TRIBUNSUMSEL. MURATARA-Puluhan warga transmigrasi di Dusun V, Desa Air Bening, Kecamatan Rawas Ilir, Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) mengaku telah dianiaya oleh oknum warga setempat.
Sehingga, untuk menyelesaikan permasalahan ini mereka menemui pemerintah desa agar memfasilitasi melapor ke aparat penegak hukum dan menemui Wakil Bupati Muratara, H Devi Suhartoni.
GM seorang warga yang menjadi korban penganiayaan, membenarkan bahwa dirinya dan beberapa warga lainnya dipaksa membayar uang Rp 5 juta atas lahan yang sudah digarapnya menjadi kebun.
"Tadinya kami beli satu paket Rp 300 ribu, bentuknya masih hutan dan semak belukar,"
"Tapi setelah kami garap, kami disuruh bayar lima juta, kalau tidak, kebun kami mau diambilnya," ujar dia.
Baca: Duel Khabib Nurmagomedov vs Floyd Mayweather ?, Ini Jawaban Presiden UFC
Baca: Habib Usman Rela Lakukan Hal Tak Disukai Ini Demi Kartika Putri, Lihat Sorot Wajahnya
"Terus kami ada yang diusir, ada yang dibakar rumahnya, kebun kami dirampasnya, keluarga kami juga diancam, kami takut,"
"Kami minta perlindungan dari pemerintah karena kami tinggal dan mencari hidup di sini," tambahnya.
Sementara itu, Wakil Bupati Muratara, Devi Suhartoni, Minggu (18/11/2018) mengatakan, pengusiran terhadap warga transmigrasi merupakan perbuatan melanggar hukum.
Warga transmigrasi merupakan warga Indonesia yang berhak mendapat perlindungan dan keamanan.
"Hidup di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini tidak boleh ada pengusiran, mau dari Jawa, dari Madura, Kalimantan,"
"Kalau sudah tinggal di Muratara mereka warga Muratara, wajib kita lindungi," tegasnya.
Baca: KPK : 36 Kepala Daerah, 86 Anggota DPRD Terjaring OTT di Pulau Sumatera
Baca: Cuplikan GOL dan Hasil Akhir PSIS Semarang Menang Atas Persib Bandung dengan Skor 3-0
Devi Suhartoni mengatakan, dirinya akan melaporkan kejadian itu kepada Bupati Muratara dan berkoordinasi dengan pihak kepolisian.
Serta meminta warga yang terzolimi agar membuat daftar siapa saja yang menjadi korban.
"Langkah pertama, kejadian ini akan saya laporkan dulu ke pak Bupati, nanti kami akan berkoordinasi dengan Kapolres Musi Rawas," kata Devi.
Devi mengaku terkejut dengan laporan warga transmigrasi dari Desa Air Bening tersebut.
Terutama terhadap keluhan warga yang dianiaya sampai mereka diusir, rumah mereka dibakar, lahan mereka dirampas dan dilarang melakukan kegiatan keagamaan.
"Saya sangat kaget jika sampai hak warga diambil, siapa pun orang di Muratara mau KTP Muratara atau tidak, jika sudah datang dan tinggal di Muratara, akan kami lindungi," tegasnya.
Kepala Desa Air Bening, Kecamatan Rawas Ilir, Marsup mrngatakan pihaknya mendapat laporan dari warga transmigrasi bahwa ada sekitar 67 kepala keluarga yang dianiaya.
Baca: Billy Syahputra Tantang dan Ejek Kriss Hatta Begini, Usai Disebut Lelaki Setengah Perempuan
Baca: Wabup Muratara Devi Suhartoni Patroli di Aliran Sungai Rupit dan Rawas Cegah Penyentruman Ikan
"Warga yang melaporkan itu ke kita mengatakan yang menganiaya mereka itu warga sini, nama inisialnya JS," kata Marsup.
Sehingga menindaklanjutinya permasalahan tersebut, pihaknya sudah memfasilitasi warga transmigrasi untuk melapor ke aparat kepolisian maupun pemerintah kabupaten atas penganiayaan yang terjadi.
"Ini bentuknya laporan warga, kami sebagai pemerintah desa sudah memfasilitasi, mereka mau lapor polisi dan kemarin kami siapkan kendaraan untuk mengantar mereka bertemu dengan Wakil Bupati Muratara," katanya.
Sementara, Kepala Dusun V Desa Air Bening, Sungkrono mengatakan dari laporan warganya mereka mengaku dianiaya oleh JS dengan merampas lahan milik warga, membakar rumah warga bahkan mengusir warga dari pekampungan.
"Mereka mengaku, JS ini sudah sangat meresahkan, warga diusirnya, rumahnya dibakar, lahan perkebunan milik warga dirampasnya, bahkan pengajian warga dibubarkan dan tidak boleh melaksanakan kegiatan keagamaan," tuturnya.
Sungkrono menjelaskan, warga transmigrasi tersebut datang dari Pulau Jawa, awalnya mereka direkrut oleh JS dengan membayar Rp 300 ribu akan mendapatkan satu paket lahan kosong yang masih hutan belantara bekas lahan milik leruaahaan PT Barito.
Namun, setelah warga berhasil menggarap lahan hingga menjadi kebun, JS justru ingin merebut kembali lahan yang sudah dibeli tersebut dan memaksa warga agar membayar uang Rp 5 juta setiap paket lahan perkebunan.