bukan tak mungkin Candi Bumi Ayu akan bersinar menjadi Borobudur-nya Bumi Serepat Serasan.
Baca berita Tribunsumsel.com lainnnya di Google News
Ikuti dan bergabung dalam saluran whatsapp Tribunsumsel.com