"Masakan dimasak terlalu awal dan tidak segera dikirim. Akibatnya, makanan tidak lagi dalam kondisi layak saat dikonsumsi," ungkap Dadan.
Kelalaian dalam proses distribusi diperparah dengan pemilihan bahan baku yang kurang ketat.
Dadan mencontohkan kasus di PALI, di mana ikan yang digunakan telah melalui proses pembekuan dan pemanasan berulang kali sebelum akhirnya disajikan.
"Di PALI, ikan diterima hari Jumat dan masuk freezer. Saat dimasak hanya setengah matang, lalu dibekukan lagi, baru kemudian diolah. Meski hasil tes menunjukkan layak konsumsi, kenyataan di lapangan menunjukkan sebaliknya," jelasnya.
Kondisi ini menunjukkan pentingnya pengawasan dan SOP dalam pengadaan dan penyajian makanan bergizi yang seharusnya menjadi program unggulan nasional.
Dadan menyatakan, pihaknya kini memperbaiki SOP dengan mewajibkan Satuan Pelaksana Program Gizi (SPPG) lebih selektif dalam memilih bahan makanan, terutama yang segar.
Ia juga menegaskan pentingnya pengaturan waktu distribusi agar makanan dikonsumsi dalam kondisi aman.
"Makanan harus sampai maksimal 15 menit sebelum jam makan. Tidak boleh ada penundaan, dan makanan harus dikonsumsi dalam 15–30 menit setelah diterima," tegasnya.
Hindari Ikan Tongkol dan Udang
Ketua DPD Perkumpulan Penyelenggara Jasa Boga Indonesia (PPJI) Sumatera Selatan (Sumsel) Evie Hadenli, menyayangkan terjadinya keracunan massal makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menimpa siswa di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Senin (5/5/2025) lalu.
Menurutnya soal keracunan makanan tersebut masih menunggu hasil BPOM, dari mana asalnya.
"Kita menyesalkan kejadian itu, dan hasilnya kita belum tahu masih nunggu hasil BPOM, dan kita belum berkomentar, " kata Evie, Selasa (6/5/2025).
Dijelaskan Evie, selama ini PPJI selalu melakukan pengawasan rutin ke tempat- tempat mitra program MBG yang ada di Sumsel, agar dalam pemberian makanan kepada penerima sudah sesuai SoP.
"Kalau pengawasan rutin yayasan selalu keliling, dan kita sudah sering menghimbau SPPI dan Ahli Gizi, untuk ikan tonkol agar dihindari karena ada racun. Jadi, kami ajarkan makanan dihindari itu seperti ikan tongkol dan udang karena kita tahu agak riskan, kalau tidak bisa mengelolanya takut. Nah kalau ikan Gabus dan patin lebih aman, " jelasnya.
Dijelaskan Evie, para mitra diharapkan kedepan bisa lebih hati- hati dan memang lebih memperhatikan bahan makanan yang diolah, karena ini proyek pemerintahan dan harus ada pengawasan lebih ketat.
"Kami rutin dari yayasan selalu keliling mengawasi, kami berbagi tugas ini juga habis ngecek dapur di Kayu Agung, dan berbagi tugas teman lainnya di Sekayu dan Baturaja. Jadi kami ini bahasanya keliling terus, " capnya.