Sebelum melakukan tindakan aborsi, tersangka terlebih dahulu memeriksa kesehatan dari setiap pasien agar tidak terjadi kematian kepada pasien.
"Rata-rata belum berupa janin, masih berupa orok. Karena maksimal 2-3 Minggu yang datang ke praktik tersebut. Jadi, itu masih berupa gumpalan darah, setelah diambil langsung (dibuang) di kloset," kata mantan Kapolres Tabanan tersebut.
Baca juga: RICUH Sidang Guru Honorer Hukum Siswa di Musi Rawas, Keluarga Korban Kesal Guru Sularno Tak Ditahan
Menurut pengakuan tersangka, ada pasien yang meninggal dunia pada waktu dilakukan aborsi.
Karena kematian pasien itulah, tersangka ditangkap pada 2009.
"Sebelum operasi sudah melakukan konsultasi periksa kesehatan, termasuk dicek orok atau janinnya itu. Konsultasi, datang, melihat kondisi pasiennya," ujarnya.
"Kalau sudah besar (kandungan) tidak berani katanya. Karena pengalamannya yang kedua ditangkap, ada pasien yang meninggal sehingga dia berhati-hati."
Mirisnya, I Ketut Arik mengaku bisa lakukan praktik aborsi itu, dengan cara belajar secara otodidak.
Terungkap dari Postingan Internet
Adapun kasus ini terbongkar setelah Satuan Reserse Kriminal Polda Bali mendapatkan informasi awal dari adanya iklan di salah satu website terkait adanya praktik aborsi oleh dokter inisial A yang berlokasi di Jalan Raya Padang Luwih, Dalung, Kuta Utara, Badung.
Pada Senin 8 Mei 2023 pukul 21.30 Wita, penyelidik menggrebek lokasi tersebut dan mendapati dokter A ini baru saja melaksanakan praktik aborsi.
"Dalam kegiatannya yang bersangkutan dibantu oleh pembantunya yang bertugas sebagai pembersih," kata Ranefli.
Saat ini, tersangka Ketut ditahan di rumah tahanan Polda Bali dengan ancaman hukuman berlapis karena melanggar Pasal 77 Juncto Pasal 73 ayat (1), Pasal 78 Juncto 73 ayat (2) tentang Praktik Kedokteran dan Pasal 194 Juncto Pasal 75 ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.
Baca berita lainnya di google news