Berita UMKM

Kisah Mulyadi Tukang Kopi Tradisional di Pali Jaga Warisan Keluarga, Jatuh Bangun Pertahankan Usaha

Penulis: Apriansyah Iskandar
Editor: Moch Krisna
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mulyadi (71 tahun) seorang tukang kopi tradisional di PALI, puluhan tahun tetap berproduksi kopi bubuk

TRIBUNSUMSEL.COM, PALI -- Sebuah alat sangrai kopi tradisional terbuat dari plat drum (Drum Roasting) kapasitas 30 kilogram berwarna hitam pekat yang tampak usang terbakar api itu terus mengepulkan asap, dari tempat pengolahan kopi lokal yang beralamat di Jalan Telaga Said, Talang Puyang RT 01 RW 09 Kelurahan Talang Ubi Barat Kecamatan Talang Ubi Kabupaten PALI, Sumatera Selatan.

Seorang pria tua berusia 70 tahun, bernama Mulyadi yang masih terlihat bugar tampak duduk dengan sabar dan telaten sambil memutar tuas besi alat sangrai kopi tradisional yang telah usang disebuah tempat pengolahan kopi rumahan berukuran 2 x 4 meter, beratap seng dengan tiang penyanggah dari kayu tanpa dinding.

Pak Mul, sapan akrab Mulyadi pria kelahiran 22 Juni 1954 itu, adalah generasi ke-2 sebagai tukang kopi tradisional di keluarganya. 

Usaha dan tehnik pengolahan kopi itu diwarisi Mulyadi dari Ayahnya bernama Lukmanto, yang terlebih dahulu telah memulai usaha pengolahan kopi sejak tahun 1963 silam, ketika Ayahnya masih bekerja di SVPM, sebuah perusahaan minyak Belanda yang beroperasi di wilayah Talang Akar Pendopo

"Saya tukang kopi, mewarisi semua teknik dan cara penanganan mengolah biji kopi dari ayah saya, yang telah memulai usaha ini sejak tahun 1963, saat dia masih bekerja di SVPM, "kata Mulyadi, Kamis (12/9/2024).

Mulyadi sendri baru serius memulai usaha kopi itu pada tahun 1978. Sebelum berkecimpung langsung didunia perkopian, Mulyadi pada tahun 1972 sempat bekerja sebagai karyawan kontrak, menjadi operator disebuah perusahaan pengeboran minyak bumi milik swasta diwilayah Benakat Minyak Talang Ubi.

"Setelah berhenti kerja, kemudian menganggur barulah pada tahun 1978, memulai lagi usah kopi sampai dengan saat ini," ungkapnya.

Ketika kabut asap beraroma harum tercium sampai keluar tempat itu. Artinya, biji kopi yang berada di dalam alat sangrai berbahan plat drum itu sudah matang. Mulyadi dengan dibantu oleh seorang pekerja, langsung bergegas mengangkat alat sangrai kopi.

Kemudian biji kopi yang sudah matang didalam alat sangrai itu, ditumpahkan pada sebuah tempat dari jaring kawat untuk dilakukan proses pendinginan selama 1 jam. 

"Untuk proses sangrai ini dibutuhkan waktu selama 1,5 jam sampai biji kopi matang. Sebelum disangrai atau dimasak biji kopi ini yang kualitas super, kita pilah terlebih dahulu, agar menghasilkan kualitas kopi bubuk terbaik yang memiliki cita rasa dan aroma kopi Robusta yang khas," terang Mulyadi disela kesibukan nya memindahkan alat sangrai Kopi ketempat yang disediakan.

Setelah proses pendinginan, barulah biji kopi itu dimasukkan ke sebuah mesin penggilingan untuk dijadikan kopi bubuk, kemudian dikemas dalam kemasan pelastik polos tanpa merek dan siap dipasarkan.

Dahulu, Mulyadi melakukan peroses penggilingan kopi masih menggunakan alat tradisional sehingga membutuhkan waktu lama. Namun sekarang ia telah menggunakan mesin, meski kapasitas nya masih terbatas, sehingga belum bisa menggiling kopi dalam jumlah banyak.

Mulyadi mengatakan, dalam proses pengemasan nya, ada tiga ukuran kemasan yakni ukuran 50 gram yang dibanderol dengan harga Rp 6,500, kemudian kemasan 100 gram di banderol dengan harga Rp 13 ribu dan kemasan 250 gram yang dibanderol dengan harga Rp 32 ribu.

Ukuran kemasan itu dipilih atas permintaan pasar saat ini, dikarenakan harga kopi yang melonjak naik, sehingga rata-rata pelanggan mengurangi jumlah pembelian nya.

Hal tersebut juga dilakukannya untuk memudahkan pemasaran nya ke warung- warung, karena dengan ukuran kemasan tersebut  lebih diminati oleh pembeli.

Halaman
123

Berita Terkini