Sidang Korupsi PUPR OKU
Hadir di Sidang, Bupati OKU Teddy Meilwansyah Ngaku Tak Tahu Kesepakatan Fee 20 Persen DPRD OKU
Teddy Meilwansyah, saat ditanyai mengenai dana Fee Pokir DPRD OKU yang saat itu menjabat sebagai PJ Bupati.
Penulis: Angga Azka | Editor: Shinta Dwi Anggraini
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi dan suap yang melibatkan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten OKU, Provinsi Sumatera Selatan, kembali digelar sidang digelar di museum tekstil dan dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Palembang Idi Il Amin, pada Senin (30/6/2025).
Sidang yang dimulai pukul 10.30 WIB tersebut masih mengagendakan pemeriksaan 3 saksi secara online dan 2 saksi secara online.
Tiga saksi secara daring yang dihadirkan jaksa, yang merupakan anggota DPRD OKU, yaitu Ferlan Julainsyah, M Fahrudin, dan Umi Hartati.
Hadir secara offline Teddy Meilwansyah, selaku Bupati OKU, dan Jaksa juga menghadirkan Sekda OKU Dharmawan Irianto dalam persidangan.
Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Idi Il Amin, dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hadir sebagai pihak penuntut.
Ketua Majelis Hakim Idi Il Amin, memberikan kesempatan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU), untuk bertanya kepada para saksi.
JPU bertanya kepada Sekda OKU Dharmawan Irianto, mengenai Pokir, namun Sekretaris Daerah OKU ini tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan Pokir.
"Saya tidak tahu pak, Pokir itu apa," kata Dharmawan saat di tanyai mengenai Pokir.
Baca juga: Eks Kadis PUPR OKU Akui Kumpulkan Uang Rp 7 M, Fee Proyek Untuk Anggota DPRD OKU dan Panitia
Sebagai kepala Sekretaris daerah OKU ia dilontarkan puluhan pertanyaan mengenai tahapan tahapan anggaran dana OKU.
Hingga JPU menanyakan di dalam anggaran dana OKU ada atau tidak Fee Pokok Pikiran (Pokir) DPRD.
"Tidak ada pak," ucapnya.
Sekretaris Daerah (Sekda) OKU, ini banyak menjawab tidak tahu dan lupa sehingga JPU sesekali mengeluarkan suara keras untuk mengingat kan kepada Sekda OKU tersebut.
Setelah ditanyai mengenai puluhan pertanyaan Sekda OKU tersebut juga menjawab banyak tidak tahu hingga JPU memutuskan untuk selesai bertanya dengan saksi, Sekda OKU Dharmawan Irianto.
Pertanyaan langsung dilanjutkan ke Teddy Meilwansyah, selaku Bupati OKU, yang ditanya mengenai awal menjabat sebagai PJ Bupati OKU tahun 2024, serta dana anggaran OKU saat menjabat sebagai PJ Bupati OKU.
Teddy Meilwansyah, saat ditanyai mengenai dana Fee Pokir yang saat itu menjabat sebagai PJ Bupati.
Ia mengetahui tentang dana Fee Pokir tersebut setelah beberapa kontraktor melakukan aksi massa, meminta bayaran atas proyek yang telah selesai.
"Saya minta kepada pemegang anggaran saat itu untuk dipercepat pencairan dananya karena proyeknya sudah selesai namun belum dibayar, saya langsung perintahkan agar segera dicairkan," kata Teddy Meilwansyah.
Setelah dicairkan ia tidak mengetahui jika dana proyek tersebut adanya kesepakatan fee proyek sebesar 20 persen untuk anggota DPRD OKU dan 2 persen untuk panitia.
"Saya tidak mengetahui itu pak," katanya.
Sidang ditunda hingga pukul 15.00 WIB, setelah 2 pemerintahan OKU, Sekda dan Bupati ditanyai.
PADA SIDANG SEBELUMNYA, para saksi dihadirkan dalam sidang yang digelar, Selasa (24/6/2025).
Jaksa KPK menghadirkan para saksi tersebut antara lain teller Bank BCA Baturaja, Anjeli; marketing showroom mobil, Gunawan; mantan Kepala Dinas PUPR OKU, Novriansyah; serta dua saksi dari pihak swasta.
Rp1,5 Miliar Diduga Suap Dicairkan Istri Terdakwa
Kesaksian pertama datang dari Anjeli, teller Bank BCA Baturaja, yang melayani pencairan dana sebesar Rp1,5 miliar dari rekening Sri Rahayu, istri terdakwa Ahmad Sugeng. Uang fantastis ini diduga menjadi modal yang digunakan Ahmad Sugeng untuk menyuap anggota DPRD OKU.
