TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG-Raut tegang tampak terlihat jelas dari wajah kedua orang tua Obby Frisman Arkataku (24 tahun) saat sidang perdana kasus tewasnya Pelajar SMA Taruna Indonesia beberapa waktu lalu.
Sidang perdana dilaksanakan di Pengadilan Negeri Kelas 1 A khusus kota Palembang, Kamis (31/12/2019).
Sebagaimana diketahui, Obby terseret kasus hukum atas dugaan kekerasan yang menyebabkan kematian Delwyn Berli (14), siswa SMA Taruna Indonesia Semi Militer Plus Palembang.
Selama persidangan, Romdania (44) dan Dardanela (52), kedua orang tua Obby terus menatap penuh ke arah anaknya.
Romdania mengaku pasrah atas proses hukum yang harus dijalani anaknya.
Namun ia tidak bisa berbohong, sebagai ibu sungguh tak kuasa saat harus melihat anaknya duduk di kursi terdakwa.
"Pastinya sedih hati saya. Namanya juga seorang ibu," ujar Romdania.
• BREAKING NEWS, Inta Ferin Mahasiswi PGRI Palembang Dilaporkan Hilang, Ini Cirinya
Sementara itu, dalam sidang yang bergendakan pembacaan dakwaan, Penuntut umum Kejari Palembang menjerat terdakwa dengan pasal Pasal 80 ayat 3 no 17 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Dengan demikian, terdakwa terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Berdasarkan dakwaan yang dibacakan penuntut umum Kejari palembang Riko Budiman SH, kekerasan yang berujung tewasnya siswa di SMA Taruna Indonesia Semi Militer Plus bermula pada Sabtu 13 Juli 2019 lalu.
Pada saat itu korban bersama peserta Masa Dasar Bimbingan Fisik dan Mental (Madabintal) lainnya, tiba di belakang gedung SMA Taruna Indonesia usai melakukan longmarch sejauh kurang lebih 13 KM.
• Tidak Suka Dilerai, Fr dan Temannya Keroyok Pelajar SMA di Palembang Hingga Kepalanya Berdarah
Namun saat terdakwa yang berstatus guru pembina asrama putra tiba di rute akhir long march, terdakwa melihat korban duduk dan tidak mau menyebrangi kolam yang berada tak jauh dari gedung sekolah.
"Lalu seketika terdakwa berteriak ke korban oy, nyebrang," ujar Riko membacakan dakwaan.
Merasa perkataannya diacuhkan, terdakwa memukul wajah sebelah kanan korban dengan menggunakan satu bambu berukuran 103 cm yang saat itu dipegangnya.
Tersangka yang emosi juga memarahi korban agar tetap mengikuti kegiatan Madabintal sebagaimana mestinya.
"Namun korban yang saat itu duduk dengan kaki terlunjur duduk kedepan dan terlihat kelelahan sembari berkata 'ampun kak, ampun aku tak sanggup lagi'. Sebagaimana keterangan saksi Arsyad yang saat itu berada di belakang Korban," ujarnya.
Selanjutnya, mendengar ucapan korban membuat terdakwa marah dan lantas memarahinya.
Hal itu mendapat reaksi dari korban sembari memohon dan mengangkat tangan 'stop pak obby, aku dak kuat lagi'.
"Korban kemudian merangkak naik ke tumpukan seng yang berada dipinggir jalan dengan posisi seperti bersujud. Saat korban masih merangkak, terdakwa lalu memukul kaki kanan korban dengan bambu dan menendang pantat korban dengan kaki,"ujarnya.
Merasa kesakitan, korban lantas berteriak "Tolong mami-mami" dan terus menaiki tumpukan seng sambil meronta-ronta.
Melihat hal tersebut, terdakwa lantas meminta korban menyingkir namun tidak direspon.
Lalu dari belakang terdakwa menarik baju korban dengan tangan kiri dan tangan kanannya memegangi ketiak korban.
Korban saat itu dalam keadaan lemah kembali ditarik terdakwa ke tumpukan seng dalam posisi setengah berdiri seperti terseret.
"Saat tiba dipinggir aspal terdakwa dengan sengaja melepas pegangannya sehingga mengakibatkan korban terjatuh terlentang dan kepalanya membentur aspal dan sesaat kemudian korban terlihat sudah tidak bergerak," ucap Penuntut Umum.
Dengan kondisi tersebut, korban lalu dibawa ke RS Myria namun dikatakan sudah meninggal lalu jenazahnya dibawa ke RS bhayangkara untuk dilakukan pemeriksaan.
Majelis hakim yang diketuai Abu Hanifah SH lalu menunda sidang selanjutnya dengan agenda esepsi (pembelaan terdakwa) atas dakwaan JPU terhadap dirinya.
"Sidang kita tunda Senin depan dengan agenda esepsi," ujar ketua majelis hakim yang langsung mengetok palu.