Menurut Mahfud MD, kasus tersebut jelas pembunuhan berencana.
Jaksa pun berhasil membuktikan tuduhan pembunuhan berencana yang didalangi Ferdy Sambo dengan nyaris sempurna.
Sementara, pembela Ferdy Sambo dengan menghadirkan sejumlah saksi hanya mendramatisasi fakta.
Di sisi lain, sosok Hakim Ketua, Wahyu Iman Santoso, dinilai Mahfud MD bekerja baik dan independen.
Hal itu yang membuat vonisnya sesuai keadilan publik yakni hukuman maksimal.
Memang, publik kerap menunjukkan aspirasi agar Ferdy Sambo dihukum maksimal, terutama dari sisi korban, yakni keluarga Brigadir J.
“Peristiwanya memang pembunuhan berencana yang kejam. Pembuktian oleh jaksa penuntut umum memang nyaris sempurna. Para pembelanya lebih banyak mendramatisasi fakta.”
“Hakimnya bagus, independen, dan tanpa beban. Makannya vonisnya sesuai dgn rasa keadilan publik. Sambo dijatuhi hukuman mati,” tulis Mahfud MD.
Sebelumnya, vonis mati Ferdy Sambo menimbulkan pro dan kontra. Publik dinilai mempengaruhi putusan yang lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) itu.
Namun, pengaruh publik pun diperesepsikan berbeda.
Apakah publik menuntun hakim ke jalan keadilan, atau justru aspirasi publik menjadi tekanan bagi hakim.
Dua pendapat itu diutarakan Menko Polhukam, Mahfud MD dan Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso.
Terdakwa Ferdy Sambo divonis hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (13/2/2023).
Hakim Wahyu Iman Santoso yang membacakan vonis tersebut.
Selama kurang lebih lima jam, Wahyu membacakan kesimpulan-kesimpulan hasil penilaiannya sampai mantap memvonis Ferdy Sambo hukuman mati.