Berita Viral

Kisah Kehidupan Agam Rinjani, Dulu Sempat Jadi Tukang Cuci di Warung Lalapan Dibayar Sepiring Nasi

Sosok Agam Rinjani berperan penting dalam proses evakuasi jenazah pendaki asal Brasil, Juliana de Souza Pereira Marins atau Juliana Marins (27), yang

Editor: Moch Krisna
Youtube GAKKUM KEHUTANAN/Instagram Agam Rinjani/Brimob Polri NTB
DONASI AGAM RINJANI - Agam Rinjani, relawan yang mengevakuasi jenazah pendaki Brasil, Juliana Marins, di Gunung Rinjani. Setelah menuai kritik tajam dari publik, lembaga penggalangan dana asal Brasil, Voaa dan Razões para Acreditar, memutuskan untuk menyalurkan seluruh dana yang terkumpul kepada Agam Rinjani. 

TRIBUNSUMSEL.COM -- Sosok Agam Rinjani berperan penting dalam proses evakuasi jenazah pendaki asal Brasil, Juliana de Souza Pereira Marins atau Juliana Marins (27), yang meninggal usai jatuh ke jurang sedalam sekitar 600 meter di Gunung Rinjani.

Agam Rinjani putra asli Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel).

Melansir dari Tribuntimur.com, Rabu (2/7/2025) Ia lahir 22 Desember 1988 dan menghabiskan masa kecilnya di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Antang, Makassar.

Lingkungan keras yang memaksa dirinya tumbuh cepat dan mandiri.

Dulu dikenal dengan julukan “Ucok”, ia mengganti namanya sebagai penghormatan setelah wafatnya ayahnya.

Agam lulusan S1 Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Hasanuddin (Unhas) 

Kini, Agam menetap di Sembalun, Nusa Tenggara Barat (NTB). 

Ia tinggal di sebuah rumah kayu ukuran 4x3 meter.

Rumah itu dibangun di tanah milik seniornya, anak Mapala Aranyacala.

Agam berprofesi sebagai pemandu wisata gunung, khususnya di jalur Rinjani. 

Ia dikenal piawai mengelola logistik, menjejak jalur vertikal, serta memberdayakan wisatawan untuk mengeksplor alam secara aman dan bertanggung jawab.

JULIANA TEWAS DI GUNUNG RINJANI - Abdul Haris Agam atau yang akrab disapa Agam Rinjani akhirnya muncul setelah viral evakuasi Juliana Marins, pendaki asal Brasil yang tewas terrjatuh di Gunung Rinjani.
JULIANA TEWAS DI GUNUNG RINJANI - Abdul Haris Agam atau yang akrab disapa Agam Rinjani akhirnya muncul setelah viral evakuasi Juliana Marins, pendaki asal Brasil yang tewas terrjatuh di Gunung Rinjani. (Tangkapan layar Youtube YIM OFFICIAL)

2 Hari Jadi Tukang Cuci Piring di Warung Lalapan

Untuk sampai di titik ini, Agam melalui jalan cukup berliku.

Dengan uang pas-pasan, Agam nekat merantau.

Tahun 2016 kala itu, usai menyelesaikan pendakian ke-2 di Rinjani, Agam hendak pulang ke Makassar.

Namun saat di bandara, ia berubah pikiran.

"Saya sobek tiketku. Anak-anak (teman-teman Agam) masuk semua pulang," kata Agam Rinjani, saat jadi narasumber Podcast Deddy Corbuzier yang tayang di kanal YouTube, Selasa (1/7/2025). 

Video berjudul AGAM RINJANI EXCLUSIVE! KAMI TIDUR DAN HUJAN BATU MULAI TURUN berdurasi 1 jam lebih 31 menit.

Dikutip dari video, nyatanya hidup Agam di Bali tidak mudah.

Di Bali, Agam bingung mau ngapain. 

"Uangku 10 ribu rupiah bang," kata Agam. 

"Serius?," timpal Deddy tercengang.

"Ada ada orang saya kenal. Eh ada ilmu ko maksudnya mau saya kerja apapun bisa bertahan hidup," kata Agam.

"Ku cari makan. Sudah lapar itu ku beli rokok lagi, uang Rp 10 ribu," ujar Agam disambut tawa Deddy dan staffnya.

"Emang preman," timpal Deddy.

Setelahnya, Agam masuk ke kawasan Universitas Udayana dengan harapan bisa bertemu teman-teman jurusan Antropologi pernah ditemuinya dahulu saat ada kegiatan nasional.

Agam berharap bisa menumpang makan di situ.

Nyatanya, tidak ada yang mengenali Agam. 

Agam lalu membeli kopi seharga Rp3 ribu.

"Diusir saya," kata Agam.

"Kenapa?," tanya Deddy.

"Ternyata kampus di sana gak bisa nginap," jawab Agam.

