Sengketa di Griya Pesona Era

Kasus Sengketa Seperti di Griya Pesona Era Talang Jambe Palembang Disebut Sudah Sering Terjadi

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

SENGKETA - Perumahan Griya Pesona Era di Jalan AMD, Kelurahan Talang Jambe, Kecamatan Sukarami, Palembang, Kamis (6/2/2025). Kasus Sengketa Seperti di Griya Pesona Era Talang Jambe Palembang Disebut Sudah Sering Terjadi

TRUBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sumatera Selatan (Sumsel) Taufik Husni menyebut, pengaduan konsumen soal perkara perumahan masih sering terjadi setiap tahunnya.

Padahal kredit bank untuk perumahan dari bank- bank plat merah selama ini sudah memperketat aturan yang ada untuk memberikan kredit pada pengembangan bermasalah. 

"YLKI sering menemukan keluhan warga seperti ini, dan ini sering terjadi, bahkan menteri BUMN Erick Tohir sendiri pernah memberitahukan kepada Himpunan Bank- bank Negara (Himbara) untuk tidak menerima developer atau pengembang yang nakal atau tidak jelas. Apalagi track recordnya misal sudah tidak bagus, " kata Taufik, Jumat (7/2/2025).

Diterangkan Taufik, kasus yang menimpa warga di Perumahan Griya Pesona Era di Talang Jambe Palembang itu, tidak jauh berbeda dengan kasus yang dilaporkan warga selama ini, dan pastinya perlu pengawasan yang ketat dari perbankan sebelum mengucurkan kredit tersebut. 

"Kasus ini yang kesekian kali, bahwa developer dengan mudah dan gampangnya mengakui hak kepemilikan tanah tersebut dengan hak kepemilikan dia sendiri, atau dianggap sudah aman dan beres padahal bermasalah, " ucapnya. 

Husnipun mengaku selama ini sudah sering menyampaikan ke masyarakat, untuk lebih teliti dan hati- hati dalam membeli rumah, jangan mudah tertarik dengan fasilitas yang ditawarkan pengembang. 

"Tapi yang terpenting itu leader standing, legalitasi kepemilikan tanah itu seperti apa. Karena mau beli rumah itu ada sertifikat, tidak cukup beli rumah saja, ' capnya. 

Husnipun menhimbau kepada pemerintah dan pihak perbankan yang ada, untuk segera diselesaikan hal ini, karena yang dirugikan konsumen dalam hal ini masyarakat.

"Karena mengingat kerugian konsumen disini tidak sedikit, bahkan duit pensiun ditanamkan disini, yang merupakan tabungan mereka bertahun-tahun untuk bisa dapat rumah, tiba-tiba bermasalah seperti ini, " tandasnya.

Ditambahkan Husni, pihak menerima aduan masyarakat yang dirugikan tersebut

"Jika ada masyarakat yang belum didampingi pengacara, atau masyarakat yang dirugikan masalah seperti ini yang sangat banyak, nanti kita akan dampingi dan kita akan meminta pertanggungjawaban dari developer, termasuk juga pihak perbankan karena kelalaian pihak bank, tidak teliti memeriksa kebasahan atau legalitas dari pihak perbankan itu mengingat tanahnya bersengketa, apalagi dalam proses hukum PK (Peninjau Kembali) ahli waris memenangkannya, " tukas Husni. 

Lihat Track Record

Ketua DPD Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) Donny Prabowo mengingatkan kepada masyarakat atau konsumen perumahan untuk lebih teliti dan melihat track record dari pengembang yang ada, termasuk masuk dalam Asosiasi dimana. 

"Sebenarnya kalau kita mau beli rumah sekarang lebih ketat, dimana syarat sertifikat lahan dan rumah sudah ada, dan sudah di split atau dipecah tidak ada permasalahan lagi dengan pihak perbankan sudah nama PT, saat ada pembelian sudah atas nama pembeli. Tinggal bagaimana pembeli mengecek perusahaan pengembang itu track recordnya bagaimana, dan menanyakan kepada bank saat akad di notaris dan itu legalnya, " kata Donny, Jumat (7/2/2025). 

Dijelaskan mantan anggota DPRD kota Palembang ini, jika kebanyakan kasus sengketa lahan terjadi karena memang belum ada aturan yang ketat untuk pembiayaan perumahan. 

"Memang belum ada aturan sertifikat induk dulu, kalau sekarang sertifikatnya harus sudah pisah, " ucapnya. 

Diungkapkan Donny, sebenarnya saat mereka hendak bangun perumahan itu syarat-syaratnya harus sudah terpenuhi. 

"Nah, kenapa bisa saat akad hibah tapi masalah itu bermasalah harusnya tidak bisa, ' paparnya. 

Donny sendiri menganalisa jika transaksi ini dilakukan langsung dengan developer dengan bayar cash ke developer, kalau melalui bank pastinya lebih teliti. 

"Bank akan lebih teliti dari izin- izinnya, dari Amdalnya, surat tanah sudah dimiliki developer itu apa belum, dan sertifikat sudah dipecah atau belum, " bebernya seraya mengingatkan kembali konsumen untuk melihat track recordnya selama ini. 

Dimana, dikatakan Donny sudah ada banyak Asosiasi perumahan saat ini mulai dari REI, Apersi, Pengembang Indonesia (PI), Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) yang sudah aktif selama ini. 

"Jadi bisa bertanya keaktifan anggota dan bermasalah juga, jika mereka bangun rumah subsidi jika tidak tergabung Asosiasi mereka tidak bisa akad hibah karena ketat aturannya. Jadi penyeleksian melalui Asosiasi yang ada, karena kita mengeluarkan kartu anggota langsung bervalidasi pusat, " pungkas Donny seraya anggota Apersi belum pernah berkasus seperti itu.

Baca juga: Nasib 73 Rumah di Griya Pesona Era Palembang, Ternyata Lahan Sengketa, Warga Ngadu Ke OJK dan Kejati

Baca juga: Warga Griya Pesona Era Talang Jambe Palembang Resah, Lahan Tempat Tinggal Mereka Ternyata Sengketa

Penerbitan SHM Sesuai Prosedur

Terkait sengketa lahan Perumahan Griya Pesona Era di Jalan AMD, Kelurahan Talang Jambe, Palembang, Kantor Pertanahan palembang (ATR/BPN) memastikan bahwa pihaknya sudah menerbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) sesuai prosedur yang  ada. 

"Kita menerbitkan SHM tentunya sudah sesuai prosedur," kata Kasubbag Tata Usaha Kantor Pertanahan palembang (ATR/BPN) Freddy Dewanata saat diwawancarai, Jumat (7/2/2025). 

Freddy menjelaskan, SHM atas nama Eva Febrianti diterbitkan pada 2015 dengan luas lahan sekitar 1 hektare dan dipecah jadi 74 bidang tanah untuk perumahan.

Lalu pada 2017, ada ahli waris M Saleh yang mengajukan gugatan.

Ahli waris ini memiliki surat keterangan tanah hak usaha pada 1976.

Menurutnya, pada awalnya developer menang di tingkat pertama, banding dan di tingkat kasasi.

Namun pada 2019 developer kalah di Peninjauan Kembali (PK). 

"Pada 2022 pihak ahli waris melalui kuasa hukumnya telah mengajukan permohonan pembatalan di BPN, tapi belum ditindaklanjuti. Karena masih ada dokumen yang harus dilengkapi," katanya. 

Menurutnya, untuk saat ini belum ada perkembangan terkait hal tersebut.

Belum terinformasikan juga apakah warga perumahan tersebut meminta perlindungan hukum atau tidak.

Karena warga memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan hukum. 

"Kita juga tidak tahu SHM bisa kalah dengan surat keterangan, karena ranahnya sudah ke pengadilan. Karena kalau di pengadilan itu diluar kuasa kami," ungkapnya. 

Freddy mengimbau kepada masyarakat, jika memiliki lahan pasang tanda batas, dan lahan yang ada dijaga atau dikelola dengan baik.

Lahan Sengketa

Sebelumnya, warga Perumahan Griya Pesona Era di Jalan AMD, Kelurahan Talang Jambe, Kecamatan Sukarami, Kota Palembang dilema karena lahan tempat tinggal mereka bermasalah alias sengketa.

Permasalahan ini timbul setelah ahli waris lahan menang ketika mengajukan PK ke Mahkamah Agung dengan menggugat developer, yang artinya seluruh lahan di Perumahan tersebut adalah milik ahli waris, sedangkan warga sudah menyetor angsuran rumah ke bank.

Hal itu membuat sertifikat yang akan diterima warga saat rumahnya lunas, gugur lantaran adanya putusan PK dari MA.

Saat dijumpai, sejumlah warga mengaku kebingungan tentang kejelasan masalah itu.

Salah satunya Linda (38), warga Perumahan yang menghuni sejak tahun 2019 mengatakan, saat ia hendak menempati rumah, developer sudah meyakinkan kalau tidak masalah.

"Kalau cerita warga yang sudah lebih dulu tinggal sebelum dibangun ada sengketa antara developer dengan pemilik lahan, awalnya developer menang di tingkat PTUN sekitar tahun 2017 dan 2018 lalu. Developer meyakinkan kami kalau masalahnya sudah selesai," ujarnya, Kamis (6/2/2025). 

Ternyata masalah tersebut masih berlanjut dan sekitar tahun 2022 pihak pemilik lahan atau ahli waris mengajukan PK di tingkat Mahkamah Agung (MA) dan menang.

Dari situ pihak pemilik lahan memberikan fotokopi salinan putusan MA ke warga agar percaya.

"Artinya sertifikat rumah milik kami batal, dan lahan rumah jadi milik ahli waris. Sedangkan kami setiap bulan menyetor angsuran ke bank, jadinya bingung," katanya.

Linda dan suaminya sampai rela belum membayar angsuran selama 20 bulan, lantaran belum adanya kejelasan dari pihak bank.

Banyak dari warga juga tidak membayar angsuran, khawatir sertifikat tidak akan diterima gara-gara putusan PK Mahkamah Agung yang sah memenangkan pemilik lahan.

"Sampai-sampai ada orang suruhan bank datang ke rumah untuk menagih angsuran, warga yang lain juga tidak membayar karena belum ada kejelasan dari bank," katanya.

Andry warga lainnya mengatakan, atas masalah ini sudah berusaha mengonfirmasi ke developer namun justru menyerahkan permasalahan ini ke bank BTN, sebagai pihak yang melakukan akad dengan warga.

"Kalau dari developer mengarahkan ini ke pihak Bank, karena bayar angsuran ke bank," katanya.

Warga juga sudah bersurat ke bank BTN untuk mempertanyakan kejelasan masalah tersebut.

Terutama mengenai pembayaran yang harus dibayar ke mana.

"Kami hanya berharap ada kejelasan dari pihak bank, sebab belum ada jawaban sampai sekarang. Kalau sudah jelas jadi kami tahu apa harus bayar ke pemilik lahan atau tetap ke bank. Lalu sertifikat kami juga bagaimana, " tandasnya.

 

 

 

 

 

Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News

Ikuti dan bergabung dalam saluran whatsapp Tribunsumsel.com

 

Berita Terkini