Pilgub Sumsel 2024

Peluang Pilgub Sumsel Dibawa ke MK Tertutup, Meski Quick Count dan Real Count HDCU Beda 20 Persenan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Paslon Herman Deru-Cik Ujang - Peluang Pilgub Sumsel Dibawa ke MK Tertutup, Meski Quick Count dan Real Count HDCU Beda 20 Persenan

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Pengamat politik dari Universitas Sriwijaya (Unsri) Prof Dr Febrian menilai dengan rekapitulasi perolehan suara pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) tingkat KPU provinsi Sumsel yang telah selesai menutup peluang gugatan ke Mahkamah Konstitusi.

Berdasarkan hasil rekapitulasi perolehan suara, pasangan calon Herman Deru- Cik Ujang (HDCU), menjadi pasangan calon peraih suara terbanyak, dengan meraih 2.220.437 (51, 62 persen) suara sah. 

Disusul pasangan nomor urut 02 Eddy Santana Putra- Riezky Aprilia (ERA) dengan meraih 1.082.241 (25, 15 persen) suara. 

Sedangkan diperingkat buncit pasangan calon nomor urut 03 Mawardi Yahya- RA Anita Noeringhati (MATAHATI) yang hanya meraih 999.141 (23, 22 persen) suara.

Untuk jumlah suara sah di Pilgub Sumsel, ia menyebut sebanyak 4.301.819 suara. Suara tidak sah 322.037 suara. Jumlah suara sah dan tidak sah sebanyak 4.623.856 suara.

Menurut Febrian, raihan kemenangan yang di dapat HDCU itu menunjukkan popularitas Herman Deru sudah dikenal masyarakat Sumsel selama ini dibanding dua pesaingnya. 

"Sebenarnya inikan warning pemilu, yang kadang dilupakan orang pada hari H atau musim kampanye. Pemilu itu pesta dimulai sejak pemenang diketahui itu dan itulah kita sebut popularitas itu," kata Febrian, Minggu (8/12/2024).

Tingginya suara HDCU, menunjukkan energi yang tidak ada di calon Gubernur Eddy Santana Putra (ESP) ataupun Mawardi Yahya selama ini, dengan hanya bisa menang di daerah asal saja. 

"Dari 17 Kabupaten kota se Sumsel, kita lihat ESP hanya unggul di Palembang dan Mawardi di Ogan Ilir (OI). Sehingga mengejar ketertinggalan itu di masa kampanye mustahil, sehingga Herman Deru dominan di 15 Kabupaten kota yang ada, " ucapnya. 

Diungkapkan Febrian, raihan dukungan masyarakat kepada Gubernur Sumsel periode 2018-2023 itu, memang sudah bergerak sejak Herman Deru menjabat Gubernur untuk bersosialisasi, dan bukan hanya saat hendak maju Pilkada saja, yang akan sulit mengejar ketertinggalan. 

"Paslon tidak bisa berharap, misal dari media sosial untuk mempengaruhi langsung pemilih. Tetapi ini dibentuk persuasif dan secara normal, orang juga tidak melihat apalagi sebenarnya itu dibarengi dengan hal- hal lain itu, dan itulah yang membuat kondisi seperti itu, " paparnya. 

Dijelaskan Febrian, keunggulan Herman Deru itu tidaklah sebuah kejutan, mengingat survei popularitas dan elektabilitas Herman Deru sebelum Pilkada, sudah menunjukkan tingginya elektabilitas yang ada. 

"Jadi dengan posisi 51 persen itu dengan survei waktu itu 60-70 persen.  Bagi pengamat mendapatkan pemimpin yang jelek diantara yang jelek, kita bisa menduga lima tahun lagu provinsi Sumsel kedepan, tidak bisa berharap lebih bahwasanya pembangunan itu akan luar biasa meningkat, karena sudah kita lihat refleksi 5 tahun kepemimpinan sebelumnya. Termasuk peninggalan legacy Alex Noerdin seperti JSC dalam debat kemarin itu bukan bagian tanggung jawab Gubernur, masak sih Gubernur menjawab seperti itu memahami tanggung jawab jabatan, itu poin tinggi. Apalagi di ajang itu banyak event internasional harusnya bisa dimanfaatkan, " tandasnya. 

Baca juga: Pagar Alam Jadi Daerah Dengan Partisipasi Paling Tinggi di Pilgub Sumsel 2024, Capai 86,81 Persen

Baca juga: Resmi Hasil Rekapitulasi KPU di Pilgub Sumsel 2024 HDCU 51 Persen, ERA 25 Persen, MATAHATI 23 Persen

Ditambahkan Febrian, soal hasil quickcount dengan real count yang memiliki perbedaan jauh, antara Quickcount 70 persenan HDCU unggul namun di real count KPU sekitar 50 persenan juga jadi pertanyaan. 

"Kalau kayak gitu 70 berbanding 50 bias terlalu besar asumsinya. Contoh di DKI Jakarta main di angka 50an dan saat pengumuman tidak jauh berbeda. 
Nah, kalau di Sumsel beda 20 persen quickcount dengan real count itu biasnya terlalu besar, dan lembaga survei harus bisa menjawab kenapa bisa begitu, berapa persen betul dipakai untuk itu. Sebab, harusnya tidak jauh quickcount dengan real count, itu sudah rahasia umum rahasia ilmiah, " paparnya. 

Halaman
12

Berita Terkini