Sudah dicampuri, karena istri yang belum dicampuri apabila ditalak, maka putuslah pertalian nikah antara keduannya, sebab si istri tidak mempunyai iddah sebagaimana yang telah dijelaskan.
Istri yang tertentu. Kalau suami mentalak beberapa istrinya, kemudian ia rujuk kepada salah seorang dari mereka dengan tidak ditentukan siapa yang dirujuknya, maka rujuknya itu tidak sah.
Talaknya adalah talak raj’i. Jika istri ditalak dengan talak ba’in atau talak tiga, maka ia tidak dapat dirujuk.
Rujuk itu terjadi pada waktu istri tengah menjalani masa iddah. Berkenaan dengan hal tersebut di atas, Allah SWT telah berfirman:
وَبُعُوْ لَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِيْ ذلك اِنْ أَرَادُوْا اِصْلَاحًا. (البقرة: 228)
“Dan suami-suami mereka berhak merujukinya dalam masa menanti itu.” (QS. Al-Baqarah: 228)
2. Suami
Rujuk ini dilakukan oleh suami atas kehendaknya sendiri, artinya bukan atas
paksaan dari pihak lain.
3. Lafadz Rujuk
Lafadz rujuk ada dua macam:
1. Terus terang, misalnya dikatakan, “Aku kembali kepadamu,” atau “Aku rujuk kepadamu.”
2. Kiasan. Dengan kata kiasan, misalnya “Aku pegang kamu.” Atau “Aku nikahi kamu.” Dan sebagainya, yaitu dengan kalimat yang boleh dipakai untuk rujuk atau untuk lainnya.
Sebaiknya lafadz ini merupakan ucapan tunai, dengan pengertian tidak digantungkan dengan sesuatu. Misalnya, “Aku kembali kepadamu jika kamu suka, “Aku akan kembali kepadamu kalau si Fulan datang.” Karena, rujuk yang digantungkan seperti itu tidak sah.
4. Saksi
Dalam hal ini para ulama’ masih berbeda pendapat, apakah saksi itu menjadi rukun atau sunat. Sebagian mengatakan wajib, sedangkan yang lain mengatakan tidak wajib, melainkan hanya sunat. Berkenaan dengan hal tersebut Allah SWT berfirman:
فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِنْكُمْ وَأَقِيمُوا الشَّهَادَةَ لِلَّهِ. (الطلاق: 2)
“Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. (QS. Ath-Thalaq: 2)
Dalam kitab Taisirul Bayan, al-Marza’i mengemukakan, “orang-orang yang telah sepakat bahwa talak tanpa mengahdirkan saksi itu boleh. Sedangkan rujuk sendiri lebih cendrung sama dengan talak, karena ia merupakan mitranya, sehingga tidak ada kewajiban untuk menghadirkan kesaksian. Hal itu karena rujuk merupakan hak suami dan tidak ada kewajiban baginya menghadirkan saksi. Dan selain itu, terkandung juga pengertian yang mengharuskan adanya saksi , sebagaimana yang terkandung dalam dhahirnya khithab.
Menghadirkan saksi dalam rujuk merupakan suatu yang sudah jelas, jika rujuk itu dilakukan melalui ucapan yang jelas . para ulama’ sepakat jika ruju’ itu dilakukan dengan cara lisan. Tetapi mereka masih berbeda pendapat tentang jika rujuk itu dilakukan dalam bentuk perbuatan.
Berkenaan dengan hal tersebut Imam Syafi’i dan Imam Yahya mengatakan, “ sesungguhnya rujuk berupa perbuatan itu haram. Karena Allah telah menyebutkan perlunya kesaksian, dan kesaksian itu tidak dapat diberikan kecuali pada ucapan.”