Guru Dituntut Usai Hukum Murid

Penjelasan Saksi Soal Siswa A Dihukum Guru SMK Karena Tak Salat Tuntut Rp 50 juta: Dipukul Dipundak

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pengakuan salah satu saksi terkait kasus guru SMKN 1 Taliwang, Nusa Tenggara Barat yang dilaporkan wali siswa karena hukum tak salat.

TRIBUNSUMSEL.COM - Pengakuan salah satu saksi terkait kasus guru SMKN 1 Taliwang, Nusa Tenggara Barat yang dilaporkan wali siswa karena hukum tak salat.

Diketahui, seorang guru bernama Akbar Sarosa tengah viral dimedia sosial lantaran dilaporkan orangtua murid yang tak terima anaknya dihukum.

Adapun siswa tersebut dihukum Akbar lantaran enggan melakukan salat berjamaah.

Sidang Akbar Sarosa digelar di Pengadilan Sumbawa, pada Rabu (11/10/2023).

Majelis hakim Pengadilan Negeri Sumbawa menggelar sidang pemeriksaan saksi yang meringankan terdakwa, guru honorer pendidikan Agama Islam SMKN 1 Taliwang, Rabu (11/10/2023).

Ratusan guru pendukung Akbar memadati ruang sidang yang dipimpin majelis hakim Oki Basuki pada pukul 13.30 Wita.

Setelah sidang saksi anak selesai, majelis hakim menggelar sidang secara terbuka.

Kepada Kompas.com, Juru Bicara Pengadilan Negeri Sumbawa, Saba'Aro Zendrato mengatakan sidang kali ini menghadirkan saksi yang meringankan terdakwa.

"Ada 4 saksi dihadirkan kali ini yaitu siswa dan guru di SMKN 1 Taliwang, Kasi Trantib Kantor Camat Kecamatan Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat dan saksi ahli pidana dan antropologi kriminal Dr Lahmuddin Zuhri," kata Saba'Aro. Dilansir Kompas.com, Kamis (12/10/2023).

Nasib guru SMKN 1 Taliwang, Nusa Tenggara Barat yang dilaporkan wali siswa karena hukum tak salat terancam dipenjara. (Kompas.com/Susi Gustiana)

Penasihat hukum terdakwa, Endra Syaifuddin dari LBH PGRI Sumbawa mengatakan, saksi dihadirkan adalah mereka yang melihat langsung peristiwa tersebut yaitu siswa SMKN 1 Taliwang, guru Agama Islam Pembina di SMK 1 Taliwang Muhammad Ridwan dan Kasi Trantib Kantor Camat Kecamatan Taliwang Risal.

"Kami hadirkan saksi yang melihat langsung peristiwa yaitu siswa dan guru SMKN 1 Taliwang. Kasi Trantib Kantor Camat Kecamatan Taliwang sebagai saksi saat mediasi dilakukan namun tetap berujung buntu karena orangtua korban minta uang Rp 50 juta," kata Endra.

Baca juga: Guru SMK yang Dilaporkan Siswa Gegara Hukum Tak Salat Dituntut Rp50 juta Terancam 4 Tahun Penjara

Salah satu saksi, guru Agama Islam SMKN 1 Taliwang, Muhammad Ridwan mengaku sempat bertemu dengan korban A setelah peristiwa tersebut.

Akbar Serosa Guru PAI Akui Pukul Siswa Pakai Kayu 50 Cm Karena Tak Mau Sholat (kolase/youtube TVOnenews)

Korban A mengaku dipukul di bahu menggunakan tangan oleh guru Agama Islam, Akbar Sorasa, karena enggan melaksanakan shalat zhuhur berjamaah.

"A cerita sama saya, kalau dipukul dipundak pakai tangan oleh terdakwa," kata Ridwan di depan majelis hakim sidang kasus Perlindungan Anak yang menyeret Akbar Sorasa, guru honorer di sekolah tersebut.

