Potensi dan Rencana Pemanfaatan Cagar Budaya dan WBTB Indonesia di Sumatra Selatan
Hingga kini, terdapat 54 Cagar Budaya yang sudah ditetapkan. Hal ini sesuai dengan UU Nomor. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG-Sumatra Selatan, dengan tiga belas kabupaten dan empat kota, memiliki potensi yang sangat besar dalam hal warisan budaya, baik cagar budaya maupun Warisan Budaya Takbenda (WBTb). Saat ini, pemerintah Provinsi Sumatra Selatan serta pemerintah kota dan kabupaten sedang giat-giatnya memanfaatkan serta mengembangkan semua warisan serta karya budaya itu.
Salah satu kegiatan yang dilakukan dan dikelola Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatra Selatan, melalui Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) adalah melakukan kajian untuk selanjutnya merekomendasikan cagar budaya berupa benda, struktur, bangunan, situs, kawasan cagar budaya untuk ditetapkan. Ada beberapa cagar budaya yang juga telah direkomendasikan untuk pemeringkatan kepada Gubernur untuk menjadi peringkat provinsi dan ada beberapa yang direkomendasikan untuk peringkat nasional. Hal ini sesuai dengan UU Nomor. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Hingga kini, terdapat 54 Cagar Budaya yang sudah ditetapkan. Cagar Budaya itu turut meliputi satu Cagar Budaya di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), yakni Gua Harimau. Gua Harimau sudah ditetapkan sebagai cagar budaya peringkat kabupaten pada tahun 2017 ini sudah ditetapkan sebagai Cagar Budaya peringkat nasional pada tahun 2019.
Selain itu, terdapat pula satu cagar budaya dari Kota Lubuklinggau, yaitu Watervang (peringkat kabupaten) pada tahun 2020. Sementara pada daerah lainnya, Kabupaten Muara Enim memiliki enam Cagar Budaya, Pagar Alam (5), Empat Lawang (2), Musi Banyuasin (1), Banyuasin (1), OKI (1), Lahat (10), Palembang (15), Ogan Ilir (2), PALI (8), OKU Selatan (1), dasn OKU Timur (1).
Faktanya, masih banyak cagar budaya yang belum ditetapkan, baik potensinya sebagai peringkat kabupaten/kota, provinsi, maupun nasional. Saat ini, dengan beberapa kota/kabupaten yang sudah memiliki TACB, potensi itu akan tergali dan diharapkan dapat segera ditetapkan. Kini, kota/kabupaten yang telah memiliki TACB adalah Kota Palembang, Kabupaten Musi Banyuasin, OKU Timur dan Lahat. Melalui TACB kota/kabupaten ini, kita berharap penggalian, perekomendasian dan penetapan Cagar Budaya dapat digalakkan.
Selain cagar budaya, warisan budaya takbenda di Sumatra Selatan sekarang juga sedang digali dan didokumentasikan dengan giat. Usaha itu sudah dilakukan sejak tahun 2013 dengan hasil Kota Palembang sebanyak enam belas karya budaya, OKU (1), Pagar Alam (5), Musi Banyuasin (2), OKU Timur (2), Banyuasin (3), OKI (9), Lubuklinggau(2), Musi Rawas (2), Muara Enim (1), Empat Lawang (1), dan PALI (2).
Satu karya budaya, yaitu Surat Ulu mengatasnamakan Provinsi Sumatra Selatan karena karya budaya ini dimiliki semua kabupaten dan kota di Sumatra Selatan, kecuali Palembang. Ada juga karya budaya yang dimiliki bersama oleh dua kota/kabupaten seperti Jajuluk yang biasa digunakan di Kabupaten OKI dan OKU Timur.
Saat ini, ada beberapa karya budaya yang sedang diperbaiki untuk selanjutnya akan diteruskan ke Tim Ahli WBTb Nasional. Ada juga WBTb yang tidak dapat dilanjutkan sebagai WBTb Nasional karena keberadaannya di daerah sudah dapat dikatakan hampir punah karena pembuatannya tidak dapat lagi dilakukan. Contohnya, perahu kajang.
Sama seperti Cagar Budaya, WBTb di Sumatra Selatan masih sangat banyak yang belum digali. Misalnya, permainan cuki yang dahulu merupakan permainan bangsawan Palembang dan hingga kini masih dimainkan. Ini merupakan salah satu WBTb yang akan diajukan pada kesempatan pertama pengajuan WBTb daerah ke tingkat nasional.
Usaha Pemanfaatan
Baik Cagar Budaya maupun WBTb dapat dioptimalkan fungsinya. Salah satunya, bangunan ODCB (Objek Diduga Cagar Budaya) di wilayah Sugihwaras, OKI, yaitu Rumah 100 tiang. Sejak tahun 2013, rumah ini sudah dijadikan objek kunjungan wisata. Saat itu, Rumah 100 tiang dan beberapa rumah di sekitarnya dijadikan homestay dalam acara Jelajah Budaya yang melibatkan pelajar SMA dari tiga provinsi (Sumatra Selatan, Jambi dan Bengkulu). Dalam acara yang dihelat Badan Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Sumatra Barat itu, dilakukan juga pemutaran film dokumenter tentang rumah ini.
Di samping itu, makanan yang disajikan untuk peserta Jelajah Budaya adalah makanan yang sudah masuk ke dalam WBTb Nasional seperti pindang Palembang (ditetapkan tahun 2018) dan burgo (ditetapkan tahun 2021). Teknik penyajiannya pun dilakukan dengan cara ngobeng (ditetapkan tahun 2018). Selama Jelajah Budaya berlangsung, para peserta juga diajak melakukan berbagai permainan yang sebagian telah ditetapkan sebagai WBTb Nasional.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatra Selatan juga telah menerapkan berbagai kebijakan terkait pemanfaatan Cagar Budaya dan WBTb. Pada saat pelaksanaan acara tertentu, bahkan untuk aktivitas rutin, membiasakan penggunaan tanjak (ditetapkan tahun 2019) dan baju telok belango dengan rumpak sebagai pelengkap. Pegawai Pemerintah Provinsi Sumatra Selatan juga sudah menggunakan Wastra Sumatra Selatan (batik dan jumputan) sebagai pakaian setiap Kamis dan Jumat. Saat ini pun, setiap kegiatan yang mengharuskan adanya kudapan, hampir semua instansi di Sumatra Selatan akan menghidangkan kudapan khas dari daerah masing-masing. Pemerintah Kota Palembang bahkan sejak beberapa tahun lalu menerapkan sistem Idangan ketika menjamu tamu.
Pada peringatan HUT Kemerdekaan RI pada 17 Agustus lalu, juga dihelat Pameran Bidar. Selain Lumban (Lomba) Bidar yang rutin dilaksanakan setiap tahun, tahun ini juga dilaksanakan pertunjukan pembuatan bidar, dilengkapi penjelasan mengenai cara pembuatan, kayu yang dipakai dan bagian-bagian bidar.
Beberapa WBTb, khususnya kuliner, saat ini sangat besar potensinya untuk digali. Misalnya, kuliner asal Palembang yang tercatat lebih dari 200 jenis makanan. Apalagi, ada jenis makanan yang merupakan milik kampung dan tidak dikenal di kampung lainnya. Contohnya, bodeng, yaitu pempek lenjer yang diiris tipis, kemudian dikukus dalam kocokan telur bebek. Selanjutnya, makanan ini diiris tipis, lalu dimakan dengan cuka/cuko. Ada juga makanan milik keluarga tertentu dan tidak dikenal di keluarga lain. Contoh, purno, yang serupa adonan putu embun tetapi dimasak dengan cara di-rendang atau di-oven.