TRIBUNSUMSEL.COM - Capim KPK Dari Kejaksaan Dukung Revisi UU KPK, Bela Korps Adhyaksa Meski Banyak Jaksa Terjaring OTT
Calon Pimpinan KPK dari unsur jaksa Johanis Tanak membela lembaganya terkait banyaknya jaksa yang terjaring operasi tangkap tangan KPK.
Menurutnya, jaksa yang terjaring OTT hanya segelintir saja dibandingkan jumlah jaksa yang jumlahnya mencapai 10 ribu.
Ia mengatakan jaksa yang terjaring OTT KPK merupakan jaksa yang memiliki integritas yang kurang baik.
Ada kesalahan dalam melakukan rekrutmen oleh kejaksaan sehingga, orang yang integritasnya kurang baik bisa masuk ke kejaksaan.
"Mungkin perlu ada perbaikan-perbaikan lagi ke depan sehingga tidak ada Jaksa yang ditangkap terkait dengan korupsi," katanya.
Pernyataan Johanis tersebut merespon pertanyaan anggota Komisi III dari Fraksi Gerindra, Faisal Muharrami Saragih.
"Belakangan ada oknum Jaksa, terkena OTT oleh KPK. Bagaimana korupsi di Kejaksaan. Di Kejaksaan ada fungsi Tipikor, sementara KPK hanya didirikan untuk triger Mechanism, kalau bapak yang terbaik di kejaksaan dalam menangani Tipikor, namun bapak dipindah ke KPK, bagaimana nasib kejaksaan," katanya.
Setuju UU KPK direvisi
Komisi III DPR RI meminta pendapat para calon pimpinan KPK soal revisi Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Satu di antaranya Capim dari unsur Jaksa, Johanis Tanak.
Johanis Tanak diketahui mendapatkan giliran kedua mejalani fit and proper tes Capim KPK di Komisi III DPR RI, Kamis (11/9/2019).
Johanis Tanak setuju dengan Revisi UU KPK.
Ia setuju dengan pembentukan dewan pengawas seperti dalam Revisi UU KPK.
Ia setuju pembentukan dewan pengawas, karena sistem pengawasan internal tidak cukup efektif.
Johanis mencontohkan di Kejaksaan Agung ada Jaksa Muda Pengawasan (Jamwas) yang melakukan pengawasan terhadap pegawai Kejaksaan terkait pelanggaran disiplin.
Pengawasan tersebut tidak cukup karena bisa saja tidak objektif dalam melakukan pemeriksaan.
"Hal ini sudah dilakukan Kejaksaan, ada yang indisipliner mengarah pada tindak pidana, dihukum, termasuk tindak pidana korupsi," katanya.
Selain dewan pengawasan, Johanis juga setuju dengan pemberian kewenangan menghentikan penyidikan kepada KPK (SP3).
Menurutnya SP3 memberikan ruang untuk memperbaiki kesalahan dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.