TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Masa Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMP memang sudah berlalu.
Saat ini tahap PPDB telah memasuki daftar ulang siswa-siswa yang telah dinyatakan lulus.
Namun cerita-cerita tentang kecurangan PPDB masuk SMP di Palembang terus bergulir. Tentu saja berasal dari orang tua murid yang menjadi "korban" tidak lolos PPDB baik jalur zonasi maupun prestasi.
Seperti diungkapkan Novi yang anaknya tidak lulus PPDB di sebuah SMP Negeri di Palembang. Meski jarak rumah sudah cukup memadai yakni 700 meter ke sekolah negeri tersebut, tidak cukup kuat untuk menjamin anaknya masuk sekolah negeri terdekat dengan rumah itu.
"Dari awal sudah was-was, apa lagi sudah banyak kasak kusuk tentang isu main orang dalam atau beli bangku," katanya kepada Tribun Sumsel, Selasa (25/6/2024).
Namun Novi masih mencoba jalur zonasi yang bersih. "Jujur ada yang menawari saya untuk lewat jalur beli bangku, Rp 1,5 juta. Tapi saya tolak, saya malu berbuat itu," tukasnya.
"Saya pikir kuota zonasi itu zonasi sekolah. Karena SD anak kami sesuai zonasinya. Ya paling tidak kalau kuota berdasarkan zonasi sekolah, insya Allah anak kami masuk. Tapi kalau zonasi jarak rumah ke sekolah, memang saingan banyak, saya akui itu," katanya.
Saat pengumuman ternyata anaknya tidak lulus. Novi mengaku berusaha menerima kenyataan tersebut.
"Tapi kemudian merasa miris, karena ada temen anak kami yang jaraknya 900 meter malah masuk. Kok bisa," katanya lagi.
Baca juga: Pemkot Palembang Belum Terima Laporan Inspektorat Soal Kecurangan PPDB SD dan SMP di Palembang
Baca juga: Ombudsman Segera Beri Saran Korektif ke Disdik Sumsel Terkait Dugaan Kecurangan PPDB Jalur Prestasi
Cerita yang sama juga diungkap salah satu wali siswa. Sebut saja Rima.
"Anak saya tidak lulus SMP Negeri jalur zonasi, meskipun jarak rumah kami 500 meter," kata Rima.
Anak bungsunya itu sangat berminat untuk masuk SMP Negeri tersebut.
"Sebelumnya memang panitianya pernah bicara sama saya, terang-terangan sekali, menawarkan jalur mandiri."
Masih menurut Rima, jalur mandiri dikatakan sebagai jalur lain di luar zonasi, dengan cara berbayar.
"Saya ditawari Rp 4 juta lewat jalur mandiri itu. Apa memang ada jalur itu. Setahu saya tidak ada," katanya.
Hingga kini, Rima bingung akan memasukkan anaknya ke SMP mana.
"Masih berusaha membujuk anak, mau sekolah di mana," ujarnya sedih.