Tak Sepakat Dengan Hukuman Mati, Komnas HAM Sebut Bukan Solusi yang Tepat Pemberantasan Korupsi

Editor: Slamet Teguh
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

koruptor

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNSUMSEL.COM, JAKARTA - Hukuman mati yang terus dicanangkan belakang ini disebut bukan menjadi solusi yang tepat untuk pemberantasan korupsi di Indonesia.

Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik menilai vonis hukuman mati bukan solusi yang tepat untuk memberantas korupsi.

Hukuman mati menurutnya bertentangan dengan norma hak asasi manusia yakni hak hidup.

Hak hidup menurutnya adalah hak paling mendasar yang tidak bisa dikurangi dalam keadaan apapun.

Menurut Taufan upaya Indonesia memberantas korupsi tidak hanya dinilai dari seberapa kuat membangun sistem pencegahan dan penindakan terhadap praktik korupsi, tetapi juga akan dinilai seberapa jauh komitmennya terhadap kepatuhan atas standard hak asasi manusia.

Mengutip dari paparan ICW, kata Taufan, skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) China tahun 2020 sebagai salah satu Negara yang gencar menerapkan hukuman mati bagi pelaku korupsi tercatat di angka 42 dari skala 0 sampai 100.

Sebaliknya, negara-negara dengan IPK antara 85 sampai 87 yakni Denmark, Selandia Baru, Finlandia, Swedia, dan Switzerland sudah lama menghapuskan hukuman mati.

Baca juga: Anies Baswedan Disebut Tak Akan Kehilangan Panggung, Meski Pilkada Digelar Tahun 2024, Dengan Syarat

Baca juga: Sikap Presiden Jokowi yang Ngaku Tak Tahu Pergerakan Moeldoko di KLB Demokrat Tak Masuk Akal

 

 

Sementara negara-negara dengan IPK buruk di antara angka 10 sampai 14 yakni Korea Utara, Yaman, Sudan Selatan, Suriah dan Somalia, justru adalah negara yang menerapkan hukuman mati.

Hal tersebut disampaikan Taufan dalam diskusi daring bertajuk "Hukuman Mati untuk Koruptor: Apakah Tepat?" yang diselenggarakan Imparsial pada Jumat (12/3/2021).

“Komnas HAM sejak awal tidak sepakat dengan hukuman mati, karena bagi Komnas HAM hak untuk hidup merupakan hak absolut seorang manusia. Dalam berbagai kajian PBB menyimpulkan tidak ada korelasi antara pemberantasan tindak pidana kejahatan dengan hukuman mati," kata Taufan dalam keterangan Humas Komnas HAM pada Jumat (12/3/2021).

Meski dalam Kovenan Hak Sipil dan Politik (ICCPR) pasal 6 ayat 2 masih membenarkan hukuman mati, kata Taufan, namun hanya diterapkan kepada tindakan pidana paling serius yakni pelanggaran HAM yang berat di antaranya genosida, kejahatan kemanusiaan, kejahatan perang dan agregasi.

"Resolusi Dewan HAM PBB justru mendorong untuk menghapus hukuman mati. Saat ini tinggal sedikit saja negara yang masih menerapkan hukuman mati, di antaranya adalah negara kita Indonesia," kata Taufan.

Di forum internasional, kata Taufan, Indonesia dinilai sudah menunjukkan langkah baik misalnya karena dalam RKUHP tidak lagi menempatkan hukuman mati sebagai pidana pokok, tetapi lebih sebagai pidana alternatif dan memberikan waktu 10 tahun masa review yang bila di masa itu terpidana mati dinilai berkelakuan baik, hukumannya bisa diturunkan menjadi pidana seumur hidup atau lebih ringan dari pidana awalnya.

Taufan prihatin dengan munculnya lagi wacana hukuman mati kepada koruptor.

Indonesia, kata Taufan, bisa kembali disorot internasional karena dinilai tidak patuh dan tidak memiliki komitmen kuat kepada hak asasi manusia.

Halaman
12

Berita Terkini