Berita Viral

Elma Bantah Isu Nyawa Suami Brigadir Nurhadi Ditukar Uang Rp400 Juta, Akui Didatangi Istri Kompol YG

Duka mendalam masih dirasakan Elma Agustina (28) istri dari Brigadir Muhammad Nurhadi yang tewas tak wajar di villa Gili Trawangan

|
Editor: Moch Krisna
KOMPAS.com/FITRI RACHMAWATI
DUKA ISTRI POLISI- Elma Agustina (28), istri almarhum Brigadir Muhammad Nurhadi, polisi tewas saat berliburan bersama atasannya di villa di Gili Trawangan, masih berduka, baru melahirkan anak kedua saat suami meninggal dunia 

TRIBUNSUMSEL.COM -- Duka mendalam masih dirasakan Elma Agustina (28) istri dari Brigadir Muhammad Nurhadi yang tewas tak wajar di villa Gili Trawangan.

Empat bulan sudah Brigadir Nurhadi berpulang, namun kasus pembunuhannya tak kunjung terang.

Polda NTB belum bisa menunjukkan siapa pelaku utama pembunuhan polisi muda itu. 

Elma membenarkan sejumlah polisi mendatanginya, termasuk dua istri atasan yang menjadi tersangka pembunuh suaminya, istri Kompol I Made Yogi Purusa Utama dan istri I Gede Haris Chandra. 

Melansir dari Kompas.com, Minggu (13/7/2025) Elma angkat bicara terkait tuduhan menerima uang Rp 400 juta dari tersangka Kompol YG.

Isu itu menyebut uang tersebut ditujukan agar tidak memperkarakannya lagi.

"Itu semua fitnah, saya tidak akan menukar nyawa suami saya dengan uang, tidak pernah ada uang Rp 400 juta itu demi Allah." "Seperti apa yang Rp 400 juta saja tidak pernah saya lihat," ungkap Elma pada Kompas.com di kediamannya. 

Elma mengaku hanya menginginkan keadilan bagi suaminya. Dia berharap penyebab kematian suaminya segera terungkap.

PENGACARA - Istri almarhum Brihadir Muhamad Nurhadi (tengah) menggendong bayinya bersama tim kuasa hukum keluarga, di Desa Sembung, Kecamatan Narmada, Lombok Barat, Sabtu (13/7/2025).
PENGACARA - Istri almarhum Brihadir Muhamad Nurhadi (tengah) menggendong bayinya bersama tim kuasa hukum keluarga, di Desa Sembung, Kecamatan Narmada, Lombok Barat, Sabtu (13/7/2025). (Dok.Istimewa/Tribunlombok.com)

Pernah melihat WhatsApp Nurhadi 

Reni, (35) kakak Ipar Nurhadi selalu mengikuti perkembangan kasus Nurhadi, mencari tahu apa yang telah terjadi dan apa yang mereka alami pasca kematian Nurhadi.

Dia menyebut, banyak yang mestinya bisa dicari tahu melalui handphone Nurhadi, sayangnya handphone tersebut sudah disita tim penyidik Polda NTB.  

 Namun sebelumnya Reni sempat membuka WA di HP Nurhadi bersama keluarga, yang di dalamnya ada pesan dari tersangka HC yang memintanya tak ikut campur.  

"Di WhatsApp itu terlihat percakapan tersangka HC yang memintanya (Nurhadi) diam saja, itu di screenshot oleh almarhum dikirim ke tersangka YG, sayangnya saya tidak kirim hasil screenshot itu ke handphone saya." "Ada banyak yang bisa kita lihat di sana, tapi sudah disita," kata Reni.  

Reni juga selalu mengecek apa yang sebenarnya terjadi di Gili Trawangan saat Nurhadi dibawa ke Klinik Warga. Reni mendapati informasi yang berbeda antara keterangan polisi dan informasi dari rekan rekannya di Gili Trawangan.  

Reni mengatakan, polisi menyebut kepada keluarga, luka pada Nurhadi karena terjatuh dari cidomo (alat transportasi tradisional yang ada di Gili Trawangan).  

"Kemudian juga kami dikabari Nurhadi saat kritis dibawa ke Klinik Warna diantarkan YG tetapi rekannya di klinik mengatakan tidak ada YG yang ikut mengantar ke klinik," kata dia.

 "Jadi banyak sekali informasi yang tidak sesuai, sehingga kami keluarga sudah tidak percaya pada siapa pun," sambung dia. 

Kecewanya Keluarga Brigadir Nurhadi

Pihak keluarga Brigadir Muhammad Nurhadi keberatan dengan penerapan pasal yang digunakan dalam kasus ini.

