Panglima TNI: Delapan Senjata Ilegal Sudah Disita

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengunjungi Korem 043/Garuda Hitam, Lampung, Selasa (26/4/2016), dalam rangka memberikan pengarahan kepada para prajurit dan PNS.

TRIBUNSUMSEL.COM, JAKARTA-Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo membenarkan adanya pembelian senjata yang dilakukan oleh Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) secara ilegal.

Paspampres yang dimaksud adalah anggota Grup A dan B. "Ada Grup A ada Grup B," ujar Panglima di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (11/7/2016).

Diketahui, Grup A Paspampres memiliki tugas memberikan keamanan terhadap Presiden RI. Grup B Paspampres bertugas untuk memberi keamanan terhadap Wakil Presiden.

Sementara, Grup C Paspampres bertugas untuk memberi pengamanan terhadap tamu negara dan Grup D Paspampres bertugas memberikan pengamanan kepada Mantan Presiden RI.

Terkait waktu pembelian senjata dari tentara AS tersebut, Panglima mengatakan, dilakukan ketika Mayjen TNI Andika Perkasa menjabat sebagai Komandan Paspampres.  "Kejadiannya saat Danpaspampres yang lama, Andika," kata Gatot.

Meski demikian, Gatot mengungkapkan, persoalan bukan siapa yang mejadi Komandan Paspampres. Gatot menambahkan, kini tugas Komandan Paspampres yakni memberikan sanksi hukum kepada personel yang membeli senjata dari AS tersebut untuk keperluan pribadi.

"Yang memberikan itu atasan hukumnya, adalah Danpaspampres, yang skarang. Dari keputusan itu kita tidak melihat yang lama atau yang baru, atasan hukumlah yang menentukan," tutur Gatot.1

Ia memastikan, sudah menertibkan oknum Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) yang terlibat pembelian senjata yang dimaksud. "Kena sanksi, administrasi dan tindakan disiplin," ujar Gatot .

Terhadap oknum Paspampres yang membeli senjata ilegal tersebut, Gatot mengatakan telah dilakukan penyelidikan oleh Puspom TNI dan barang bukti telah disita.

"Kalau tidak salah tujuh atau delapan. Barang buktinya sudah di Puspom, sudah disita, kurang lebih empat sampai enam bulan lalu sudah dapat informasi, lalu kami lakukan penyelidikan kami sudah sita senjatanya semuanya," kata Gatot.

Meski begitu, Panglima membantah anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) yang membeli senjata di Amerika Serikat dilakukan secara ilegal.

Gatot menjelaskan, pembelian senjata api tersebut dilakukan secara legal, ditandai adanya surat-surat resmi baik bukti pembelian maupun jenis senjata api yang dibeli. "Mereka (anggota Paspampres) membeli secara legal di sana (Amerika Serikat)," ujar Gatot.

Yang akhirmya menjadi persoalan, kata Gatot, yakni mal-administrasi ketika senjata api yang dibeli tersebut masuk ke Indonesia. "Bukti pembelian ada, makanya legal, proses masuknya saja yang ilegal," kata Gatot.

Gatot mengungkapkan, pembelian senjata api tersebut memang untuk dimiliki oleh anggota Paspampres secara pribadi. "Pribadi yang membeli berbagai jenis senjata yang dia tidak miliki di sini untuk dia latihan," kata Gatot.

Gatot menegaskan kembali, seorang anggota TNI tidak diperbolehkan memiliki senjata api secara perorangan, kecuali terdaftar sebagai anggota Persatuan Menembak dan Berburu Seluruh Indonesia (Perbakin).

"Semua prajurit tidak boleh beli perorangan. Saya misalnya, tidak boleh juga. Saya bisa beli perorangan melalui agen boleh, tetapi saya harus masuk ke Perbakin kan. Walaupun saya Panglima TNI tetap lewat Perbakin," ujar Gatot.

Sebelumnya, tentara Amerika Serikat (AS) Audi Sumilat mengakui perbuatannya menjual senjata ke oknum Paspampres RI. Pihak AS menyebut hal ini sebagai kasus pertama penyelundupan senjata ilegal yang libatkan pemerintah asing.

Diberitakan media AS, military.com,, Sumilat mengaku bersalah dan dihukum maksimal 5 tahun penjara dan denda sebesar US$ 250 ribu dollar.

Seorang rekan Sumilat juga akan diadili pada tanggal 19 Juli 2016. Asisten Kejaksaan AS Bill Morse mengatakan, ada beberapa kasus perdagangan senjata api internasional termasuk Ghana, Kanada dan Meksiko. "Tapi ini adalah kasus pertama di mana penerima adalah perwakilan dari pemerintah asing," kata Morse.

Pihak berwenang mengatakan, Sumilat terlibat dalam konspirasi pembelian senjata di Texas dan New Hampsire untuk Paspampres RI.

Sumilat mengaku dirinya dan tiga anggotanya menyusun rencana pada tahun 2014, saat mereka ditempatkan bersama-sama dalam sebuah pelatihan di Fort Benning, Georgia.

Senjata api itu kemudian diserahkan kepada anggota Paspampres yang sedang melakukan perjalanan dinas di Washington DC dan juga di kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York.

Halaman
12

Berita Terkini