Lebih lanjut, Refly Harun tidak memungkiri tetap memiliki rasa takut ketika mengkritik pemerintah.
Dikatakannya, Undang-undang ITE masih tetap mengancam untuk dijadikan sebagai alat pelaporan.
"Jadi saya sendiri misalnya, walaupun Pak Mahfud mengatakan kritis tidak diapa-apain, tetap saja muncul rasa was-was," ucapnya.
"Sepertinya ada sebuah kekuatan ada kelompok masyarakat, mungkin buzzer yang menunggu saat-saat kami terpeleset sehingga bisa diadukan ke penegak hukum," pungkasnya.
Baca juga: Refly Harun Ungkap Motif Jahat Dibalik Pasal Karet UU ITE Sebut Tak Heran Pengadunya Itu-itu Saja
Baca juga: Demokrat Sindir Pemerintah Lagi Sebut Heran Jokowi Lempar Wacana Revisi UU ITE Tapi Tolak RUU Pemilu
Baca juga: Pengakuan Kapolri Jenderal Listyo Sigit, Penggunaan UU ITE Sudah Tidak Sehat
Jokowi Isyaratkan akan Revisi UU ITE
Selain itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan isyarat untuk merevisi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Hal itu disampaikan saat memberikan arahan pada rapat bersama Pimpinan TNI-Polri di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/2/2021).
Dilansir TribunWow.com, Jokowi menyadari bahwa banyak adanya pelaporan dari masyarakat dengan mendasarkan UU ITE.
"Belakangan ini saya lihat semakin banyak warga masyarakat yang saling melaporkan," ujar Jokowi, dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden.
Selain itu, Jokowi juga menyinggung soal penegakkan hukum di Tanah Air, khususnya terkait UU ITE.
Menurutnya, ada dua kondisi yang terjadi, di mana masyarakat berhak bersuara memberikan kritik, namun di satu sisi juga berhak untuk melaporkan jika memang memenuhi persyaratan.
Di satu sisi lagi, penegakkan hukumnya ada di pihak kepolisian.
"Ada proses hukum yang dianggap kurang memenuhi rasa keadilan, tetapi memang pelapor itu ada rujukan hukumnya," kata Jokowi.
"Ini repotnya di sini, antara lain Undang-undang ITE," sebutnya.
Jokowi mengatakan bahwa UU ITE ini dibuat dengan tujuan untuk menjaga ruang digital yang sehat.