TRIBUNSUMSEL.COM, MUSI RAWAS - Meski kemajuan teknologi sudah dirasakan oleh semua kalangan masyarakat di Kabupaten Musi Rawas (Mura), namun kearifan lokal masih tetap dilestarikan oleh sebagian masyarakat.
Salah satunya adalah tungku tradisional atau dikenal dengan tungku tanah liat.
Benda yang bisanya digunakan untuk memasak tersebut, sampai saat ini masih dilestarikan oleh masyarakat di Desa Sukorejo Kecamatan STL Ulu Terawas, Musi Rawas.
Bahkan, hampir sebagian masyarakat di Desa Sukorejo Kecamatan STL Ulu Terawas, yang masih mempertahankan dan menggeluti usaha rumahan tersebut.
Susana, salah seorang warga Desa Sukorejo Kecamatan STL Ulu Terawas yang juga satu dari sekian warga yang masih mempertahankan usaha tungku tradisional atau tungku tanah liat.
Susana mengaku, sudah lebih dari 13 tahun menggeluti usaha pembuatan tungku tanah liat tersebut.
Dipertahankannya usaha tersebut, karena memang proses pembuatannya yang cukup mudah, dan engan bahan utama yang mudah didapat, serta penjualannya yang cukup mudah.
Bahkan, dia tak perlu repot-repot untuk membawanya keliling untuk dijual. Sebab, biasanya para pembeli langsung datang ke rumah. Hal itulah, yang membuatnya tetap menekuni usaha tersebut.
Tak hanya dirinya, hampir sebagian warga di Desa Sukorejo Kecamatan STL Ulu Terawas, juga masih menggeluti usaha tersebut, khususnya para ibu-ibu rumah tangga.
Dikatakan Suasana, tingkat tahan liat tersebut dibuat hanya dengan 3 bahan utama yakni tanah liat, kemudian abu sisa pembakaran kulit padi atau disebut abu sekam dan juga air.
Ketiga bahan tersebut dicampur menjadi satu hingga merata.
Baru kemudian dimasukan ke dalam cetakan. Cetakan untuk pembuatan tungku tanah liat itu pun hanya menggunakan karung bekas.
Ada tiga ukuran tungku tanah liat yang dibuat olehnya, mulai dari ukuran kecil, sedang dan ukuran besar.
Untuk ukuran kecil, karung cetakan yang digunakan menggunakan karung bekas semen.
Sedangkan untuk ukuran sedang, karung digunakan untuk cetakan adalah karung bekas gula pasir dan untuk ukuran besar menggunakan karung bekas pakan ikan atau yang lebih besar ukurannya.
Setelah di bagan utama dicampur hingga merata, dan dimasukan ke cetakan. Maka selanjutnya, akan didiamkan selama kurang lebih 3 hari, untuk mendapatkan tekstur setengah kering.
"Setelah itu baru bisa dilubangi dibagian atas dan sampingnya. Sesuai bentuk tungku pada umumnya," kata Suasana kepada Sripoku.com, Rabu (04/09/2024).
Baca juga: Budidaya Ikan di Musi Rawas Terganggu Sampah Rumah Tangga yang Dibuang ke Sungai, Peternak Merugi
Baca juga: Manfaat Dogan Bakar Rempah Menurut Penjual di Pondok Beeden Prongos di Musi Rawas
Untuk membuat lubang pada cetakan setengah jadi tersebut, pun Susana hanya menggunakan sendok ataupun pisau.
"Kemudian, setelah lubang selesai, kemudian didiamkan lagi selama 3 hari lagi sampai kering," ucapnya.
Untuk tahapan selanjutnya, adalah proses pembakaran tungku tanah liat tersebut, selama 1 hari penuh.
Sehingga mendapatkan tekstur tungku yang benar-benar kuat maksimal.
"Sebenarnya pembuat tungku tanah liat ini, gantung dengan cuaca. Kalau panas maksimal seperti ini, seminggu bisa bakar. Tapi kalau musim hujan, lama kadang 2 mingguan," jelasnya.
Meski terbilang usaha rumahan, namun usaha pembuatan tungku tanah liat tersebut cukup membantu perekonomian bagi masyarakat.
"Hasilnya lumayan, dalam sebulan kadang bisa jual lebih dari 60 unit tungku," ungkapnya.
Bahkan, dalam penjualannya tersebut, masyarakat tak perlu bingung.
Sebab, biasanya langsung diambil olah orang, untuk kemudian dijual lagi ke luar daerah, seperti ke Muratara, Jambi dan Sumatera Empat Lawang.
"Untuk harganya kalau yang ukuran kecil itu Rp20.000, kalau yang ukuran sedang Rp30.000 dan ukuran besar itu Rp50.000 per unitnya," tutupnya.
Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News
Ikuti dan bergabung dalam saluran whatsapp Tribunsumsel.com