Dalam satu bulan hanya belasan kasur terjual.
"Meskipun begitu kita tetap bertahan, menjualnya. Untuk pembelinya ada dari Palembang, luar Palembang seperti Jakarta dan lain-lain. Biasanya mereka beli saat jalan-jalan ke Palembang," katanya.
Sedangkan Sejarawan Sumsel Kemas Ari Panji menambahkan, kasur lihab ini dari budaya Palembang. Awalnya buat bantal pakai kapuk, lalu acara di rumah duduk lesehan bersila dilapisi kasur lihab. Sebab zaman dulu belum ada kursi mewah.
"Kasur lihab ini ada sejak akhir tahun 1980an dan semakin dikenal sejak tahun 1990 an. Dinamakan lihab, karena kasurnya bisa dilipat," katanya.
Menurut Ari Panji, kasur lihab sekarang tergerus oleh adanya kasur busa dan lain-lain yang mewah, lebih tahan dengan harga yang bervariasi. Kasur lihab sekarang dianggap ketinggalan model.
"Menurut saya yang masih bertahan tetaplah bertahan, hanya perlu ditingkatkan promosinya jangan mundur. Tetap pertahankan tradisi yang ada," katanya.
Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News
Ikuti dan bergabung dalam saluran whatsapp Tribunsumsel.com