TRIBUNSUMSEL.COM -- Lebih banyak tidur di Bulan Ramadhan tidak membatalkan puasa, bahkan bermakna ibadah, benarkah demikian? berikut Penjelasannya menurut ulama.
Di bulan Ramadhan sering kita temui banyak umat muslim yang tiduran di masjid setelah melaksanakan sholat fardhu di masjid.
Benarkah ada hadits yang mengatakan tidur bermakna ibadah? Dan apakah kebanyakan tidur tidak membatalkan puasa?
Dikutip dari muslim.or.id, memang terdapat hadits yang menyebutkan bahwa tidur termasuk dari ibadah, yakni berbunyi:
صَمْتُ الصَّائِمِ تَسْبِيْحٌ, وَنَوْمُهُ عِبَادَةٌ ,وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ , وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ
Artinya:
"Diamnya orang yang puasa adalah tasbih, tidurnya adalah ibadah, doanya mustajab dan amalnya dilipatgandakan."
Hadis tersebut diriwayatkan oleh Al Baihaqi di Syu’abul Iman (3/1437).
Namun, masih dilansir dari Muslim.or.id, hadits yang menjelaskan tentang tidur saat puasa adalah ibadah tersebut termasuk dalam hadits yang derajatnya sangat lemah.
Mengutip dari NU Online, para ulama sepakat jika tidur saat puasa lalu tidur lagi di seluruh waktu siang, maka puasanya tetap sah alias tidak membatalkan puasa.
Hal ini sesuai dengan bunyi hadits di bawah ini:
وَاَجْمَعُوا عَلَى اَنَّهُ لَوْ اسْتَيْقَظَ لَحْظَةً مِنَ النَّهَارِ وَنَامَ بَاقِيهِ صَحَّ صَوْمُهُ
Artinya: “Dan mereka (para ulama) telah bersepakat bahwa apabila seorang yang berpuasa bangun sebentar dari tidur di siang hari, kemudian tidur lagi, maka sah puasanya,”
(Lihat Muhyiddin Syaraf An-Nawawi, Al-Majemuk Syarhul Muhadzdzab, juz VI, halaman 384).
Ada banyak hal yang bisa dilakukan dan lebih bermanfaat dibanding dengan kebanyakan tidur. Digarisbawahi "kebanyakan tidur" bukan berarti tidak boleh tidur.
Waktu yang terlalu lama dihabiskan untuk tidur saat puasa, dapat memberikan dampak negatif bagi yang melakukannya dalam kehidupan sehari-hari.