Berita OKU Timur

50 Hektare Sawah Padi di Sridadi OKU Timur Porak Poranda Diterjang Angin Kencang, Terancam Membusuk

Sedikitnya 50 hektare sawah padi di desa tersebut terdampak, sebagian di antaranya mengalami kerusakan cukup parah.

Penulis: CHOIRUL RAHMAN | Editor: Slamet Teguh
Dokumen Warga
PENANGANAN DARURAT -- Sejumlah sawah milik petani di Desa Sridadi, Kecamatan Buay Madang yang roboh akibat diterjang angin kencang, Senin (25/8/2025). Sedikitnya 50 hektare sawah terdampak, dengan 7 hektare di antaranya mengalami kerusakan parah. 

TRIBUNSUMSEL.COM, MARTAPURA – Hembusan angin kencang yang melanda Desa Sridadi, Kecamatan Buay Madang, OKU Selatan pada Rabu malam (20/8/2025), meninggalkan jejak kerusakan yang tidak hanya merobohkan rumah warga, tetapi juga memporakporandakan lahan persawahan. 

Sedikitnya 50 hektare sawah padi di desa tersebut terdampak, sebagian di antaranya mengalami kerusakan cukup parah.

Kepala Desa Sridadi, Dedi Kurniawan, mengungkapkan sejak awal pihaknya memperkirakan luas sawah yang roboh mencapai 50 hektare.

"Kalau kemarin perkiraan sekitar 50 hektare yang roboh," ujarnya.

Ia juga menyampaikan, sesudah kejadian petani langsung melakukan penanganan darurat dengan cara diikat satu satu biar bisa berdiri.

"Ya jika tidak segera diikat padi akan membusuk," terangnya. 

Hal senada disampaikan Adi Saroni, pengurus Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) deaa setempat.

Ia merinci, dari total 50 hektare yang roboh, sebagian besar sekitar 43 hektare adalah padi berusia muda, antara 50 hingga 55 hari. 

"Pagi itu setelah angin kencang melanda desa kami, tanaman padi rebah, tapi sore harinya sebagian sudah bisa berdiri kembali. Itu untuk padi yang masih belum ada isi," jelasnya.

Baca juga: Angin Puting Beliung Terjang Desa Sridadi OKU Timur, Puluhan Rumah & Sawah Rusak Hingga Warga Trauma

Baca juga: Sejumlah Kendala Hantui Program Cetak Sawah Baru di OKU Timur, Kini Sudah Mencapai 7.591 Hektare

Namun, sekitar 7 hektare lainnya mengalami kerusakan lebih serius karena padinya sudah mulai berisi dengan usia 60 sampai 65 hari.

Padi yang rebah di usia tersebut sulit kembali tegak, sehingga para petani harus melakukan penanganan manual dengan mengikat batang menggunakan berbagai cara tradisional, mulai dari janur kelapa, tali bambu, hingga tali rapiah.

"Sebagian besar sudah diikat, tapi ada juga yang belum sempat karena keterbatasan waktu dan tenaga," tambah Adi Saroni.

Sementara itu, Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Desa Sridadi, Kecamatan Buay Madang BPP wilayah Kurungan Nyawa, Dian Lestari, menyebutkan dari 7 hektare yang terdampak parah, sekitar 5 hektare sudah berhasil ditangani dengan cara diikat.

"Sisanya masih ada dua hektare yang belum tertangani. Kami dari penyuluh akan terus melakukan pendampingan kepada petani," tegasnya.

Bagi para petani, ancaman angin kencang di musim tanam seperti ini bukan hanya persoalan rebahnya padi, tetapi juga risiko menurunnya kualitas dan hasil panen. 

Upaya pengikatan yang dilakukan secara swadaya menjadi langkah darurat agar padi tetap bisa dipanen meski hasilnya mungkin tidak maksimal.

 

 

 

Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News

Ikuti dan bergabung dalam saluran whatsapp Tribunsumsel.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved