Pernyataan dari Sophia Latjuba yang menyebut ujian nasonal sebagai bentuk kemalasan dari pemerintah tentunya bukan tanpa dasar.
Dirinya mengatakan, untuk menilai kecerdasan atau kepintaran sesorang siswa tidak bisa dilihat hanya dengan ujian nasional saja.
Menurutnya, hal itu harus ditentukan dengan banyak unsur, tidak cukup hanya dengan ujian nasional.
Apalagi pendidikan merupakan sebuah proses yang cukup panjang.
"Pendidikan ini kan sebuah proses pembentukan pribadi manusia, banyak unsur yang kita harus lihat," ujar Sophia Latjuba.
"Ada intelektualitas, ada sosial, ada moral, ada fisik, ada spiritual, dan ini merupakan sebuah proses holistik, integral."
Lebih lanjut, Sophia Latjuba menilai ujian nasional terlalu umum untuk dijadikan alat penilaian setiap siswa.
Terlebih untuk menentukan kelulusan.
Lalu, dirinya menyinggung kapasitas orang yang membuat soal ujian nasional tersebut.
Dirinya mempertanyakan, apakah pembuat soal ujian nasional sudah memahami karakteristik siswa Indonesia yang punya latar belakang berbeda-beda.
"Ujian nasional yang hanya ujian nasional, satu pillihan ganda yang dibuat oleh satu orang atau sekolompok orang, yang menilai anak-anak dari Sabang sampai Merauke, dengan latar belakang yang berbeda-beda," jelas Sophia Latjuba.
"Dengan guru berbeda-beda, orang-orang mungkin yang membuat ujian nasional ini bukan guru juga mungkin, yang tidak tahu bagaimana menghendel anak."
Maka dari itu, Sophia Latjuba mengatakan, yang seharusnya memberikan penilaian adalah guru ataupun sekolah itu sendiri.
Karena menurut Sophia Latjuba, guru dan sekolah tentunya lebih tahu dan lebih mengenal dengan karakteristik dari siwanya.
"Jadi menurut saya, assessment itu classroom job, this is teacher job," ungkap Sophia Latjuba.