Berita OKU Timur

Hadapi Musim Kemarau Basah, BPBD OKU Timur Imbau Masyarakat Tak Lengah dengan Potensi Karhutla

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

WASPADA KEMARAU BASAH -- Kepala Bidang Kedaruratan BPBD OKU Timur, Budi Widianto, memberikan keterangan terkait kesiapsiagaan menghadapi musim kemarau basah, Rabu (11/6/2025). Meski curah hujan masih terjadi, BPBD tetap siaga mengantisipasi potensi Karhutla dan bencana hidrometeorologi lainnya.

TRIBUNSUMSEL.COM, MARTAPURA - Kabupaten OKU Timur secara resmi telah memasuki musim kemarau.

Namun berbeda dari musim kering pada umumnya, kemarau kali ini tidak sepenuhnya kering.

Fenomena cuaca yang disebut kemarau basah tengah berlangsung, membawa nuansa berbeda dalam upaya mitigasi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di wilayah tersebut.

Kepala Bidang Kedaruratan BPBD OKU Timur, Budi Widianto, menjelaskan bahwa meskipun secara kalender musim kemarau telah tiba, kenyataan di lapangan menunjukkan masih tingginya potensi hujan di sejumlah wilayah.

“Status saat ini adalah kemarau basah. Jadi meski kita sudah masuk kemarau, hujan masih turun, bahkan di beberapa daerah intensitasnya masih cukup tinggi,” ujar Budi saat ditemui pada Rabu (11/6/2025).

Fenomena kemarau basah menjadi perhatian serius karena bisa menimbulkan persepsi keliru di masyarakat bahwa risiko kebakaran lahan menurun.

"Fenomena kemarau basah, bukan hanya menyisakan kelembaban tanah. Lebih dari itu, kondisi atmosfer yang labil justru membuka peluang terjadinya bencana lain, seperti angin puting beliung, yang kerap muncul tiba-tiba saat peralihan cuaca," ujarnya. 

Lanjut kata Budi, kondisi ini juga dapat menciptakan pola cuaca yang sulit diprediksilahan bisa cepat mengering dalam waktu singkat saat hujan berhenti, kemudian mudah terbakar jika ada percikan api.

“Meskipun ada hujan, risiko Karhutla tetap ada dan tidak bisa diabaikan. Karena itulah, kami tetap menetapkan status siaga bencana Karhutla, meski saat ini masih di level Siaga 3 atau status normal,” jelasnya.

Untuk diketahui, skala kesiapsiagaan Karhutla dibagi dalam empat level: Siaga 3 (Normal), Siaga 2 (Waspada), Siaga 1 (Siaga Darurat), dan Darurat.

Meski belum ada peningkatan status, BPBD OKU Timur telah menyiagakan seluruh sumber daya yang dimiliki.

Sebanyak 25 personel Tim Reaksi Cepat (TRC) disiagakan penuh selama 24 jam, dibagi menjadi dua regu untuk memastikan kesiapsiagaan setiap waktu.

Di sisi peralatan, BPBD mengerahkan dua unit pompa besar, satu pompa kecil, dua pompa apung, satu unit mobil suplai air, serta dua unit tangki lapangan berkapasitas 2.000 liter.

“Fokus kami adalah respons cepat. Alat dan personel siaga di titik strategis, dan koordinasi lintas sektor terus kami perkuat,” tutur Budi.

Koordinasi ini mencakup sinergi bersama pemerintah kecamatan, TNI-Polri, serta Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan.

Hal ini penting untuk mempercepat deteksi dini dan penanganan titik api jika muncul.

Berdasarkan pemetaan BPBD, sejumlah wilayah di OKU Timur masih tergolong rawan Karhutla, khususnya yang berada di sekitar perkebunan tebu, sawit, dan hutan tanam industri (HTI).

Beberapa perusahaan yang beroperasi di zona tersebut antara lain PT LPI dan PT Campang Tiga di Cempaka, PT Laskar di BP Bangsa Raja, PT PSM di Belitang, PT MHP di Martapura, serta PT PMK di Kecamatan Bunga Mayang.

“Perusahaan-perusahaan ini umumnya sudah memiliki tim pemadam internal, namun tetap kami pantau dan ajak koordinasi agar upaya pencegahan dan penanganan bisa berjalan maksimal,” ujar Budi.

Selain itu, terdapat wilayah lahan gambut seluas kurang dari 500 hektare yang tersebar di Semendawai Barat, Madang Suku I, dan Cempaka.

Wilayah-wilayah ini juga menjadi prioritas pengawasan karena sifat lahan gambut yang mudah terbakar dan sulit dipadamkan.

Di tengah kondisi kemarau basah ini, Budi mengimbau masyarakat untuk tetap waspada dan tidak melakukan pembakaran lahan atau aktivitas yang berpotensi menimbulkan api, meski hujan masih turun sesekali.

“Cuaca bisa berubah dalam hitungan hari. Begitu hujan berhenti dan angin kering datang, api bisa menjalar dengan cepat. Karena itu, kami harap masyarakat turut serta menjaga lingkungan,” pungkasnya.

Fenomena kemarau basah memang membawa harapan akan jeda dari kekeringan, namun juga menyimpan risiko tersembunyi. Karena itu, kesiapsiagaan adalah kunci untuk menghindari bencana.

 

 

Baca artikel menarik lainnya di Google News

Ikuti dan bergabung di saluran WhatsApp Tribunsumsel

Berita Terkini