Berita Palembang

Kasus DBD di Sumsel Meningkat, Per Febuari 2024 Capai 969 Kasus, 7 Meninggal Dunia

Penulis: Linda Trisnawati
Editor: Sri Hidayatun
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI FOGGING- Dinas Kesehatan Provinsi Sumsel mencatat ada peningkatan kasus DBD di Sumsel, Per Februari 2024 kasus mencapai 969 diantaranya 7 orang meninggal dunia. Berbagai upaya telah dilakukan salah satunya fogging.

TRIBUNSUMSEL.COM,PALEMBANG - Dinas Kesehatan Provinsi Sumsel mencatat hingga per 2 Febuari 2024, data kasus Demam Berdarah Dengue (DBD di Sumatera Selatan (Sumsel) mencapai 969 kasus.

Hal tersebut diungkapkan Kepala Seksi Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular (P2PM) Dinkes Sumsel, Muyono, Selasa (6/2/2024) saat dikonfirmasi.

"Dari tanggal 1 Januari hingga 2 Februari 2024 total ada 969 kasus DBD di Sumsel," katanya.

Muyono mengatakan, total kasus DBD di Sumsel 969 dan yang meninggal 7 orang yaitu tiga di Palembang, dua di Banyuasin dan dua di OKU Selatan.

Untuk kasus DBD ini di-update per bulan dan paling cepet per Minggu, untuk update lebih lanjut di Senin mendatang.

"Kasus DBD pada Januari-Februari 2024 ini lebih tinggi di bandingkan bulan sebelumnya. Dimana pada bulan November ada 220 kasus dan Desember 2023 ada sebanyak 499 kasus DBD di Sumsel," katanya.

Menurutnya, Dinkes Sumsel sudah melakukan berbagai upaya untuk pencegahan DBD seperti telah memberikan bantuan ke seluruh Kabupaten/Kota di Sumsel berupa Zeta Sipermethrin sebanyak 1.800 liter, Temegard sebanyak 49.500 sachet dan Abate 5.400 kg juga RDT DBD Combo sebanyak 500 box. 

Baca juga: Kasus DBD di Lahat Meningkat Sejak Awal Tahun 2024, per Januari Sudah 58 Kasus

Baca juga: 4 Penderita DBD di Banyuasin Meninggal Dunia Januari 2024, Dinkes Galakkan PSN 3M Plus

"Bukan hanya itu saja kita juga sudah memberikan bantuan fogging, namun sifatnya fogging ini hanya membunuh nyamuk yang besar. Diimbau juga masyarakat memelihara ikan tempalo/cupang yang memakan jentik-jentik nyamuk," katanya. 

Menurut Muyono, Dinkes Sumsel pada Januari sudah memberikan surat edaran sebanyak dua kali ke Kabupaten/Kota dalam mengantisipasi menghadapi peningkatan kasus DBD. 

"Perubahan iklim dari musim kemarau ke musim hujan menjadikan salah satu penyebab DBD, selain itu karena adanya tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes Aegypti," katanya.

Masih kata Muyono, nyamuk Aedes Aegtypti ini berkembang di air yang tidak tersentuh dengan tanah artinya ada di tempat penampungan air.

Kalau bersentuhan dengan tanah dia tidak berkembang.

"Untuk pengendalian DBD diimbau kepada masyarakat supaya melalui kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan cara menguras bak mandi, penampungan air, menutup rapat-rapat tempat penampungan air juga memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan jentik nyamuk," ungkapnya.

Muyono menambahkan, untuk gejala DBD seperti suhu tubuh tinggi, muncul bintik-bintik merah, mual dan lain-lain.

Untuk memastikannya harus dibawa ke rumah sakit untuk diperiksa lebih lanjut seperti melakukan pemeriksaan darah.

Halaman
12

Berita Terkini