Anjeli menjelaskan bahwa sehari sebelum pencairan, Sri Rahayu mendatangi bank untuk mengajukan permohonan.
"Pencairan uangnya oleh Ibu Sri Rahayu, Pak. Saya bertemu langsung. Ibu Sri Rahayu datang satu hari sebelumnya," ujar saksi menjawab pertanyaan Jaksa KPK.
Ia melanjutkan, proses pencairan mengharuskan nasabah menunjukkan KTP dan buku rekening.
"Setelah syaratnya lengkap dan mengajukan pencairan, akan dikabari kalau uangnya sudah siap," katanya.
Ketika ditanya oleh majelis hakim apakah ia mengenal Sri Rahayu atau terdakwa Ahmad Sugeng, Anjeli mengaku tidak. Ia juga tidak ingat apakah terdakwa turut hadir saat pencairan.
Namun, terdakwa Ahmad Sugeng sempat melepas kacamatanya dan mengangguk, seolah membenarkan bahwa ia memang ikut ke bank saat proses pencairan uang Rp1,5 miliar tersebut.
"Saya tidak tahu (siapa Sri Rahayu). Saya tidak ingat yang mulia apakah terdakwa ini ikut. Soalnya yang berhadapan dengan saya hanya Ibu Sri Rahayu. Setelah dia mengajukan pencairan, saya langsung lapor atasan," jelas Anjeli.
Saat ditanya Hakim mengenai pekerjaan Sri Rahayu, Anjeli hanya bisa menjawab,
"Saya tidak tahu yang mulia. Hanya dia bilang punya toko komputer."
Mantan Kadis PUPR Beli Fortuner Pakai Duit Suap
Fakta menarik lain terungkap setelah kesaksian teller bank. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK menghadirkan Gunawan, seorang sales dari dealer Anugerah Mobilindo, yang mengonfirmasi transaksi pembelian mobil milik mantan Kadis PUPR OKU, Novriansyah.
Gunawan membeberkan adanya pembelian satu unit mobil Fortuner berwarna hitam seharga Rp505 juta yang dibayar dalam dua tahap. Tahap pertama dilakukan secara transfer, kemudian pelunasan dibayar secara tunai. Proses pembelian ini terjadi pada pertengahan Maret 2025.
"Awalnya yang datang ke showroom itu seseorang bernama Ahmad Fadhil. Ia menawar harga mobil Fortuner seharga Rp530 juta, setelah dinego sepakat harga Rp505 juta," ujar saksi Gunawan di persidangan.
Saksi menyebut Ahmad Fadil mentransfer uang muka pembayaran mobil senilai Rp100 juta. Keesokan harinya, Novriansyah bersama seseorang bernama Barmensyah datang langsung ke dealer dan menyerahkan uang tunai Rp405 juta sebagai pelunasan.
"Yang menyerahkan uang pelunasan Pak Novriansyah dan Barmensyah. Setelah uang diserahkan, kami langsung menyerahkan STNK dan BPKB kepada mereka. Tempat kami itu jual beli mobil bekas, yang mulia," katanya.
Dalam sidang sebelumnya, Novriansyah sendiri telah mengakui membeli mobil Toyota Fortuner tersebut dari dana fee yang diterima dari kontraktor proyek.
Ia berdalih, mobil itu digunakan untuk keperluan operasional kedinasan karena kerap memakai kendaraan staf saat turun ke lapangan.
"Mobil Fortuner saya beli tunai dari uang fee 2 persen yang diberikan Pak Sugeng. Belum seminggu dipakai, saya sudah ditangkap KPK," ungkap Novriansyah dalam sidang sebelumnya, menambah daftar panjang bukti aliran dana haram dalam kasus ini.
Baca artikel menarik lainnya di Google News
Ikuti dan bergabung di saluran WhatsApp Tribunsumsel
Peran Kepala BPKAD OKU di Rapat Pembahasan Kasus Fee Pokir DPRD Dicecar Oleh Jaksa KPK Dalam Sidang |
![]() |
---|
Sidang Kasus Fee Pokir DPRD OKU, M Iqbal Alisyahbana Ngaku Tak Pernah Sebut Soal Dana Aspirasi |
![]() |
---|
Keluar Duit Miliaran, 2 Pemberi Suap Kasus Fee Pokir DPRD OKU Divonis 1,5 Tahun dan 2 Tahun Penjara |
![]() |
---|
4 Pejabat OKU Didakwa Terima Suap Rp 3,7 Miliar di Kasus Fee Proyek Pokir DPRD OKU |
![]() |
---|
Singgung Uang 'Ketok Palu', Eks Pj Bupati OKU Iqbal Disebut Dalam Dakwaan Kasus Fee Pokir DPRD OKU |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.