Terutama terhadap keluhan warga yang dianiaya sampai mereka diusir, rumah mereka dibakar, lahan mereka dirampas dan dilarang melakukan kegiatan keagamaan.
"Saya sangat kaget jika sampai hak warga diambil, siapa pun orang di Muratara mau KTP Muratara atau tidak, jika sudah datang dan tinggal di Muratara, akan kami lindungi," tegasnya.
Kepala Desa Air Bening, Kecamatan Rawas Ilir, Marsup mrngatakan pihaknya mendapat laporan dari warga transmigrasi bahwa ada sekitar 67 kepala keluarga yang dianiaya.
Baca: Billy Syahputra Tantang dan Ejek Kriss Hatta Begini, Usai Disebut Lelaki Setengah Perempuan
Baca: Wabup Muratara Devi Suhartoni Patroli di Aliran Sungai Rupit dan Rawas Cegah Penyentruman Ikan
"Warga yang melaporkan itu ke kita mengatakan yang menganiaya mereka itu warga sini, nama inisialnya JS," kata Marsup.
Sehingga menindaklanjutinya permasalahan tersebut, pihaknya sudah memfasilitasi warga transmigrasi untuk melapor ke aparat kepolisian maupun pemerintah kabupaten atas penganiayaan yang terjadi.
"Ini bentuknya laporan warga, kami sebagai pemerintah desa sudah memfasilitasi, mereka mau lapor polisi dan kemarin kami siapkan kendaraan untuk mengantar mereka bertemu dengan Wakil Bupati Muratara," katanya.
Sementara, Kepala Dusun V Desa Air Bening, Sungkrono mengatakan dari laporan warganya mereka mengaku dianiaya oleh JS dengan merampas lahan milik warga, membakar rumah warga bahkan mengusir warga dari pekampungan.
"Mereka mengaku, JS ini sudah sangat meresahkan, warga diusirnya, rumahnya dibakar, lahan perkebunan milik warga dirampasnya, bahkan pengajian warga dibubarkan dan tidak boleh melaksanakan kegiatan keagamaan," tuturnya.
Sungkrono menjelaskan, warga transmigrasi tersebut datang dari Pulau Jawa, awalnya mereka direkrut oleh JS dengan membayar Rp 300 ribu akan mendapatkan satu paket lahan kosong yang masih hutan belantara bekas lahan milik leruaahaan PT Barito.
Namun, setelah warga berhasil menggarap lahan hingga menjadi kebun, JS justru ingin merebut kembali lahan yang sudah dibeli tersebut dan memaksa warga agar membayar uang Rp 5 juta setiap paket lahan perkebunan.