"Oh lu mau nginap?," tanya Deddy lagi.

"Iya numpang tidur," jawab Agam.

"Jadi lu tuh duit Rp10 ribu tuh tidak termasuk penginapan?," tanya Deddy lagi.

"Nda ada. Saya saja dari bandara jalan kaki," ujar Agam.

"Gila lu," timpal Deddy sambil tertawa.

Akhirnya Agam keluar dari kampus.

Agam pun menemukan penjual lalapan.

Ibu penjual lalapan mengira Agam preman.

"(Saya) bilang bu, saya orang baik bu. Ini kartu mahasiswaku. Tapi saya sudah sarjana. Ini KTP ku. Boleh numpang makan saya bu. Saya bantu cuci piring apa," kata Agam menirukan ucapannya kepada ibu penjual lalapan.

Ibu penjual lalapan lantas menatap Agam.

"Bu orang baik saya bu ini," lanjut Agam

Ibu penjual lalapan pun mengizinkan.

"Jadi rajin saya bantu. Cuci piring apalah. Ladeni tamu," kata Agam.

"Dikasih makan saya. Nda usah dibayar uang. Makan saya," lanjut Agam. 

Tak hanya makanan, Agam juga diberi rokok oleh ibu penjual lalapan.

"Ow baik dia," timpal Deddy.

"Baik. Rajin saya. Tapi ku bilang kalau di sini terus, jadi penjual lalapan saya ini," kata Agam.

Lagi-lagi Deddy dan seisi ruangan tertawa.

"Gila orang hidup ini ya," kata Deddy.

Agam pun pergi setelah dua malam kerja di warung lalapan.

Naik Gunung Agung Modal Rp50 Ribu

Agam kembali masuk ke kampus Udayana.

"Dia bilang anak-anak iya gak bisa sini tidur. Ketemu lah senior ini. Pernah dia datang ke Makassar. Saya yang temanin," kata Agam.

Sang senior memberikan tempat tinggal dan bahkan meminjamkan motor untuk berkeliling Bali. 

"Duit dari mana?," tanya Deddy.

"Dikasih uang saya (oleh senior). Aku ingat, Rp50 ribu (buat beli bensin)," jawab Agam.

Agam pun meminta tolong ke seniornya.

Ia meminjam motor untuk ke Gunung Agung.

Agam memutuskan pergi ke Gunung Agung, membawa peta kertas skala 1:50.000 yang telah ia cetak dari Makassar.

Saat mendaki, ia memposting di Facebook.

Lalu ada anak Jakarta yang melihat postingan Agam di Facebook.

Anak Jakarta itu ingin diantar ke Gunung Agung.

Agam pun dibayar Rp600.000.

Dengan uang itu, Agam traktir teman-temannya, membeli kebutuhan seperti tenda, lampu, dan bahkan bersiap pergi ke Lombok meski hanya tersisa Rp20.000.

Agam pun menumpang truk ke Lombok dan bahkan sempat membantu menyetir karena sopir truk kelelahan.

Pengalaman masa kecil di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Antang, Makassar, membuatnya terbiasa membawa truk sejak kecil.

"Itu umur kelas 5 SD. Sudah bawa truk saya," kata Agam.

Setibanya di Lombok, ia disuguhi makan dan bahkan diberi uang tambahan oleh sopir truk.

Ia memilih melanjutkan perjalanan, berjalan kaki mencari kampus berharap bisa menginap dan numpang makan.

Akhirnya Agam numpang di IKIP Mataram.

Namun karena ada tawuran, akhirnya mereka diusir satpam.

Agam di Pantai Senggigi

Karena tak ingin lagi berada di lingkungan kampus, Agam memilih ke Pantai Senggigi.

"Aman di senggigi. Hidupku bahagia di sana. Di pinggir pantai. Ada tendaku," kata Agam.

"Wah kacau. Wah kacau nih orang. Kacau nih orang," timpal Deddy.

"Alat masak ada. Alat masak ada. Tangia ada. Tinggal mancing," kata Agam.

Tak hanya hidup untuk dirinya sendiri, Agam juga peduli dengan warga sekitar.

"Jadi belajar saya kan saya Antropologi Mariatim bang. Aku coba lihat, observasi masyarakat nelayan di sepanjang Lombok, Senggigi. Aih kurang update mereka ini. Teknologi masih di bawah," kata Agam.

Akhirnya Agam mencarikan program dari pemerintah Dinas Kelautan.

"Jadi aku telepon senior-seniorku yang di Unhas. Bang, ada nda bantuan buat masyarakat nelayan ini untuk alat tangkap? Kasian mereka jaringin sudah bolong-bolong apa semua," kata Agam.

Agam lalu membuat Forum Group Discussion (FGD). Ia mengumpulkan masyarakat sekitar untuk mengetahui masalah masing-masing.

"Saya wawancara satu-satu. Aku bikin tulisan draf kan. Aku kirim ke seniorku," ujar Agam.

"Tidak lama datang bantuan perahu sama alat-alat," imbuhnya.

"Perahu?," wah timpal Deddy takjub.

"Akhirnya diajak saya ke rumahnya (nelayan) tinggal. Disuruh nikah," kata Agam disambu tawa Deddy dan seisi studio.

Pilh ke Sembalun

Pada suatu pagi, Agam melihat anak kecil dan ayahnya yang lagi ketok-ketok perahu, semetara ibu si anak bawa kopi.

"Langsung berpikir, kalau saya nikah punya anak. Wah gak bisa saya kemana-mana. Jadi nelayan terus. Wah enggak," kata Agam.

Akhirnya dari Senggigi, Agam memilih ke Sembalun.

"Di Sembalun survive lagi. Di hutan enak kan banyak bahan makanan," ujar Agam.

"Tadi kan pantai enak, tinggal mancing," timpal Deddy.

"Di hutan lebih enak. Ada umbi-umbian banyak. Ada skill survival-kan. Pisang banyak di hutan bisa dikonsumsi," jawab Agam.

Agam mengatakan masyarakat Sembalun baik yang memberinya makanan dan tempat tinggal.

Agam kemudian jadi porter dadakan.

"Mulailah jadi porter. Jadi porter. Ya nda apa-apa deh, Salurkan hobi juga sekaligus olahraga. Bawa barang kan olahraga dapat uang," kata Agam.

"Kulakukan hampir empat tahun sambil belajar," tambahnya.

Penghasilan Agam waktu itu Rp150 ribu.

"Kadang jadi guide, yang langsung ke saya. (saya telepon) dapat nomorku dari mana, dari teman, ini ini. Oh iya tamuku, bukan dari tamu sebelumnya," kata Agam.

"Kalau tamu dari sebelumnya. Balik lagi ke sebelumnya. Saya hubungi yang punya. Eh tamu hubungi saya. Dia mau hubungi saya supaya diantar sama saya, bagaimana? Berapa harga kamu buka? Biasanya sama harga. Nanti fee-nya berapa. (Teman Agam) bilang, atur aja bang," lanjut Agam.

Selain itu, kata Agam, ada juga tour guide yang mengatakan itu rezeki Agam.

Mulai dari situlah akhirnya Agam jadi tour guide yang kini sudah memfasilitasi ratusan tamu.

2 Kali Evakuasi Jenazah Pendaki Asing 

Ternyata penyelamatan Agam bukan pengalaman pertama, menangani insiden tragis di jalur ekstrem Rinjani.

Pada Mei 2025 lalu, Agam juga menjadi bagian dari tim evakuasi jenazah WNA asal Malaysia, Rennie Bin Abdul Ghani (57), yang mengalami kecelakaan di jalur pendakian Torean, Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR).

Evakuasi itu dilaksanakan pada Sabtu, 4 Mei 2025, dengan teknik vertikal menggunakan tali carabiner dan tandu di medan curam, serupa dengan proses penyelamatan jenazah Juliana.

Hal ini diketahui melalui unggahan akun Instagram Agam, @agam_rinjani, serta akun resmi Balai Taman Nasional Gunung Rinjani, @btn_gn_rinjani.

Dalam foto-foto dokumentasi, Agam terlihat turun langsung melakukan rapeling dan menarik jenazah dari dasar jurang, dibantu anggota tim lainnya.

“Saya Hanya Bisa Bantu Seperti Ini”

Dalam momen terbaru tragedi Juliana, Agam bukan hanya sekadar petugas teknis.

Ia juga menjadi wajah kemanusiaan dari operasi penyelamatan yang mengundang perhatian internasional, khususnya dari publik Brasil.

Meski berhasil membantu evakuasi jasad Juliana pada Rabu, 25 Juni 2025, Agam justru menyampaikan permintaan maaf terbuka kepada publik Brasil, terutama kepada keluarga korban.

Dalam siaran langsung (live) TikTok miliknya yang kemudian diunggah di platform X (sebelumnya Twitter), Agam menyatakan kesedihan karena tidak dapat menyelamatkan Juliana dalam keadaan hidup.

“Saya minta maaf tidak bisa membawa pulang dengan selamat karena kondisi medan yang berat dan terlalu jauh ke bawah,” ujarnya dalam siaran tersebut.

Ia juga mengakui bahwa kondisi jurang di Rinjani sangat sulit untuk selamat jika seseorang jatuh.

“Sudah banyak kasus di Rinjani, memang susah hidup ketika jatuh di lubang-lubang itu karena terlalu curam,” lanjutnya. (Tribun-Timur.com/ Sakinah Sudin/ Muh Hasim Arfah)

(*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved