TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Jenazah Puji Ariantini (27) dan Hari Andoko (24), korban kebakaran di Kemang Agung, Kertapati telah dimakamkan di tempat pemakaman umum (TPU) setempat pada Rabu (15/1/2020) siang pukul 13.00.
Keluarga korban mengaku ikhlas dengan kepergian dua bersaudara anak pasangan Nurdin dan Nurhayati tersebut.
Namun pihak keluarga mengaku memiliki ganjalan di dalam hati saat cobaan menimpa mereka, muncul lagi cobaan yang jauh lebih berat dibanding musibah kebakaran tersebut.
"Waktu jenazah dua kakak saya divisum di Rumah Sakit Bhayangkara, ada polisi tanya saya, 'kenapa kamu tidak selamatkan korban waktu kebakaran'? Hati saya rasanya sakit sekali sekaligus emosi mendengar pertanyaan itu," kata Mustakim, saudara bungsu kedua korban saat dibincangi TribunSumsel.com, Rabu (15/1/2020) petang.
Bagi Mustakim, pertanyaan itu serasa menusuk dada karena di saat ia dan kedua orang tuanya dirundung duka, ada pertanyaan yang menurutnya cenderung menyudutkan.
• Breaking News, Fakta Baru: Kaki Korban Kebakaran Kertapati Putus, Dievakuasi Terpisah dari Jenazah
"Yang nanya itu tidak pakai basa-basi dan langsung nanya seperti menginterogasi saja. Dan saya lihat di media sosial juga banyak pertanyaan semacam itu," ungkap Mustakim.
Nurdin, ayahanda Mustakim mengungkapkan, pada malam naas tersebut, ia dan istrinya tidur di ruang depan rumah.
Mustakim tidur tak jauh dari lemari es penyebab kebakaran, sementara kedua korban, Puji dan Hari tidur di ruang belakang rumah.
"Jadi saya tidur di ruang depan bersama istri saya. Anak saya yang selamat (Mustakim) tidur tidak jauh dari saya, posisinya dekat kulkas. Yang kakaknya berdua (korban), biasa tidur di dalam ruang belakang rumah yang letaknya disekat," papar Nurdin.
"Jadi, saya, istri dan anak saya Mustakim posisi tidurnya dipisahkan oleh sekat dengan dua anak saya (kedua korban)," paparnya lagi.
Diketahui, kedua korban, Puji dan Hari penyandang autis dan keduanya memilih tempat tidur terpisah dengan kedua orangtuanya dan satu saudara laki-laki mereka.
Sekira pukul 03.00, Nurdin, beserta istri dan Mustakim kompak terbangun dengan seketika menyaksikan api sudah 'membungkus' rumah semi permanen berukuran 5x7 meter persegi milik mereka.
Menurut Nurdin, yang ada di pikirannya saat itu ialah menyelamatkan diri beserta istri dan anak-anaknya.
"Kami bertiga lari ke luar rumah menerobos kobaran api. Kamar tempat tidur kedua anak saya juga sudah terbakar api besar sekali," ujarnya.
Saat berhasil keluar dari rumah, mulanya belum ada satu pun tetangga yang ikut membantu memadamkan api.
Ayah, ibu dan anak tersebut berusaha sendiri memadamkan api menggunakan peralatan seadanya dengan air rawa yang ada di bawah rumah mereka.
"Saya waktu memadamkan api sambil nangis melihat anak saya sudah pasti terpanggang di dalam. Ini pertaruhan nyawa, jika saya masuk ke dalam, saya juga bisa mati," ucap Nurdin.
Setelah api berhasil dipadamkan satu jam kemudian, Nurdin dan istrinya mengaku hanya terdiam lemas menyaksikan dua buah hati mereka tewas terpanggang.
Meski mengaku ikhlas dengan kepergian dua buah hatinya, Nurdin mengaku terganggu dengan tudingan kelalaian menyelamatkan kedua korban yang dialamatkan pada ia dan keluarganya.
"Saya kalau waktu bisa diputar, saya tidak ingin kehilangan anak saya. Ajal siapa yang tahu? Kami sudah tidak punya apa-apa lagi selain baju di badan dan kami kehilangan dua anak kami," kata Nurdin dengan tatapan kosong.
Kini Nurdin beserta istri dan putranya Mustakim tinggal di rumah tetangga yang tak jauh dari rumahnya yang terbakar.
"Alhamdulillah ada tetangga berbaik hati mau menyediakan tempat tinggal untuk kami. Selain kami belum tabu harus bagaimana," kata Nurdin mengakhiri pembicaraan.