TRIBUNSUMSEL.COM - Kembali masuknya Sandi Butar Butar sebagai petugas Pemadam Kebakaran (Damkar) Kota Depok kini justru menimbulkan masalah baru.
Sandi sebelumnya sempat tidak diperpanjang kontraknya setelah videonya yang mengungkap kondisi alat operasional Damkar Depok yang rusak viral di media sosial.
Berkat Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dan Wali Kota Depok Supian Suri, Sandi Butar Butar akhirnya bisa bekerja lagi di tempat lamanya.
Baca juga: Dedi Mulyadi Turun Tangan, Nasib Sandi Butar Butar Kini Kembali Jadi Damkar, Status Naik PPPK
Baru-baru ini, Sandi curhat mengaku menerima empat surat peringatan (SP) setelah kembali bekerja di Dinas Pemadam Kebakaran Depok.
“Iya betul. Saya baru masuk tanggal 10 (Maret) tapi mendapat SP sudah empat surat,” ujar Sandi saat dikonfirmasi Kompas.com, Minggu (23/3/2025).
Sandi disebut telah melanggar pasal 10 ayat G dalam surat perjanjian kontrak karena menggunakan fasilitas dinas tanpa izin pimpinan.
Ia juga dituding mengoperasikan unit tempur milik Mako Kembang tanpa izin pada 18 Maret 2025.
Surat bernomor 800/30 BJS tersebut diterbitkan oleh Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Unit Pelaksana Teknis Bojongsari dan ditandatangani oleh Kepala UPT Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kecamatan Bojongsari, Munadi.
“Kami memberi peringatan kepada saudara Nama Sandi Butar Butar, status PKTT sudah melanggar Surat Perjanjian Kontrak Pasal 10 ayat g (Memakai fasilitas Kantor Dinas untuk kepentingan tertentu tanpa seizin pimpinan), hari Selasa tanggal 18 Maret 2025, mengoperasikan unit tempur milik mako kembang,” tulis keterangan surat tersebut.
Namun, Sandi membantah tuduhan itu.
Ia berdalih hanya membantu rekan-rekannya saat terjadi kebakaran.
“Karena membantu teman pas kebakaran. Mengontrol jaga mesin mobil. Di SP padahal setiap anggota pemadam saling bantu sudah lumrah,” ungkap dia.
Baca juga: Kata Dinas Damkar Soal Isu Sandi Butar Butar Diputus Kontrak karena Konten Viral, Hasil Evaluasi
Sandi juga mengungkapkan bahwa sejak awal kembali bekerja di Damkar Depok, ia merasa dipersulit, terutama terkait lokasi kerja dan aturan apel.
“Waktu pas awal saya masuk, saya ditempatkan di Bojongsari. Saya sudah bilang, saya tidak ada kendaraan dan pasti naik ojek. Mereka bilang iya, tapi faktanya enggak. Karena saya enggak ikut apel, saya minta keringanan waktu itu, dan mereka bilang sudah disiapkan. Tapi ternyata tetap di-SP,” ujar dia.
Sandi juga menuding adanya permainan dalam pengelolaan uang makan dan hak anggota di Damkar Depok.
Ia mengaku sempat diajak kerja sama untuk tidak membahas masalah tersebut dan dijanjikan uang tambahan Rp500 ribu per bulan, namun ia menolak.
“Saya hanya berkata kepada mereka, kalau hak anggota saya tidak mau. Sisanya, saya tutup mata, saya tidak mau yang penting hak anggota diberikan, Bang,” kata dia.
Akibat menolak, Sandi mengaku mendapat ancaman tidak diberikan gaji penuh dan Tunjangan Hari Raya (THR).