Mata Lokad Desa

Mengenal Desa Karang Sari OKU Timur, Dari Hutan Belantara Menuju Desa Mandiri di Tanah Transmigran

Desa Karang Sari Kabupaten OKU Timur yang kini berusia lebih dari 60 tahun ini, dulunya hanyalah hutan belantara, semak dan alang-alang.

Dokumentasi desa Karang Sari
KEGIATAN DESA -- Pemerintah Desa Karang Sari menyalurkan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD) kepada keluarga penerima manfaat (KPM), Senin (09/06/2025). Desa yang kini berusia lebih dari 60 tahun ini, dulunya hanyalah hutan belantara, semak dan alang-alang. 

TRIBUNSUMSEL.COM, MARTAPURA - Tak banyak yang tahu, di balik hamparan sawah dan pemukiman di Desa Karang Sari, Kecamatan Belitang III, Kabupaten OKU Timur tersimpan kisah perjuangan panjang dari tanah tak bertuan menjadi desa yang terus menatap masa depan. 

Desa Karang Sari di Kabupaten OKU Timur bukanlah desa yang lahir dari tanah subur dan infrastruktur lengkap. Sebaliknya, desa ini bermula dari hutan bercampur alang-alang.

Desa yang kini berusia lebih dari 60 tahun ini, dulunya hanyalah hutan belantara, semak dan alang-alang.

Semua bermula pada tahun 1953. Rombongan transmigran yang kini dikenal sebagai angkatan trans, membuka lahan seadanya setengah bau pekarangan dan dua bau sawah. 

Tanah yang mereka terima bukanlah lahan siap tanam, melainkan hutan liar yang dipenuhi semak dan alang-alang. Perlahan namun pasti, mereka mulai menanami ubi dan jagung.

Ubi dipanen setiap enam bulan, jagung setiap tiga bulan. Proses pengolahan sawah dimulai satu tahun kemudian, meski dengan keterbatasan tenaga kerja.

Baca juga: Desa Nusa Maju OKU Timur,Keseriusan Masyarakat Transmigran dalam Mewujudkan Desa Sehat dan Maju

Namun perlahan, lahan yang sebelumnya liar mulai berubah. Setahun berselang, mereka mulai mengerjakan sawah. Sebuah langkah kecil, namun berarti besar. 

Tepat pada 13 November 1964, Desa Karang Sari resmi berdiri. Masyarakatnya beragam, hasil persatuan kelompok-kelompok dari Ponorogo, Bumi Ayu, Tulung Agung, Yogyakarta, hingga Pekalongan.

Ada pula penduduk asli dari tanah Sumatra. Mereka hidup berdampingan, membentuk satu kesatuan sosial baru yang tak mengenal sekat etnis.

Karang Sari tumbuh bukan tanpa dinamika. Dari masa Orde Lama hingga Era Reformasi, estafet kepemimpinan desa terus berlanjut mulai dari Kamri, Karto Katijo, hingga Zaidun, S.E., yang saat ini memimpin dengan semangat pembangunan dan pendekatan kepada pemerintah di semua level.

Sejak berdiri, kepemimpinan desa mengalami estafet dari masa ke masa. Masa Orde Lama Kamri, Karto Katijo, Solikin, Dasir. Masa Orde Baru Sarju, Sri Pranoto, Kemis, Galung Sukijo, Adi Kromo. 

Era Reformasi Supriyo, Tubiran, Wartawan, Mahnuri, S.P. Saat ini Zaidun, S.E., yang menjabat dan aktif memperjuangkan pembangunan desa melalui pendekatan ke DPRD dan DPR RI.

Kini, Karang Sari terbagi menjadi lima kadus, masing-masing dengan keunikan budaya dan komposisi masyarakatnya. 

Kadus 1 hingga Kadus 5 dihuni oleh berbagai kelompok: dari warga Ponorogo, Yogyakarta, Kediri, hingga masyarakat lokal seperti Komering dan Bumi Ayu.

Di tengah keberagaman ini, semangat gotong royong dan kesatuan menjadi perekat utama.

Tak hanya dalam hal sosial, pembangunan pun mulai menunjukkan kemajuan. Salah satu simbol kebanggaan warga, Tugu Pacul, dibangun pada era 1980-an sebagai simbol kerja keras dan perjuangan petani.

 Nama “Pacul” tak sekadar alat, tapi lambang semangat membangun dari nol.

Secara geografis, Karang Sari terletak di daratan rendah seluas 367,90 hektare, dengan aliran sungai yang mendukung pertanian.

Dari total penduduk sebanyak 2.587 jiwa (788 KK), sebanyak 34,33 persen bekerja sebagai petani dan 32,8 persen sebagai buruh tani. Selebihnya adalah pengusaha, perangkat desa, guru, dan lainnya. 

Sebanyak 245 Ha digunakan untuk pemukiman, 285 Ha untuk sawah, dan sisanya berupa fasilitas umum serta jalan desa sepanjang 18,7 km.

Meski kepadatan penduduk hanya 0,20 per km persegi, Karang Sari terus tumbuh. Kepala Desa Zaidun, S.E., tak tinggal diam. 

Ia aktif menjalin komunikasi dan pendekatan kepada DPRD hingga DPR RI, agar program pembangunan menyentuh Karang Sari yang sebelumnya minim infrastruktur.

Dengan tanah yang dulu keras kini menjadi lahan subur, dan penduduk yang dulu bertahan hidup kini mulai berkembang, Desa Karang Sari adalah contoh nyata bagaimana tekad dan kerja keras bisa mengubah sejarah.

Tak berlebihan bila warga berharap, Karang Sari mendapat perhatian lebih dari pemerintah pusat maupun provinsi.

Karena dari desa seperti inilah Indonesia tumbuh dari peluh, dari pacul, dari tanah yang diolah dengan cinta.

Karang Sari adalah potret desa yang tumbuh dari keteguhan para transmigran.

Dari pacul pertama yang mencangkul semak, hingga kini menjadi desa mandiri yang terus bergerak, desa ini adalah cerita nyata tentang perjuangan, persatuan, dan harapan masa depan.
 

 

 

 

Baca artikel menarik lainnya di Google News

Ikuti dan bergabung di saluran WhatsApp Tribunsumsel

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved