HUT ke 80 RI

Jelang Lomba Bidar, Warga Jejawi OKI Gelar Ritual Tahunan Berharap Kemenangan

Pemilik dua bidar yang akan berlaga, Ardianto, dengan nama Bidar Ardi CS Grup, memimpin rombongan pedayung untuk melakukan ritual tahunan.

SRIPOKU/SYAHRUL HIDAYAT
TRADISI -- Sejumlah tokoh masyarakat dan peserta dayung dari Bidar Ardi CS Group menggelar ritual sebelum tanding Bidar, di Desa Simpang Empat Jejawi OKI, Sabtu (16/8/2025). 

TRIBUNSUMSEL.COM -- Senja merapat di Desa Simpang Empat Jejawi, Ogan Komering Ilir (OKI), Sumsel. 

Di sebuah rumah panggung tua milik Wak Rosa, di tepi Sungai Simpang Empat, suasana khidmat menyelimuti puluhan pedayung.

Malam ini, Sabtu (16/8/2025), bukan sekadar malam biasa, melainkan malam yang penuh makna, malam di mana tradisi berpadu dengan doa demi kemenangan dan keselamatan dalam lomba bidar memperingati HUT ke-80 RI.

Pemilik dua bidar yang akan berlaga, Ardianto, dengan nama Bidar Ardi CS Grup, memimpin rombongan pedayung untuk melakukan ritual tahunan.

"Ini sudah tradisi kami, setiap mau lomba, kami selalu kumpul di sini. Berdoa dan baca Yasin bersama," ujar Ardi.

Baca juga: Asal Usul Perahu Bidar Palembang yang Selalu Ada Saat HUT RI, Mulanya Untuk Patroli Kesultanan

Di rumah milik Wak Rosa, merupakan seorang sesepuh dan perajin bidar, para pedayung berkumpul. 

Wak Rosa sendiri dikenal sebagai penjaga tradisi yang dihormati di desa ini.

Ritual dimulai setelah salat isya, dipimpin oleh Mang Mat, seorang pawang laut yang disegani. 

Lantunan ayat suci Al-Qur'an dari Surah Yasin menggema, mengiringi harapan agar perlombaan berjalan lancar tanpa halangan.

Di tengah-tengah ruang keluarga yang dijadikan tempat berdoa bersama, tampak dua nasi kunyit panggang ayam, nasi Telok Sembilan Wali, dan berbagai jenis kembang.

"Tentu kami mohon keselamatan, agar para pedayung tidak kenapa-kenapa," lanjut Ardi.

"Sungai bisa saja bergelombang, jadi kita perlu mohon agar para pedayung terhindar dari bahaya," tambah Ketua PP Kecamatan Pemulutan.

Setelah prosesi Yasinan dan doa bersama selesai, ritual berlanjut.

Air kembang disiramkan ke bidar sebagai simbol penyucian dan permohonan restu alam. 

Nasi kunyit panggang ayam kemudian disantap bersama oleh 57 pedayung, menjadi simbol kebersamaan dan kekuatan tim.

Ardianto tidak menampik adanya kekhawatiran dari hal-hal yang bersifat mistis dalam perlombaan.

"Kami juga tidak memungkiri, ada tekanan dari hal-hal mistis yang bisa mengganggu kemenangan. Jadi kami berdoa dan melakukan ritual ini untuk 'memagari' diri kami agar terhindar dari gangguan tersebut," jelasnya.

Dengan doa dan ritual ini, Ardianto dan timnya berharap dapat berlomba dengan tenang, fokus, dan meraih kemenangan.

Ritual ini bukan hanya sekadar tradisi, melainkan sebuah jalinan keyakinan, kerja keras, dan doa yang menyatu dalam semangat kompetisi, menunjukkan bahwa kemenangan sejati tak hanya diraih dengan kekuatan fisik, tetapi juga dengan restu dari Tuhan dan leluhur.

"Nasi kunyit panggang ayam ini akan dimakan oleh para pedayung. Sebanyak 57 pedayung usai yasinan dan doa bersama, mereka makan bersama. Ada dua nasi kunyit ayam panggang dan dua nampan nasi telor sembilan wali. Karena ada dua bidar yang akan diturunkan dalam lomba," tutup Ardi sambil mengajak Sripo-Tribunsumsel makan bersama.

 

 

Baca artikel menarik lainnya di Google News

Ikuti dan bergabung di saluran WhatsApp Tribunsumsel

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved