TRIBUNSUMSEL.COM, MUSI RAWAS-- Puluhan mahasiswa menantang Bupati Musi Rawas (Mura), Hj Ratna Machmud untuk melakukan diskusi publik terkait evaluasi kinerja selama 2 tahun kepemimpinannya, Kamis (4/5/2023).
Tantangan itu dilakukan mahasiswa karena kecewa tak ditemui Bupati Musi Rawas, Ratna Machmud saat menggelar aksi unjuk rasa.
Baca juga: Bus Santri Gontor Kecelakaan di Poso, 3 Korban Meninggal Dunia, 1 Warga Palembang
Mereka juga meminta kepada Bupati dan Wakil Bupati yang dinyatakan sebagai Bupati inspiratif itu agar segera menjawab tantangan para mahasiswa tersebut.
Dalam aksinya tersebut, ada 5 tuntutan utama yang disampaikan oleh para mahasiswa tersebut, yakni menuntut Bupati Musi Rawas untuk mensejahterakan kaum buruh, menuntut Bupati Musi Rawas untuk mensejahterakan guru honorer.
Kemudian, mendesak Bupati Musi Rawas untuk tidak memberikan izin terhadap pembukaan kembali Indomaret dan Alfamart, serta menuntut Bupati agar melakukan pemerataan dan transparansi dana CSR, serta menagih 9 janji program unggulan Bupati Musi Rawas.
Koordinator Aksi, Hamzah Nangwa dalam orasinya menyampaikan, aksi ini dilakukan dalam rangka momentum Hari Buruh Nasional.
Di momen ini banyak para buruh yang menangis, karena kesejahteraan dipertanyakan.
"Orang tua kami adalah buruh, mereka menangis, karena kesejahteraan jauh dari rasa keadilan. Kami menilai Pemerintah Daerah juga kurang maksimal untuk mensejahterakan buruh di Musi Rawas," katanya..
Dikatakannya, tanpa buruh, tidak tahu kemana arah negara ini.
Namun, sayang dengan adanya aturan baru, hak-hak buruh direnggut, seperti pengurangan pesangon dan pengurangan dana pensiun.
"Kami kesini untuk mempertanyakan itu. Kami kesini bukan mencari kegaduhan. Kami Atas nama Putra Musi Rawas, kami ingin menyampaikan suara kami, menyampaikan aspirasi kami," teriaknya.
Sementara itu, Koordinator lapangan, Septizal Trazilna juga menyampaikan, bahwa mahasiswa ingin Bupati hadir, agar Bupati mendengar apa yang dirasakan oleh masyarakat.
Selain buruh lanjut dia, pihaknya juga menuntut agar Bupati memikirkan tentang kesejahteraan guru honorer. Sebab, gaji yang diterima oleh para guru honorer, jauh dari kata layak dan jauh dari Upah Minimum Kabupaten (UMK).
"Menurut kami seorang guru adalah profesi yang mulai, karena mendidik anak bangsa sebagai penerus bangsa," ungkapnya.