Berita UMKM
Kisah Salim, Masih Bertahan Jadi Pembuat Mainan Kapal dan Pesawat Gabus Khas 17 Agustus di Palembang
Salim (48) adalah perajin miniatur kapal dan pesawat terbang dari akar gabus yang jadi salah satu ikonik Palembang saat momen 17 Agustus.
Penulis: Syahrul Hidayat | Editor: Shinta Dwi Anggraini
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG -- Setiap tanggal 17 Agustus, kemeriahan Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia selalu diwarnai dengan beragam tradisi unik di seluruh pelosok Tanah Air.
Tak terkecuali Palembang yang punya ikon perayaan tersendiri: Kapal Telok Abang.
Mainan berbentuk kapal kapalan dan pesawat dari gabus ini sudah menjadi aksesori wajib yang turun-temurun menemani perayaan kemerdekaan di kota pempek ini.
Dahulu, kapal dan pesawat telok abang adalah suvenir rutin yang diberikan orangtua kepada anak-anak mereka.
Namun, seiring berjalannya waktu, tradisi ini sempat dikhawatirkan akan punah.
Padahal, mainan yang populer sejak tahun 1960-an ini menyimpan cerita dan semangat kemerdekaan yang kental.
Di balik pesona kapal-pesawat telok abang, ada kisah para perajin unik yang kini semakin langka.
Salah satunya adalah Salim (48), seorang perajin miniatur kapal dan pesawat terbang dari akar gabus yang berlokasi di Lorong Chodijah, Kelurahan Silaberanti, Jakabaring, Palembang.
Sudah 20 tahun Salim mendedikasikan dirinya untuk melestarikan kerajinan ini, melanjutkan jejak sang ayah, Hasan Zaini, yang meninggal pada tahun 2018.
Dari enam bersaudara, hanya Salim yang meneruskan usaha ini.
"Yang lain tidak minat, jadinya kerja," ungkapnya.
Ini menjadikan Salim sebagai salah satu dari segelintir perajin yang masih bertahan, sekitar sepuluh keluarga, semuanya masih terhubung secara kekeluargaan di Silaberanti.
Miniatur kapal dan pesawat gabus ini bukan hanya sekadar mainan, melainkan ciri khas yang tak terpisahkan dari perayaan kemerdekaan di Palembang.
"Iya, pada masa saya kecil, mainan Telok abang ini adalah bukti kalau sudah berkunjung ke Palembang atau balik dari nonton bidar dan pawai pembangunan di Palembang HUT RI pada masa dulu," cerita Salim bersemangat, mengulang ucapan para pelanggannya.
Seperti biasa jelang bulan Agustus setiap tahun, aktivitas pembuatan kapal-pesawat gabus sudah rampung, siap diburu para pedagang.
Tahun ini, Salim sukses memproduksi sekitar 600 miniatur kapal dan pesawat, meraup omset sekitar Rp 12 juta.
"Tahun ini buat 600 buah. Untuk miniatur kapal harganya Rp 15 ribu sedangkan pesawat Rp 20 ribu per buah," ungkap Salim, Minggu (27/7/2025).
Perbedaan harga ini, jelasnya, karena tingkat kerumitan dan bahan baku.
Miniatur kapal menggunakan rangka akar gabus campur kardus bekas, sementara pesawat murni dari akar gabus semua.
Keunikan lain dari kerajinan Salim adalah jumlah miniatur yang dibuatnya setiap tahun sangat bergantung pada ketersediaan akar gabus.
Salim rela menjelajahi berbagai wilayah demi mendapatkan bahan baku langka ini, mulai dari Punti Kayu Palembang hingga hutan-hutan di Muara Enim.
"Semuanya sudah kami jelajahi untuk mencari akar gabus. Punti Kayu, wilayah Tanjung Api-api, dan tahun ini ambil di daerah Bakung, Gelumbang," ceritanya.
Pencarian bahan baku ini dilakukan Salim sejak bulan Februari setiap tahun.
Setelah bahan terkumpul, rumah panggung yang dijadikan bengkel, ia mulai membuat kerangka miniatur sendiri dari bangun tidur hingga siang hari.
"Dari Bulan 2 (Februari) itu sudah cari bahan. Buat kerangkanya dilakukan sendiri dari mengasah hingga menyatukan. Nanti bendera-bendera hiasannya baru dibantu keluarga lain," jelasnya.
Satu meter akar gabus bisa menghasilkan sekitar enam badan pesawat miniatur.
Selain bahan baku akar gabus, para perajin ini juga menyiapkan kertas manggis, kertas minyak, lem, benang nilon dan potongan bambu untuk stik gantung kapal dan pesawat.
Setelah 20 tahun menggeluti profesi ini, Salim tak perlu lagi repot menjajakan dagangannya.
Pelanggan setianya kini datang langsung ke rumahnya untuk memborong ratusan miniatur buatannya.
Pembeli datang dari berbagai pasar di Palembang, seperti Pasar Lemabang, Pasar KM 5, Pasar Perumnas, Pasar Kuto, hingga Pasar 26 Ilir dan Jalan Merdeka.
"Kita hanya buat dan menghiasnya, mulai menempel potongan kertas manggis, pasang pernah pernik dari kertas minyak yang dilemkan. Sedangkan Telok abangnya para penjual itu yang menyediakannya," jelas bapak yang baru dikaruniai anak bujang ini.
Meskipun model miniatur biasanya sudah terukir di benaknya, Salim tetap melakukan "trial and error" sebelum membuat versi aslinya.
Ia juga menerima pesanan khusus, seperti model kepala naga, perahu bidar, atau pesawat tempur, meskipun peminatnya tidak banyak dan harga harus dinegosiasikan.
Salim sangat berharap agar para perajin miniatur seperti dirinya lebih diperhatikan pemerintah.
"Harapannya kami lebih diperhatikan (oleh pemerintah). Karena miniatur ini kan memang sudah tradisi setiap Agustusan di Palembang," harapnya.
Melalui tangan-tangan terampil seperti Salim, tradisi Kapal Telok Abang dan miniatur gabus lainnya akan terus berlayar, menjaga semangat kemerdekaan di Bumi Sriwijaya.
Baca artikel menarik lainnya di Google News
Ikuti dan bergabung di saluran WhatsApp Tribunsumsel
Dari Hobi Jadi Bisnis, Anggie Pratiwi Sukses Bangun APR Florist dengan Modal Rp 500 Ribu |
![]() |
---|
Bangkit dari Pandemi, Sugito Hadirkan Warung Sarapan Favorit di Belitang OKU Timur |
![]() |
---|
Inovasi Baru NR Florist Linggau, Sediakan Ucapan Lewat Bibit Tanaman Buah |
![]() |
---|
Emas Kawin Dijadikan Modal, Fadli Sukses Rintis Percetakan di Palembang, Beromzet Ratusan Juta/Bulan |
![]() |
---|
Kemplang Panggang Tata, Perjuangan Warga OKU Timur dari Warung Kecil Hingga Beromzet Jutaan Per Hari |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.