Keberatan ini disampaikan melalui kuasa hukum keluarga almarhum Brigadir Nurhadi, Giras Genta Tiwikrama dan Kumar Gauraf, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (13/7/2025).

Seperti diketahui, dalam kasus ini tersangka dipersangkakan dengan Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian, yang memiliki ancaman pidana maksimal tujuh tahun penjara.

Kuasa hukum keluarga almarhum Brigadir Nurhadi, menyatakan keberatan sekaligus kekecewaan atas konstruksi hukum yang diterapkan oleh pihak kepolisian, yang hanya menggunakan Pasal 351 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian, dengan ancaman pidana maksimal tujuh tahun penjara. 

"Pihak keluarga merasa membutuhkan pendampingan hukum karena perkara ini semakin rumit dan belum menemui kejelasan mengenai siapa pelaku utama pembunuhan, serta apa motif sesungguhya di balik peristiwa tersebut," kata Genta, dalam rilisnya.

Giras Genta menilai penerapan pasal tersebut terlalu ringan untuk kasus kematian Brigadir Nurhadi tidak mencerminkan prinsip kepastian hukum dan keadilan, khususnya bagi keluarga yang ditinggalkan. 

"Berdasarkan fakta yang kami peroleh, terdapat indikasi kuat bahwa almarhum merupakan korban tindak pidana pembunuhan sebagaimana diatur dalam Pasal 338 KUHP," katanya. 

Ia juga menambahkan bahwa temuan hasil autopsi dan keterangan dokter forensik semakin memperkuat dugaan adanya tindak pidana pembunuhan.

Keluarga almarhum mendesak aparat penegak hukum untuk mengungkap motif sebenarnya di balik kematian Brigadir Nurhadi

Mereka meyakini bahwa peristiwa ini bukan sekadar masalah emosi sesaat, seperti yang selama ini dinarasikan di media. 

"Karena menurut pengakuan keluarga, almarhum adalah orang yang sangat jauh dari rokok, minuman keras, apalagi narkotika," tegas Genta.

Proses hukum terkait kasus kematian Brigadir Nurhadi masih terus berlanjut.

Sementara, istri almarhum, Elma Agustina, berharap pelaku dihukum seberat-beratnya sesuai dengan perbuatannya. 

Saat ini, Polda NTB telah menahan tiga tersangka, yaitu Kompol YG, Ipda HC, dan seorang perempuan berinisial M.

Sebelumnya, Brigadir Nurhadi ditemukan di dasar kolam vila Tekek, Gili Trawangan, dan dilaporkan meninggal pada 16 Juli 2025. 

Saat itu, Brigadir Nurhadi sedang bersama dua atasannya, Kompol YG dan Ipda HC, serta dua orang perempuan, M dan P.

Korban Tewas Dicekik

Dari hasil pemeriksaan, diduga Brigadir Nurhadi tewas dihabisi atasannya.

Dokter ahli forensik, Arfi Syamsun mengungkapkan Brigadir Nurhadi dicekik dan ditenggalamkan ke kolam dalam kondisi masih hidup.

Ia mengatakan hasil autopsi menunjukkan Nurhadi mengalami patah tulang lidah dan leher karena cekikan, luka-luka pada wajah hingga kaki, dan diduga tewas karena ditenggelamkan dalam kolam.

"Pada saat terjadi kekerasan di daerah leher yang bersangkutan masih hidup, faktanya adalah ada rasapan darah, kemudian yang bersangkutan ada di air dan itulah kemudian yang menghakhiri hidupnya adanya insipirasi air di dalam napasnya yang bisa mengalir ke otak, ginjal dan seterusnya," kata Arfi Syamsun dilansir Youtube Kompas TV, Kamis (10/7/2025).

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Mataram ini juga melakukan pemeriksaan penunjang, seperti memeriksa paru-paru, tulang sumsum dan ginjal. 

Hasilnya ditemukan air kolam yang masuk ke bagian tubuh ini. 

"Saat korban berada di dalam air dia masih hidup dan meninggal karena tenggelam yang disebabkan karena pingsan," kata Arfi dalam konferensi pers, Jumat (4/7/2025).

"Jadi ada kekerasan pencekikan yang utama yang menyebabkan yang bersangkutan tidak sadar atau pingsan sehingga berada di dalam air."

"Tidak bisa dipisahkan pencekikan dan tenggelam sendiri-sendiri tetapi merupakan kejadian yang berkesinambungan atau berkaitan," jelasnya. 

"Kami menemukan luka memar atau resapan darah di kepala bagian depan maupun kepala bagian belakang, kalau berdasarkan teori kepalanya yang bergerak membentur benda yang diam," imbuh Arfi.

(*)

 

Sumber: Kompas
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved