TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Saat momen Lebaran 1442 H, Penjabat (Pj) Bupati Muara Enim Haji Nasrun Umar (HNU) kedatangan teman-teman, sekaligus sahabat semasa sekolah.
Teman semasa SMP dari HNU seperti Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Kadispora) Provinsi Sumatera Selatan, Ahmad Yusuf Wibowo atau yang sering disapa Cucuk, yang merupakan suami dari Kepala Newsroom/Pemimpin Redaksi Sriwijaya Post dan Tribun Sumsel Hj L. Weny Ramdiastuti.
Untuk itu Weny pun mewawancarai secara khusus HNU, bersama sahabat-sahabatnya saat di kediaman pribadi HNU.
Ternyata seorang HNU memiliki kebiasaan terhadap kebersihan. Bahkan di atas meja tertata rapi dan hanya ada pena-pena.
"Saya diajarkan, bahwa kebersihan adalah bagian dari iman. Dari jiwa dan lingkungan yang bersih tentu akan menghasilkan suatu kinerja yang baik," katanya.
Menurut HNU, ruang lingkup kerjanya itu harus 2x1, kenapa?
"2x1 itu artinya begitu saya kerja di atas meja saya terletak susunan pulpen dan segala kelengkapan yang harus saya miliki. Sebagai syarat hasil dari produk yang saya hasilkan, termasuk untuk obat-obatan yang saya perlukan," katanya.
Masih kata HNU, yang mengelola diri kita itu ya diri kita sendiri, bukan dari apa kata orang. 2x1 itu teori nya terhadap lingkungan kerja, tidak boleh lebih 2x1.
"Jadi setiap rentang tangan bisa saya raih. Misal begitu mata saya pedih saya ambil obat tetes mata, ketika saya tidak enak badan ada salep, ketika kaki pegal ada counterpain dan lain-lain. Itu semua tersedia di 2x1 itu," katanya.
Ketika ditanya, bagaimana cara orangtua mendidik HNU. Karena HNU merupakan paling kecil dari 7 bersaudara, tetapi kepemipinannya kuat.
Menurut HNU, bungsu identik dengan manja, itu manusiawi. Latar belakang orangtua nya itu ABRI, tapi ketika mau nikah dengan pangkat Letnan satu ibu ia nggak mau menikah dengan ABRI.
Karena dia takut perang kembali, karena berdasarkan cerita-cerita dulu, kekasih ibunya juga ABRI dan meninggal di Lampung ditembak Belanda. Itulah yang menyebabkan trauma dari beliau.
"Kemudian pada waktu masuk masa gerilya kampung ibu saya di Desa Bantan, Martapura tertambat lah hati papa. Dalam hitunganan bulan dilamar, tapi syaratnya harus keluar dari TNI. Lalu beliau keluar dan dokumennya masih lengkap," ceritanya.
Masih kata HNU, ternyata dalam implementasi mendidik anak-anak terbawa korsanya didik amat disiplin. Ia masih ingat pada waktu pulang sekolah sore, kakaknya berdiri dengan satu kaki dan tangan di atas yang paling tua.
Ternyata itu karena tidak bisa menghitung angka 1-100 dalam Bahasa Inggris dan disuruh berdiri satu kaki dan tangan diatas. Sampai bener menyebutkan 1-100.
"Saya sangat bahagia dan bangga dengan mama, karena mama saya itu seorang guru. Itu selalu dimotivasi berlomba-lomba menjadi yang terbaik. Kami dengan prototipe, menjadi anak-anak yang menjadi mereka inginkan," katanya.
HNU masih ingat betul, bahwa dulu ia masih harus mengangkat air, dijaman belum ada air PDAM. Lalu magrib diberikan pr, tapi khusus dirinya ketika tugas itu tidak dapat 100 tidak boleh tidur sama mama.
"Maka untuk itu saya harus dapat nilai 100 terus, sampai kelas 6 saya masih tidur dengan mama. Mungkin itu habit, membentuk karakter disiplin dan out come nya baik. Ini saya cobakan dengan anak saya," katanya.
Artinya memang ada satu tujuan dari anak yang ingin ia bentuk. Itulah yang membentuk ia seperti ini, tentunya memang masih banyak kurangnya karena tidak ada manusia yang sempurna.
"Tapi kita harus terus berintrospeksi, apa sih yang jadi kekurangan kita. Walupun tidak ada kata sempurna, biar Allah yang menilai," katanya.
Lalu ketika ditanya ke Cucuk, bahwa Nasrun Umar terkenal leadership nya tinggi dan dikenal smart.
Menurut Cucuk, memang sejatinya beliau setia kawan. Cerdas dan selalu ranking di kelas, terus terang saja kami selalu terbantu dengan kecerdasannya.
"Kebetulan tiap hari kita selalu bergaul dari SMP, lalu SMA beliau di Bandung dan kuliah kita bareng lagi. Alhamdulillah begitu kerja ketemu lagi dan sama-sama dilantik, waktu itu beliau jadi Kadishub dan saya jadi Kadispora," katanya
HNU menambahkan, karena kebetulan sebagai sahabat ia yang tidak mau jauh dari teman-teman seperti Cucuk.
"Saya selalu ingin dekat, sehingga duduknya Cucuk dibelakang saya.
Itu untuk memudahkan komunikasi, baik dalam hal mencatat maupun mendengarkan arahan dari guru," ceritanya.
Waktu itu sekolah di Xaverius 1, yang gurunya masih didikan gaya Belanda. Untuk itu harus betul-betul pahami apa makna yang diajarkan.
"Jujur saya bangga dengan Cucuk, karena ketika diusia yang sama masuk sebagai pegawai negeri sipil. Lalu tiga tahun kemudian pada sore hari saya ingat Cucuk datang ke rumah lapor, saya duluan ekselon IV ditempatkan di OKU," ungkapnya.
Ketika malam hari menjelang tidur ia berpikir, berarti Cucuk sudah satu langkah darinya. Cucuk one step, dengan itu jadi motivasinya untuk mengejar apa yang menjadi capaian sahabatnya.
"Alhamdulillah kemudian saya mencapai ekselon IV. Meskipun bukan balas dendam, saya lebih dulu jadi ekselon II dan saya lapor juga pak Cucuk. Saya diangkat jadi Kadishub Banyuasin saya lapor melalui telepon, Cu lapor saya duluan ekselon II," bebernya.
Kemudian ketemu lagi di sini, setelah melalang buana dan tepatnya 2015 berdiri berdampingan dengan Cucuk. HNU sebagai Kadishub Kominfo Sumsel dan Cucuk sebagai Kadispora.
"Memang indah sahabat bisa jadi tambahan nilai motivasi kita dan sahabat juga bisa juga jadi koreksi buat kita," katanya.
Baca juga: Haji Nasrun Umar (HNU): Ingin Bermanfaat Untuk Orang Banyak