Baca juga: Update Guru SMK Dilaporkan Gegara Hukum Siswa Tak Salat, Tidak Ditahan Namun Proses Hukum Berlanjut

Ridwan lantas menanyakan alasan siswa tersebut dipukul oleh Akbar.

Namun, A mengaku tidak berbuat kesalahan saat itu.

"Saya tanya pada A, kenapa kamu dipukul ?" Tanya Ridwan, dan A saat itu menjawab bahwa ia tidak berbuat kesalahan.

Kemudian Ridwan mengajak A untuk segera shalat ke mushala tanpa melihat ada bekas memar di leher korban.

Akbar Sorasa guru SMK di Sumbawa mengaku pukul siswanya pakai kayu tapi kena ransel ((YouTube TvOneNews))

Sementara menjawab pertanyaan mejelis hakim soal kewajiban shalat zhuhur berjamaah di sekolah tersebut, Ridwan mengatakan hal itu telah menjadi peraturan sekolah.

"Siswa laki-laki diwajibkan shalat berjamaah. Ini peraturan sekolah," tandasnya.

Akibat kejadian itu, Ridwan mengaku tak menyangka kasus itu berbuntut panjang.

Baca juga: Keseharian Siswa A Laporkan Guru Gegara Dihukum Tak Salat Dibongkar Kepsek : Tak Ada Catatan Hitam

Diawali pada pukul 14.00 Wita pada hari kejadian tanggal 26 Oktobar 2022 ayah A datang ke sekolah.

Hingga keesokan hari dilaporkan kepada pihak kepolisian. Proses mediasi di sekolah dilakukan hingga tiga kali namun tidak ada kata sepakat.

Bahkan, ia mengakui bahwa orangtua korban meminta uang sebesar Rp 50 juta untuk berdamai. Namun Akbar sebagai guru honorer tidak menyanggupi permintaan dari orangtua korban.

Akibat peristiwa ini Akbar Sorasa dijerat Pasal 76C Jo Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA) dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara.

Sudah Minta Maaf

Guru SMK Akbar Sarosa mengaku sudah meminta maaf dan mendatangi orangtua siswa.

Bahkan, telah dilakukan proses mediasi hingga tiga kali.

"Saya sudah minta maaf kepada orang tua siswa, bahkan mediasi dilakukan oleh pihak sekolah sampai tiga kali," jelas Akbar Sarosa. Dilansir Kompas.com.

Akbar juga pergi ke rumah orang tua A untuk meminta maaf, namun tak kunjung dimaafkan.

Tak berhenti sampai di situ, Akbar meminta bantuan kepada pihak keluarga dan kerabat terdekat A untuk meminta maaf.

Namun, dia mengaku dimintai uang Rp50 juta agar proses damai bisa disetujui orang tua korban.

Diakui Akbar, ia tak mampu membayar tuntutan uang sebesar Rp50 juta itu, apa lagi ia hanya sebagai guru honorer.

"Saya jujur katakan tidak punya uang sampai segitu. Saya masih honorer, gaji sebulan Rp 800.000," ucap Akbar. Dilansir Kompas.com, Senin (9/10/2023).

Menurutnya, untuk biaya kebutuhan sehari-hari masih pas-pasan apa lagi bayar uang Rp50 juta.

"Untuk biaya kebutuhan sehari-hari saja masih pas-pasan, apalagi harus bayar 50 juta, uang dari mana?," terang Akbar

Namun setelah permintaan maaf itu, orang tua A ini justru melaporkan kasus tersebut ke Polres Sumbawa Barat.

Proses mediasi pun telah dilakukan oleh pihak kepolisian, namun hasilnya nihil.

Setelah pengaduan di kepolisian, sudah dilakukan upaya mediasi, tetapi tak kunjung ada jalan damai.

Orangtua tak kunjung membuka pintu maaf sampai kasus ini bergulir ke persidangan.

Guru SMK Tak Ditahan

Kapolres Sumbawa Barat, AKBP Yasmara Harahap akhirnya buka suara terkait tuntutan laporan dari wali siswa soal guru hukum murid.

AKBP Yasmara Harahap mengatakan bahwa saat ini proses persidangan masih berlanjut.

Namun guru tersebut tidak dilakukan penahanan.

"Untuk proses persidangan sedang berlanjut di PN Sumbawa, pada saat proses penyidikan tidak ada penangkapan dan penahanan sampai kita kirimkan ke tahan dua kejaksaan tidak dilakukan penahanan," jelas Kapolres Sumbawa Barat. Dilansir Youtube tvOneNews, Selasa (11/10/2023).

"Dan saat ini diproses persidangan tidak dilakukan penahanan," sambungnya.

Sementara terkait catatan kriminal, pihak kepolisian baru pertama kali mendapatkan laporan guru yang hukum siswa tersebut.

"Terdakwa dan korban tidak ada catatan kepolisian di Polres Sumbawa Barat artinya belum pernah melakukan tindak pidana apa pun, baru pertama kali untuk terdakwa kita lakukan penyidikan di Polres Sumbawa Barat," terangnya.

Kedati begitu, akibat kejadian ini AKBP Yasmara Harahap menghimbau untu para murid menghormati guru.

Sementara ia juga berharap kepada para guru dalam proses pendisplinan harus sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

"Kami ingin menyampaikan bahwa profesi guru ini profesi yang mulia dan wajib kita hormati bersama, bagi masyarat atau anak murid wajib menghormati guru, untuk para guru memiliki hak yang diatur oleh undang-undang untuk mendisplinkan anak didiknya, tapi kami berharap dalam proses pendisplinan tersebut harus sesuai dengan peraturan perundang-undang yang berlaku," bebernya.

Awal Mula Siswa Dihukum

Adapun awal mula kejadian yang dialami Akbar itu bermula pada Selasa (26/9/2023), saat sekolah menerima bantuan mesin buku.

Karena mesin buku tidak bisa masuk ke halaman sekolah, maka salah satu gerbang dibongkar.

Ketika itu, kata Akbar, ia melihat beberapa siswa yang duduk nongkrong di samping gerbang.

Selain itu, ada juga beberapa anak yang pulang tanpa izin atau membolos.

"Saya bertanya pada siswa di situ, siapa yang kabur (bolos) itu) tapi mereka tidak mau menjawab."

"Lalu saya minta anak-anak itu untuk jangan pulang dulu, sampai bel pulang berbunyi," ujar Akbar.

Tak lama kemudian, azan zuhur berkumandang.

Akbar lalu mengajak siswa yang tengah nongkrong di gerbang untuk salat berjamaah di musala.

Namun, tidak ada siswa yang mau bergerak dan mengikuti ajakannya.

"Mereka hanya diam dan lanjut ngobrol gitu," terangnya.

Meski tiga kali ditolak, Akbar masih berusaha mengajak siswa tersebut salat.

Lagi-lagi, tidak ada siswa yang beranjak.

"Anak yang tidak mau ini, salah satunya korban. Korban kemudian menatap saya dengan tajam," terangnya.

Ia lalu mengambil beberapa tindakan untuk mendisiplinkan muridnya.

Awalnya, Akbar mengambil sebilah bambu untuk menakuti, agar siswa segera melaksanakan salat

"Hingga mereka berdiri, bambu mengenai tas-tas ransel korban," jelasnya.

Lantaran mereka masih diam, Akbar kemudian mengaku mencolek siswa dengan tangan.

Saat itu, siswa berinisial A masih menatap Akbar dengan sorotan tajam.

"Saya lalu colek bagian lengan dan pundak A dengan tangan, seperti cubit sedikit. Dua sampai 3 kali saya colek gitu," bebernya.

Setelahnya, para siswa menuju musala untuk menunaikan salat zuhur berjamaah.

Baca berita lainnya di Google News

Berita Terkini