Berita UMKM

Kisah Mulyadi Tukang Kopi Tradisional di Pali Jaga Warisan Keluarga, Jatuh Bangun Pertahankan Usaha

Penulis: Apriansyah Iskandar
Editor: Moch Krisna
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mulyadi (71 tahun) seorang tukang kopi tradisional di PALI, puluhan tahun tetap berproduksi kopi bubuk

"Kalau kemasan ukuran 1 kilo, baru kita sediakan kalau ada pesanan aja, harganya Rp 130 ribu kita jual perkilonya," imbuhnya.

Dalam pemasaran juga, Mulyadi masih menggunakan cara tradisional, dengan dibantu oleh kakak iparnya bernama Siti Aminah (69), kopi bubuk dalam kemasan plastik tanpa brand ( merek) itu diedarkan keliling dari rumah ke rumah, warung ke warung hinggah antar kampung.

Selama hampir setengah abad atau 46 tahun  sejak 1978 lalu, tentunya suka duka dan jatuh bangun dalam mempertahankan usaha kopi miliknya agar tetap berproduksi.

Banyak juga kendala yang dihadapi oleh Mulyadi dalam menjalankan usahanya, mulai dari kesulitan mendapatkan bahan baku, harga bahan baku kopi melonjak tinggi, kesulitan modal usaha hingga penurunan produksi dan Omzet penjualan.

"Kendala saat ini kadang sulit mendapatkan bahan baku, ongkos transport yang mahal, disamping itu harga biji kopi saat ini mahal. Kemarin aja beli Rp 75 ribu perkilo, sehingga produksi kita juga turun, saat ini dalam sebulan nya hanya mampu produksi sebanyak 200 kilogram biji kopi," bebernya.

Sehingga Omzet yang diperoleh saat ini menurun sekitar 25 persen atau sekitar Rp 20 juta setiap bulan nya, jumlah tersebut belum dipotong modal dan biaya operasional.

Hal itu berbanding jauh dari produksi kopi Mulyadi yang bisa mencapai 1 ton dalam sebulan, ketika harga bahan baku biji kopi masih diharga Rp 20 ribu.

Meski terjadi penurunan produksi dan pendapatan, namun dapur produksi pengolahan kopi miliknya tetap bertahan, dikarenakan masih ada pelanggan setia produk kopi miliknya sampai dengan saat ini.

"Kalau pelanggan nya sampai saat ini masih banyak meski jumlah pembelian menurun, biasa yang beli sekilo, sekarang cuma setengah maupun seperempat kilo. Disamping karena pelanggan nya masih banyak, alasan lainnya yang membuat kita tetap berproduksi sampai saat ini karena kebutuhan ekonomi, karena usaha inilah menjadi sumber pendapatan saya bersama keluarga,"ucapnya.

Selama puluhan tahun berbisnis kopi, untuk bahan baku yang digunakannya Mulyadi konsisten menggunakan biji kopi Robusta yang diambil dari Semendo dan lahat.

Menurutnya, disamping harganya lebih murah dari kopi jenis Arabika yang 3 kali lipat lebih mahal, kopi jenis Robusta lebih banyak diminati oleh para pelanggan.

"Kalau bahan baku dari dulu kita menggunakan biji kopi Robusta yang diambil dari Semendo maupun lahat, dan juga lebih murah dibandingkan Arabika. Kita juga ga kuat modalnya kalau bahan bakunya menggunakan Arabika yang 3 kali lipat lebih mahal dari Robusta,"ujarnya.

Ketika ditanya, kenapa kemasan produk kopi miliknya tanpa merek, Mulyadi mengatakan karena tidak memiliki modal untuk mencetak kemasan packaging yang ada mereknya.

Selain itu, usahanya juga selama ini belum memiliki ijin usaha atau NIB maupun seterfikat halal karena keterbatasan modal yang dimilikinya untuk mengurus semua itu.

Lebih jauh diceritakannya, dahulu usaha pengolahan kopi bubuk ini diberi nama Kopi Menara Bor saat dikelola oleh Ayahnya waktu itu.

Halaman
123

Berita Terkini